Beberapa hari berlalu semenjak kejadian itu. Beberapa hari pula Yeri terus memikirkan ucapan Mark. Niatnya ingin melupakan apapun yang ada kaitannya dengan pria itu namun karena intensitas pertemuan mereka di masjid terlalu sering, dan Mark yang seringkali duduk di teras masjid saat ia pulang mengajar mengaji, Yeri benar-benar tak bisa melupakannya.
Jika kalian berharap kejadian mengantar Balqis pulang terus terulang, jawabannya tidak. Yeri kini memilih mengantarkannya sendiri. Kali ini, setiap kali berpapasan dengan laki-laki itu, Yeri selalu menunduk. Tak ingin menyapa atau melihat wajah Mark. Tidak, jangan lagi.
Hanya saja, ada perasaan aneh yang selalu mengusik hatinya. Membuatnya lebih sering terbangun di tengah malam. Bahkan jantungnya seringkali berdegup kencang dan tangannya mendadak dingin kala netranya menangkap atensi si pria.
Ia sudah bertanya pada Diana, dan sahabatnya itu justru berkata kalau ia tengah jatuh cinta. Sarah, bunda Rosa bahkan Uminya juga mengatakan hal yang sama. Tidak, Yeri tidak bercerita mengenai perasaannya. Ia hanya bertanya jatuh cinta itu seperti apa, dan dilihat dari semua gejalanya ia mengalami penyakit hati itu.
Karena itu pikirannya bertambah. Tak terhitung berapa kali ia beristigfar
"Istigfar teh, pagi-pagi jangan ngelamun!"
Itu Haikal, yang keluar rumah dengan celana training hitam dan kaus polos berwarna putih. Yeri sempat terkejut begitu mendapati adiknya itu di sana.
"Siapa yang ngelamun sih," gumam Yeri sembari melanjutkan acara menyiram tanamannya.
Haikal tersenyum kecil dan membenarkan tali sepatunya, "Itu sih, teteh yang ngelamun. Masa dari tadi nyiram di situ terus?"
Yeri menatap pot yang tengah ia siram dan ia terkejut sendiri. Pot itu di penuhi air sekarang. Buru-buru ia mematikan selang airnya dan Haikal justru tertawa di tempatnya.
"Kalau udah ngebet nikah tapi belum ada yang dateng gitu tuh!" Ledeknya. "Makannya jangan suka pilih-pilih,"
Yeri menggulirkan bola matanya, malas menanggapi sang adik. Namun tawa anak itu justru semakin keras. Padahal tak ada hal lucu sama sekali.
"Jadi perawan tua tau rasa loh!"
"Ikal, jangan ngedo'ain yang jelek sama teteh dong!" Protesnya. Habisnya jika terus diabaikan anak itu akan terus mengejeknya.
"Gak ngedo'ain kok. Emang ada yang mau sama teteh?"
Yeri menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan menatap adiknya itu, "Sekarang teteh tanya lagi, emang ada yang mau sama kamu?"
Haikal berdecak sebal. Kalah telak ia dengan tetehnya kalau sudah begini. Jika Yeri sudah jelas jadi incaran. Kalau ia sendiri tak yakin ada yang menyukainya mengingat ia tak setampan Vano, sepintar Jundi, sekaya Chaerul, sesopan Irsyad, atau Zainal yang jadi idola anak perempuan, ataupun Iyang yang ramah pada siapapun. Semua itu tak ada pada dirinya. Ia terkesan orang yang biasa saja meskipun cukup bagus dalam bidang akademik. Namun ia suka pada dirinya sendiri. Kun anta.
Yeri melihat raut wajah Haikal yang berubah, dan ia tersenyum tipis. "Teteh bercanda kok." Ujarnya mengambil alih atensi adiknya itu. "Mau kemana?"
"Jongging teh, mau ikut gak?"
Yeri berpikir sesaat dan menggeleng cepat. "Males." Tolaknya singkat.
Haikal mendengus, "Pantes aja gendut, di ajak olahraga aja males-malesan gitu," ujarnya.
Yeri mendelik menatap adiknya itu, "Jangan karena Umi sama Abi lagi gak di rumah kamu jadi seenaknya ngejek teteh ya!"
Ya, sejak semalam memang hanya mereka berdua yang berada di rumah karena kedua orang tuanya tengah mengunjungi bibi mereka yang tengah melahirkan di Bogor. Yeri punya alasan tak ikut karena menemani Haikal yang sedang sibuk-sibuknya persiapan ujian kelulusan. Padahal ia ingin sekali melihat bayi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Melamarmu
Fiksi PenggemarYeri hanya melakukan hukum jual beli sesuai dengan syari'at. Namun ia tak menyangka ijab qabul jual beli yang sering di lakukannya berujung ijab qabul pernikahan dengan pelanggan barunya. ⚠ - Kpop Lokal - Religi/Islami