20 | Restu

3.4K 498 123
                                    

***



"Assalamu'alaikum, eyang?"

Mark mengetuk pelan pintu ruangan eyangnya. Ibunya bilang, eyang meminta dirinya menghadapnya. Dia tidak tahu pasti untuk apa, mungkin masalah yang tadi.

"Wa'alaikumsalam!" balas eyang, "masuk!"

Pria muda itu membuka pintu perlahan hingga pandangannya terarah pada sosok eyang yang tengah membaca sesuatu di meja kerjanya. Mark berdiri di depan meja eyang tanpa sepatah katapun, menunggu pria tua itu memulai percakapan.

"Perempuan pilihanmu itu ..."

Tubuh Mark menegang otomatis. Dia tahu akan ke arah mana pembicaraan eyang kali ini.

"... dia lulusan D3 Tata Boga?"

"Iya, Eyang," jawabnya lirih. Jika di depan eyang, Mark tak mampu mengatakan banyak hal. Semua keluarganya memang tak ada yang berani dengan eyang, pria tua itu begitu di hormati dan di sanjung tinggi oleh seluruh anggota keluarga Athalla.

"Apa yang kamu tahu tentang dia selain yang kamu sebutkan di depan orang tuamu tadi?"

Mark terdiam untuk sesaat. Pikirannya berusaha mengusir senyuman Yeri yang mampir tanpa izin. Namun mendapat pertanyaan seperti itu, tentu saja Mark akan otomatis mengingat segala hal tentang gadis itu. Tapi ingat Mark, istigfar. Belum halal.

"Menurut Azmi pribadi, dia sangat cantik. Bukan cuma parasnya, tapi akhlaknya juga," ucapnya mulai mendeskripsikan gadis itu.

"Dia sopan dalam betuturkan kata bahkan suaranya sangat kecil kalau berbicara dengan laki-laki yang bukan mahromnya, dan dia akan sering menundukkan kepala. Ia benar-benar menjaga penglihatannya. Pemalu. Dia sangat pemalu apalagi wajahnya sering merona. Dari segi pakaian juga, dia memakai sesuai syari'at dan selalu memakai kaus kaki saat keluar rumah. Kata tante Rosa, selain pandai memasak, Yeri sangat menjaga sholatnya baik wajib maupun sunnah, dia juga menjaga puasa sunnahnya. Dan Azmi-"

"-tertarik karena perempuan seperti dia sudah jarang jaman sekarang ini?" potong Eyang cepat. Sementara Mark bungkam. Setuju.

Eyang kembali menatap map di atas mejanya. "Memang benar sih, fenomena hijrah itu sekarang justru di salah gunakan. Kebanyakan hijrah hanya untuk mendapat jodoh yang sepadan. Berharap jika penampilan baik, maka jodoh datang yang baik pula. Jadi, lebih banyak yang hijrah cukup penampilan saja. Tapi tidak dengan hatinya. Karena itu, eyang selektif memilih calon istri untukmu!"

"Tapi buah ternyata tak selamanya jatuh tak jauh dari pohonnya. Eyang pikir, dengan bagusnya latar belakang keluarganya, maka dia akan bagus pula. Namun tidak seperti itu kenyataannya. Buktinya, banyak anak sampai cucu para ahli agama yang jauh berbeda dari orang tuanya." Menyimak ucapan eyang, Mark tahu siapa yang di maksudkan itu. Namun lebih baik diam jika bicara sedikit akan menimbulkan masalah.

"Dan itu artinya, ilmu yang orang tuanya bekali pada sang anak tak bermanfaat karena anak itu tidak mengamalkannya. Jaman sekarang ini, banyak orang yang menjadikan kebahagiaan dunia sebagai acuan, hingga mereka lupa pedoman Al-Qur'an yang akan mengantarkan pada kebahagiaan akhirat."

Netra eyang kembali beralih pada sang cucu yang masih bungkam. "Dan dari ceritamu yang Eyang tangkap, sepertinya perempuan pilihanmu itu memang sudah memegang teguh Al-Qur'an sebagai pedoman hidupnya. Sejak kelas lima SD, sudah mondok dan kembali ke Bandung untuk kuliah?"

Kening Mark mengernyit, dia tidak pernah tahu hal ini sebenarnya. Tentu saja karena dia tidak pernah mencari tahu. Karena baginya, untuk mengenal keseluruhan istrinya nanti itu lebih baik setelah menikah. Di awal, biodata dan sifatnya saja Mark rasa itu cukup.

Melamarmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang