Bagian Empat

146K 7K 27
                                    

DILARANG KERAS MENG-COPY PASTE CERITA INI. JIKA KETAHUAN MELAKUKAN PELANGGARAN HAK CIPTA, MAKA AKAN MENDAPATKAN SANKSI YANG SETIMPAL

***

"Bersikap santai saja, jangan terlalu formal," bisik Zhafran saat mereka melangkah masuk menuju ruang makan. Aleta sudah berulang kali mendengus kesal karena setiap perintah yang Zhafran berikan. Sedetik A, sedetik B, sedetik kemudian C. Tampaknya ia harus selalu membawa catatan kecil untuk mencatat segala peraturan yang telah Zhafran berikan padanya disetiap detik.

"Selamat malam, Aleta. Senang kamu bisa hadir malam ini, maaf karena aku sudah memintamu secara tiba-tiba," Akbar menyambut kehadiran Aleta dengan gembira. Aleta membalas senyum ramah dari Akbar dan langsung duduk di sebelah Zhafran.

Ia masih merasa aneh berada disini. Beberapa hari ia baru bekerja, namun sudah diajak makan malam bersama para bos besar di kantornya. Sungguh hebat.

"Jadi.. apa yang kita tunggu? Ayo, makan," Akbar segera mengambil pisau dan garpu nya untuk memotong daging steak yang baru saja disajikan oleh koki dirumah mereka.

Aleta menatap sejenak pada makanan nya ini. Ia pernah memakan daging steak, tapi jika ia harus makan dengan cara yang berwibawa, itu bukan caranya. Ia tidak mungkin makan dengan seenaknya dihadapan Zhafran dan Ayahnya.

"Makan lah. Apa kau tidak suka?"

"Ah, tidak, tidak. Saya sangat suka, terimakasih banyak, Pak," ucap Aleta sembari memotong daging nya perlahan.

"Tidak perlu berbicara formal seperti itu, Aleta. Kamu tidak berada di kantor, jadi anggap saja kita ini keluarga," Aleta dan Zhafran langsung tersedak saat mendengar ucapan Akbar barusan.

"Papa.." tegur Zhafran tidak suka.

"Apa? Kamu tidak suka Papa bicara seperti itu, huh?" Zhafran memutar bola matanya malas, "Jangan berbicara yang tidak-tidak, Pa," ingat Zhafran.

"Terserah Papa, Zhafran. Kenapa kamu yang mengatur Papa?"

"Argh, terserah Papa saja," akhirnya Zhafran menyerah. Ia memilih diam dan tak ikut nimbrung pada pembicaraan Aleta dan Akbar selama makan malam berlangsung.

Aleta cukup nyambung dengan pembicaraan yang Akbar lakukan. Tentu saja Aleta jago dalam berbicara, dia kan, lulusan dari fakultas Ilmu Komunikasi. Zhafran memperhatikan jam tangannya, "Aku harus segera terbang malam ini," Akbar yang mendengar itu langsung mendengus kesal.

"Sudah Papa bilang, kamu tidak perlu menjadi pilot di maskapai milik kita sendiri," Aleta yang mendengar ucapan Akbar cukup terkejut. Jadi selain mereka memiliki perusahaan yang berjalan di bidang properti dengan 30 lantai, mereka juga memiliki maskapai penerbangan sendiri? Wah, Aleta sangat salut dengan kekayaan yang keluarga ini miliki.

"Sudah Zhafran bilang berulang kali, Pa. Zhafran senang melalukan hal ini. Cita-cita Zhafran adalah menjadi pilot, bukan pengusaha seperti Papa," Zhafran mendengus kesal lalu berdiri dan naik ke kamarnya.

"Dasar, anak keras kepala," gumam Akbar menatap kepergian putranya itu.

Aleta dan Akbar masih berbincang sampai akhirnya Zhafran muncul dengan pakaian pilot nya yang membuat tubuh tegap Zhafran semakin terlihat jelas dibandingkan jika laki-laki itu mengenakan jas kantornya.

"Kamu mau pulang sekarang apa tidak?" tanya Zhafran ketus pada Aleta. Aleta mengangguk lalu langsung berdiri, "Terimakasih atas makan malam nya, Pak. Saya sangat senang. Kalau begitu saya pamit pulang dulu," ucap Aleta sopan sembari tersenyum dan membungkuk memberi hormat sedikit.

"Jangan seperti itu, kamu sudah saya anggap seperti anak sendiri," Akbar menarik tubuh Aleta kedalam pelukan laki-laki tua itu, "Datanglah kesini lain waktu," pinta Akbar.

Aleta mengangguk dan tersenyum canggung, lalu menyusul langkah Zhafran yang pergi meninggalkan nya terlebih dahulu.

