"Minggu depan, ayah?" tanya Rossa yang kaget membaca kertas tersebut
.
"Iya bu. Ini udah lama sebenernya. Maaf baru kasih tau sekarang, kemarin kemarin ibu sibuk banget" Rangga menatap mata istri nya itu
.
"Terus? Kakak bakal sekolah dimana? Tempat tinggal kita?" Rossa mengeluarkan pertanyaan secara bertubi tubi
.
"Udah aku siapin sayang, tenang. Besok kita ngobrol lagi"Rossa terdiam. Bagaimana bisa rencana besar itu mendadak. Rangga mengelus kepala istrinya, menatap lembut wanita yang paling ia cintai di dunia ini.
.
"Kenapa sayang? Kalau kamu gak mau aku bisa usahain" ujarnya
.
"Aku bingung. Tidak masalah sebenarnya, tapi kita akan mengalami banyak perubahan disana" jawab Rossa
.
"Kan perubahan itu hal yang pasti sayang"
.
.
.
Kerjaan di kantor sudah tidak terlalu banyak, meski Rossa harus kesana kemari memastikan bahwa pihak pihak yang akan bekerja sama sudah mengerti konsep acara yang ia buat. Namun kali ini ia tidak sendirian, Afgan akan mengantarnya.
.
"Gua kasian sama dia, Nge. Segini banyaknya dia yang kerjain sendiri" ujar Afgan
.
"Ya namanya juga ketua acara, acara gede lagi. Udah tau orang orang senior disini pada makan gaji buta, gak mau kerja" Bunga berbicara dengan malas
.
Rossa datang dan langsung mengajak Afgan untuk segera mendatangi tempat tujuan "Ayo Gan, kita janji jam 12"
.
"Masih dua jam lagi, dasar Ocha, selalu aja gak sabaran" Afgan sedikit bercanda
.
"Bukan gitu, kita ini harus on time. Komitmen sebuah perusahaan dilihat dari seberapa kita bisa menyelesaikan sesuatu dengan tepat, dan lebih cepat akan lebih baik" Rossa sedikit membentakSepanjang perjalanan Rossa banyak melamun. Tidak seperti biasanya yang selalu banyak berbincang dengan Afgan. Ingin sekali Afgan memulai pembicaraan, namun ia takut.
.
"Gan" Rossa tiba tiba memanggil Afgan
.
"Hmm?"
.
"Nanti aja" Rossa seakan ingin berbicara namun ragu. Sebenarnya ia akan membicarakan sesuatu pada Afgan. Gan, aku mau cerita, mau curhat sama kamu, batinnya.
.
.
.
Sore hari sebelum jam pulang. Pekerjaan Rossa dan team nya untuk hari ini sudah selesai. Beruntung ia memiliki waktu kosong sekarang.
.
"Kantin yuk" seperti biasa, itulah tempat favorit Rossa disini
.
Bunga menolak "Gak bosen Cha? Cari cafe lain yu"
.
"Ya udah ayo, aku bawa mobil kok" Rossa menyerahkan kuncinya kepada Afgan "Kamu yang stir ya"Kali ini ceria Rossa kembali. Ia banyak berbicara, tertawa, bahkan sedikit berteriak. Afgan lega, meski sebenarnya ia tahu ada sesuatu dalam diri Rossa saat ini.
.
"Lagian kan Cha, lu dulu pernah ditaksir sama Pak Ben kan? Hahahaha inget banget dulu waktu si kakak masih kecil lu diajak makan di malem minggu" Bunga tertawa
.
"Berisik lu jangan ingetin gua sama itu. Jijik sumpah"
.
"Padahal dulu udah kawin sama istri ke dua nya kan" ujar Bunga
.
"Entah dah, gak penting amat ngurusin dia"
.
"Sudah sampai ibu ibu, ayo turun" Afgan memarkirkan mobilnyaSeperti biasanya, Rossa yang paling heboh soal makanan. Dibalas dengan Afgan yang tidak kalah. Bunga hanya menggelengkan kepalanya ketika mendengar pembicaraan mereka yang sedikit tidak penting.
.
"Sate padang tuh enak kalau bumbunya gak terlalu banyak Gan" ujar Rossa
.
"Tapi aku suka bumbunya, jadi enak kalau banyak. Hmmm love it, jadi kangen Padang" jawab Afgan yang membuat Rossa terdiam
.
"Guys" Rossa ragu ingin bicara "Ada yang mau gua omongin"
.
"Apa Cha? Lu kalau ngomong jangan kebanyakan basa basi napa" tanya Bunga
.
"Aku titip kantor ya ke kalian. Kantor wedding organizer terbaik menurut aku, yang udah kasih aku banyak pengalaman, banyak hal baru, banyak orang orang luar biasa seperti kalian" Rossa tersenyum
.
"Hah?" Bunga bingung "Hahahahha lu kenapa sih Cha? Sehat?" ia meraba kening Rossa
.
"Gak usah bercanda mbak Sri Rossa" Afgan tertawa
.
Rossa menghela nafas "Terserah kalian. Tapi yang jelas gua gak lagi bercanda sekarang. Iya gua mau pergi, mau tinggalin kalian, mau tinggalin kantor, bahkan gua mau tinggalin Jakarta dan seisinya" ia memperlihatkan sebuah surat tugas "Bisa kalian lihat kan. Gua akan tinggal di Makassar mulai minggu depan, tepat sehari setelah project kita terlaksana. Gua gak mau nolak, ini konsekuensi punya suami orang hukum, ya begini"
.
"Cha..." Bunga menatap Rossa dengan sendu "Jangan pergi plis, jangan Cha" ia memeluk teman terbaiknya itu
.
"Gak bisa Nge, gua gak bisa. Tapi gua janji, suatu saat kita bisa kayak gini lagi. Gua bakal ke Jakarta buat nemuin kalian" tanpa sadar Rossa menangis
.
"Cha" Afgan mulai berbicara "Gua gak bisa ngomong banyak, tapi ada hal yang harus lu tau" Afgan ragu, haruskah ia katakan sekarang? "Mungkin sekarang lu gak ngerti, tapi suatu saat lu bakal ngerti. You change my life Cha, entah apa rasa gua ke lu sekarang, gua pengen selalu sama lu Cha"
.
"Lu juga hebat Gan. Gua juga mau terus bisa kayak gini sama lu. Lu yang selalu ada kalau gua lagi sedih, lagi ngerasa gak punya siapa apa" tangis Rossa makin pecah ditengah senyum manisnya "Thanks Gan, semoga kita tetap seperti ini"Afgan menatap wanita itu. Wanita yang selalu menjadi perhatiannya sejak beberapa bulan yang lalu. Selalu nyaman berada didekatnya, hingga tak rela mengucapkan kata perpisahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kau Dengannya Ku Dengan Dia
FanfictionJika ikatan janji itu menyakitkan bagi kita, mengapa harus ada pertemuan pada saat itu? Ocha dengarkan satu kata terakhirku ini, aku mencintaimu. . Gan, bisakah kita tidak usah terikat oleh janji itu? Namun apa, ini terlalu mustahil. Jangan coba cob...