PART 16

274 19 0
                                    

Tiga tahun kemudian.

Siang itu, seorang wanita tangguh terduduk di meja kerjanya. Dengan serius ia menghitung jumlah pemasukan, pengeluaran, dan laba perusahaannya.
.
"Omset menurun drastis sejak dua bulan yang lalu bu" ujar salah satu pegawainya
.
"Kenapa ya?" tanya Rossa
.
"Sepertinya kita kurang inovasi bu. Atau kita terlalu kaku sama strategi ini"
.
"Saya juga bingung, persaingan semakin kuat. Bener bener blank buat bikin inovasi. Belum lagi kemarin banyak banget keluhan konsumen" Rossa memijat keningnya
.
"Mungkin kita harus segera rilis seri baru bu, atau produk baru mungkin" seorang pegawai kembali memberi saran
.
"Ya sudah, mungkin saya perlu lebih banyak membaca buku lagi. Sampai ketemu besok jam 10 ya, gaji kalian udah saya transfer" ujar Rossa dan semua pegawai inti meninggalkan ruangannya untuk segera pulang

Rossa berjalan menuju ruang tamu, menunggu sang anak pulang. Ia kembali menatap foto itu, foto saat ia bahagia dengan dua cinta dalam hidupnya.
.
"Apakabar sayang? Aku kangen. Maafin aku sayang, aku gagal ngelola bisnis ini" air matanya sudah bercucuran dengan deras, andai saja pria itu ada di sampingnya sekarang
.
"Permisi Ocha? Assalamualaikum" sapa seseorang yang baru saja tiba di rumahnya
.
"Eh, waalaikum salam. Masuk bu"

Tamu itu adalah Bu Diah. Ia merupakan partner bisnis Rossa sejak dua tahun yang lalu. Hubungan mereka sudah seperti ibu dan anak.
.
"Bagaimana Cha? Jadi buka stand di event perusahaan kemarin?" tanya Bu Diah
.
"Ocha bingung bu" ia menyeka air matanya "Ocha gagal di bisnis ini. Pendapatan sama pengeluaran sangat tipis bu, menurun drastis"
.
"Ocha bosen sama bisnis yang Ocha jalani sekarang?" tanyanya lagi
.
"Bosen? Engga bu. Ocha seneng kok" Rossa tersenyum
.
"Ibu punya ide bisnis yang bagus buat kamu sebenarnya. Tapi perkembangannya bakal bagus kalau kamu buka di daerah rumah ibu" ujar Diah
.
"Iya bu. Tapi ide nya nanti dulu ya, Ocha lagi pusing"
.
"Tapi Cha, ini kita tinggal action. Semua sudah siap, asal kamunya siap juga" Diah tersenyum
.
"Maksud ibu?" Rossa bingung
.
"Kita bakal buka bisnis kuliner di kampung ibu, di Padang" jawab Diah
.
"Hah?" Rossa kaget "Terus Ocha pantai dari sini bu?"
.
"Kamu ikut ibu lah Cha" ajak Diah "Ibu ada saudara yang punya kos, kamu boleh tinggal disana, free"

Rossa melamun. Bu Diah akan pergi dari kota ini? Sejujurnya ia tak punya siapapun disini. Tiga tahun hidupnya hanya dengan Rizky dan para pegawainya.
.
"Ibu.. Ibu seriusan mau tinggalin Makassar? Tinggalin Ocha disini sendiri?" suara Rossa sudah terisak
.
"Nak, ibu ini sudah tua. Ibu memang janda, tapi ibu juga punya anak, punya adik, dan saudara yang harus ibu urus. Ibu gak bisa gini terus, ibu sudah rindu kampung halaman"
.
Air mata Rossa jatuh lagi "Sama bu, Ocha juga kangen Jakarta, kangen mama sama papa. Ocha pengen ke Jakarta, tapi masih banyak kendala"
.
Bu Diah mengelus lembut bahu Rossa "Ikut ibu Cha, temenin ibu di kampung. Anak anak sudah berkeluarga semua, ibu sendirian. Ayo Cha"
.
"Ocha ngobrol dulu sama Rizky ya bu"
.
"Iya" Diah tersenyum "Jangan nangis lagi ya, semangat dong"

Malam harinya Rossa termenung sendirian di kamarnya. Rizky yang terlihat sangat semangat mendengar kabar bahwa ia akan pindah ke kota lain. Ya, Rizky memang tidak nyaman di sekolahnya, ia sering di bully karena lebih suka membaca buku di perpustakaan ketimbang bermain game dengan teman temannya.
.
"Ibu" panggil Rizky
.
"Eh iya sayang? Kenapa? Lapar?" tanya Rossa bertubi tubi
.
"Aku udah makan bu" ia mengeluarkan handphone nya "Aku habis searching tempat wisata di Padang bu, liat nih bagus bagus kan? Nanti kita kesana ya bu"

Rossa hanya tersenyum. Melihat Rizky yang begitu bahagia. Sepertinya Rizky memang suka dengan hal baru, tidak seperti ibunya yang takut akan perubahan. Oh tuhan, haruskah kuambil langkah ini? Meninggalkan kota ini? Kota terakhir aku bersamanya?

Kau Dengannya Ku Dengan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang