Rossa POV
Selamat datang rumah baru, kehidupan baru. Kata Afgan, disini aku bisa menjadi aku yang baru, menjadi apapun yang aku mau.
.
"Ibu, kakak. Ini rumah kita, jadi sekarang kita tinggal disini" Rangga mengelus kepala Rizky
.
"Iya ayah" Rizky tersenyum
.
"Ayo, pada istirahat dulu sana"
.
"Aku mau bicara" ujarku
.
"Lebih baik kita bicara di kamar yuk sayang" Rangga tersenyumAku merebahkan tubuhku di atas kasur ini. Enak sekali. Perjalanan Jakarta-Makassar yang hampir 3 jam membuatku pegal. Rasanya ingin langsung ganti baju dan terlelsp saja, tak ingin skincare an, apalagi mandi dulu.
.
"Mau bicara apa sayang?" tanya Rangga yang mulai mendekati tubuhku
.
"Hmmm" "Boleh gak aku buka usaha disini? Aku gak mau kerja kantoran lagi"
.
"Mau usaha apa?" tanya Rangga
.
"Enaknya sih butik, atau mending makanan ya? Tapi property juga prospek nya bagus" aku bingung
.
"Butik modalnya gak sedikit, tapi gak sebesar property juga. Makanan itu tinggi resiko, cepet basi, atau bisa jadi sering salah adonan" Rangga mengelus kepalaku "Tapi tenang aja, aku bakal modalin apa yang kamu mau. Rumah ini strategis, berunglah aku mendapatkan harga murah, karena milik rumah client ku dulu. Lihat sayang, depan jalan raya, sebelah kanan sekolah, sebelah kiri cafe" ia tersenyum
.
"Iya sayang aku tahu. Jadi, menurut kamu gimana?" aku kembali meminta pendapatnya
.
"Kalau kuliner kau akan kalah saing dengam cafe sebelah. Mungkin butik bagus prospeknya, sekolah sebelah itu sd dan smp, pasti banyak ibu ibu modis" ujarnya
.
"Terus kalau banyak ibu ibu modis, mau kamu godain?" aku cemberut "Emang aku gak modis?"
.
"Astagaa" Rangga menepuk dahinya "Ya gak gitu sayang, kan tadi kita lagi bicara tentang prospek bisnis kita. Maksudnya gini lho, kan ibu ibu modis tuh selalu pengen baju yang trendy, modelnya baru, dll. Nah kalau kamu buka butik disini bisa bagus karena mereka bisa belanja sambil nungguin anak anaknya pulang sekolah"
.
"Oohh iyaiya" aku tertawa "Tapi aku butuh pegawai deh kayaknya, kalau pure aku yang pegang semua kan capek sayang. Kita harus bisa branding lewat internet, dan aku tidak mengerti"
.
"Yaa dicoba aja dulu satu bulan kamu full pegang bisnisnya. Kalau emang progress nya bener bener bagus dan bisa gaji pegawai, buka lowongan via instagram aja"
.
"Cocok" aku memeluk suamiku. Dialah pria yang paling kucintai, kemarin, sekarang, dan selamanya
.
"Mandi gih"
.
"Maleess" aku cemberut
.
"Mandi bareng mau?" ia menggodaku
.
"Gak."
.
"Kenapa? Masa udah tujuh tahun masih malu malu kalau mandi bareng?" ia tertawa
.
"Maleeess tau maleesss, mager pengennya tidur" aku memejamkan mataku
.
"Ganti baju dulu" ujarnya
.
"Iya iya" aku segera mempersiapkan diri untuk mandi
.
.
.
"Makanan sudah siaaapp" ujarku yang membuat muka suntuk Rangga dan Rizky segar kembali
.
"Kok lama sih bu?" tanya Rizky
.
"Tadi bawang putihnya kebanyakan, jadi dibuang" ujarku
.
"Ibu" Rizky memanggilku "Aku mau punya dede bayi"
.
Aku menatap Rangga dan tersenyum "Ibu juga maunya gitu kak. Tapi mungkin Allah belum kasih"
.
"Lagian Ky, waktu hamil kamu ibu ini bener-bener repot, gak bisa cium wangi parfum, tiap hari harus denger suara bayi ketawa, kalau engga nangis kejer" ia menyenggol kepalaku
.
"Hahaha rasain"Punya anak lagi? Aku ingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kau Dengannya Ku Dengan Dia
FanfictionJika ikatan janji itu menyakitkan bagi kita, mengapa harus ada pertemuan pada saat itu? Ocha dengarkan satu kata terakhirku ini, aku mencintaimu. . Gan, bisakah kita tidak usah terikat oleh janji itu? Namun apa, ini terlalu mustahil. Jangan coba cob...