2. Mengumpulkan Keberanian

5K 265 6
                                    

Rara masih tetap diam di balkon kamarnya. Ya. Semenjak ia berpindah kewarnegaraan Jerman,kamarnya di pindahkan di lantai atas tepatnya di kamar Bagas dan Bagas menempati kamar Rara bersama Violin

Perkataan Dirga tadi mampu membuatnya tak bisa berpikir jernih saat ini. Apa benar Raja sudah memiliki pengganti dirinya? Apa benar Raja melupakan dirinya? Apa benar itu semua?

Rara merogoh ponselnya menatap lookscreen ponselnya yang tak pernah berubah selama 3 tahun ini. Tetap fotonya dan Raja yang terakhir kali di bandara. Hari terakhir ia menatap mata Raja. Hari terakhir ia memeluk tubuh Raja. Apa semuanya itu bisa ia rasakan lagi?

"Ra"

Rara tersentak kaget saat Lila menyentuh bahunya

"Eh,Mama. Kok gak ngetuk dulu?"

"Udah mama panggil dari tadi gak nyaut" Lila mengambil duduk tepat di depan Rara sambil membawakan segelas susu untuk Rara

"Oh ya? Maaf ma,gak sadar"

Lila mengangguk. Ia tahu gadis nya ini tak baik baik saja saat ini,dilihat dari tingkah Rara yang sejak tadi hanya mengunci diri di kamar. Lila tak pernah tahu apa yang membuat gadisnya ini murung.

"Kamu kenapa?"

Rara menoleh dan tersenyum "i'am fine,Ma"

"Mama ini mama kandung kamu. Mama bisa tau kalau anak anak mama itu sedang tidak baik baik saja. Cerita itu bisa membuat sedikit tenang. Kamu psikolog bukan? Pasti kamu tau itu"

Rara diam menatap Lila. Sudah 3 tahun ia tak melihat wajah Lila,kini wajahnya sudah semakin menua namun tetap cantik dan tangguh.

Ia mengakui apa yang Lila katakan barusan ada benarnya. Ia juga psikolog yang sebentar lagi selesai jadi ia tau bahwa bercerita dengan seseorang yang di percaya dapat mengurangi beban. Tapi,ntah kenapa ia sangat berat untuk mengatakan ini kepada siapapun.

"Gak papa kalau memang gak mau cerita. Tapi jangan sedih terus terusan ya" setelah mengucapkan itu Lila beranjak dari sana namun tiba tiba Rara memeluknya dari belakang dan Lila dapat merasakan Rara yang menangis di pelukannya

Lila langsung memutar badannya dan memeluk kembali tubuh Rara memberi ia sedikit ketenangan.

Setelah merasakan Rara sudah sedikit tenang Lila melepaskan pelukannya dan mendudukan Rara di tepi kasur milik Rara

"Kenapa? Cerita sama mama"

Rara menunduk. Ia benar benar lemah saat ini. Bukan saat ini,tapi sejak dulu.

"Raja?" Tebak Lila

Rara mengangkat wajahnya menatap Lila dengan sendu. Lila memang sosok Ibu yang mudah sekali membaca pikiran anaknya.

Lila tersenyum lalu ia kembali meletakkan kepala Rara di pelukannya

"Apapun yang kamu lakukan tidak ada salahnya. Menunggu atau tak ditunggu itu sudah di takdirkan tuhan sayang. Berjodoh atau tidak itu juga sudah jalan takdir. Kamu hanya perlu berusaha menemukan apa titik dari semua ini"

"Lagian juga,mana ada orang yang mampu menunggu selama tiga tahun tanpa kabar"

"Kamu sudah dewasa bukan? Yang kamu butuhkan bukan jawaban dari masalah ini. Tapi,tindakan yang harus kamu lakukan"

Rara mengangkat kepalanya menatap Lila "aku takut konsekuensinya ma"

Lila tersenyum ia memaklumi Rara saat ini "semua perbuataan pasti ada konsekuensinya. Yang perlu kamu lakukan hanya yang menurut kamu baik dan benar. Hanya itu"

"Paham?" Lila menangkup pipi Rara dan mengusap air mata Rara.

Rara mengangguk dan setelah itu ia mendaratkan pelukan hangat kepada Lila.

RAJA 2 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang