***
Mark mengernyitkan keningnya begitu melihat nama Alvano tertera di layar ponselnya. Sebelumnya, saudaranya itu juga menghubunginya berkali-kali tadi sore. Namun karena sibuk, ia tidak sempat mengangkatnya. Dan sekarang, entah panggilan ke berapa dari Alvano.
Merasa ada hal penting, Mark mengangkat telefon itu. Belum ia mengucap salam, Alvano sudah mendahuluinya.
"Wa'alaikumsalam, No. Ada apa?"
"Bang, lo serius gak sih?"
Kernyitan di keningnya semakin kentara begitu mendengar pertanyaan Alvano. "Serius apanya?"
"Sama teteh."
Mark diam. Netranya berpendar di sekitar kamarnya. Ia tahu teteh mana yang Alvano maksud. Dan dari nada suaranya itu Mark dapat menebak jika ada sesuatu hal yang terjadi di sana, karenanya Alvano mengajukan pertanyaan langsung seperti itu.
"Abang serius, kok! Tapi kamu tau kan kalau abang-"
"Gue paham kalau lo lagi berjuang sekarang, bang. Tapi teteh gak bisa nunggu. Be a gentleman dong, bang! Kalau emang serius, udah mapan, datang langsung ke rumahnya sebelum janur kuning melengkung!"
Tubuh Mark menegang sekarang. "Maksudmu apa, No?"
"Teteh mau di lamar hari minggu ini."
Mark mematung. Berharap ucapan Alvano ini hanya bualan semata.
"Sekarang masih hari kamis, kalau lo emang serius sama teteh, tikung langsung jum'at atau sabtu ini sebelum lamaran datang! Waktu lo gak banyak, bang!"
Masih tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut Mark. Pandangan laki-laki itu lurus pada jendela kamarnya. Bahkan sampai Alvano mengucap salam dan memutus sambungan telefon, Mark masih mencerna ucapan saudaranya itu.
Apakah ini pertanda dari Allah untuk melepas Yeri, atau untuk segera mengambil keputusan?
***
Yeri memasukan barang-barang bekasnya ke dalam kardus untuk di sumbangkan ke korban bencana alam. Gadis itu memilah ke dalam isi lemarinya, mana yang masih layak pakai dan tidak. Sudah cukup banyak sebenarnya yang terkumpul di dalam kardus. Namun Yeri masih mencari yang lainnya, banyak pakaian yang tak lagi terpakai di dalam sana. Dari pada memberatkannya saat di hisab nanti, lebih baik di berikan pada yang lebih membutuhkan.
Sampai pada akhirnya, pandangannya tertuju pada kerudung hijau pemberian Mark dulu. Ia terdiam untuk sesaat, memandang cukup lama satu-satunya kerudung hijau polos yang tergantung bahkan di lapisi plastik dengan rapi di lemarinya. Tangannya meraih kerudung itu, mengeluarkannya dari dalam plastik.
Aroma pelembut pakaian menguar dari kerudung berbahan wolfis itu. Sudah sangat lama ia tak lagi memakai kerudung ini. Mungkin sejak kepulangan Mark ke Jakarta, dan Yeri tak tahu lagi kabarnya. Bagaimana keadaan laki-laki itu di sana, baik-baik saja kah?
Inginnya bertanya pada Alvano atau Haikal namun ia tak memiliki keberanian untuk itu. Tidak. Yeri sudah bertekad untuk melupakan perasaannya.
Namun mengingat orang yang tak ia kenal akan meminangnya, itu membuatnya semakin mengingat Mark.
"Aku ... mau di lamar, loh Mark," ucapnya, bermonolog pada boneka panda di sisinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Melamarmu
FanfictionYeri hanya melakukan hukum jual beli sesuai dengan syari'at. Namun ia tak menyangka ijab qabul jual beli yang sering di lakukannya berujung ijab qabul pernikahan dengan pelanggan barunya. ⚠ - Kpop Lokal - Religi/Islami