Mereka hanya diam didalam mobil. Jujur saja, melihat bos nya dengan pakaian pilot membuatnya terlihat semakin tampan dari penampilan bos nya jika di kantor. Pantas saja semua staff dikantor selalu memuji ketampanan bos nya itu jika mereka kumpul untuk makan siang dikantin.

"Jangan besar kepala karena Papa memujimu dan sebagainya," ucap Zhafran tiba-tiba. Aleta menatap Zhafran dan memutar bola matanya untuk pertama kalinya.

"Kenapa bapak selalu ketus sama saya? Apa bapak tidak suka saya menjadi sekretaris bapak? Apa saya masih kurang lihai dalam bekerja? Apa saya-"

"Bisa kamu diam?"

Aleta langsung mengunci mulutnya yang sembarangan itu. Ia mengutuki dirinya yang sangat-sangat bodoh. Memang ia lulusan Ilmu Komunikasi, tapi ia seharusnya bisa mengendalikan komunikasi nya dengan bos nya sendiri.

"Kamu terlalu banyak bicara," desis Zhafran tidak suka.

Aleta hanya menatap keluar jendela dan mengomel dalam hati. Merutuki bos nya yang sangat ketus dan dingin itu dengan beberapa cacian.

"Jika besok saya tidak masuk, berarti saya kelelahan karena penerbangan ke luar negeri," ucap Zhafran tanpa melihat Aleta saat mereka telah tiba di depan kos-kosan Aleta.

"Baik, Pak," jawab Aleta, kemudian ia turun dan segera masuk ke kosan nya.

"Andai saja kamu bukan bos ku, sudah aku ketok kepalamu!" kesal Aleta dan langsung mengganti pakaian lalu beristirahat.

Ternyata benar, Zhafran tidak datang hari ini. Aleta mengucap syukur karena bos nya itu tidak datang dan dia bisa sedikit tenang tanpa harus mendengar segala perintah serta ucapan ketus dari Zhafran.

"Pak bos tak datang lagi, ya?"

"Figo! Ah, aku lupa. Maafkan aku, ya?"

"Kenapa?"

"Aku lupa menelfonmu kemarin pas pak bos datang,"

"Jadi, Pak Zhafran kemarin datang ke kantor?" Aleta mengangguk, "Yah, Aleta. Kenapa tidak bilang?" Aleta merasa sedikit bersalah, "Maafkan aku, kemarin ada insiden Pak Akbar pingsan di ruangan. Jadi, aku dan Pak Zhafran sibuk membawanya kerumah sakit. Makanya aku lupa menelfon kamu," jelas Aleta.

Figo akhirnya mengerti dan meminta Aleta agar tidak lupa untuk menelfon nya jika Pak Zhafran tiba di kantor.

Saat makan siang, Aleta berkumpul bersama staff yang lain. Seperti biasanya, topik pembicaraan selalu tentang Zhafran. Entah itu tentang ketampanan yang dimiliki bos nya, atau pakaian yang setiap hari ia kenakan, serta postur tubuh Zhafran menjadi bahan perbincangan para wanita di kantin ini.

Aleta sangat bosan mendengar semua teman kerjanya membicarakan dan terus memuji Zhafran dihadapannya. Bukan karena ia cemburu, tidak! Ia hanya muak. Jika ia mendengar nama bos nya, ia akan kesal dan terus memaki karena mengingat Zhafran yang terus berkata ketus padanya.

"Apa kau pernah melihat Pak Zhafran mengenakan pakaian pilot nya?" tanya Rina saat mereka masuk kedalam lift. Aleta mengangguk membuat Rina penasaran, "Kapan?"

"Tadi malam," jawab Aleta santai. Ia kemudian tersadar sedetik kemudian, "Tadi malam? Bagaimana bisa? Dia sangat tampan, bukan? Ah, ceritakan padaku bagaimana kamu bisa melihat dia memakai pakaian pilot nya?"

"Hanya.. di foto," ucap Aleta bohong. Jika ia menceritakan tentang makan malam antara ia, Zhafran dan Pak Akbar, tentu akan membuat Rina berpikir yang tidak-tidak. Ia tak ingin Zhafran marah padanya karena menceritakan hal ini ada orang kantor.

"Apa dia berpose sangat bagus di foto itu?" tanya Rina masih penasaran walau perempuan itu sudah tiba di lantainya, "Biasa saja," bohong Aleta. Tentu saja ia berbohong! Tubuh Zhafran sangat terlihat proposional dengan pakaian pilot itu, dan siapapun wanita yang melihat nya pasti akan terpesona.

TBC

______

JANGAN LUPA VOTE :)

My Cold Boss Is My Love [END] #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang