33

1.9K 87 0
                                        

Hari itu, skuadron udara tempat Nawalia bertugas mendapatkan jadwal untuk mengikuti latihan gabungan antara TNI AU, TNI AL, dan TNI AD. Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan kerja sama dan kemampuan koordinasi antarmatra dalam menghadapi ancaman bersama. Latihan akan berlangsung di atas kapal perang milik TNI AL, yaitu KRI Surabaya, sebuah kapal dengan kemampuan multirole yang menjadi kebanggaan armada laut Indonesia.

Nawalia, bersama beberapa penerbang dari skuadronnya, diberi tugas untuk melakukan latihan udara-darat-laut. Peran mereka adalah memberikan dukungan udara menggunakan pesawat tempur F-16 Fighting Falcon dalam simulasi penyerangan dan perlindungan kapal dari ancaman musuh.

Di ruang briefing kapal, para komandan dari masing-masing matra memberikan arahan. Kapten kapal, seorang perwira menengah TNI AL, menjelaskan skenario latihan.

"Kita akan memulai simulasi ancaman dari udara. Pesawat F-16 dari TNI AU akan melakukan manuver mendekati kapal, sementara skuadron pertahanan kapal akan mengaktifkan sistem radar untuk menangkal ancaman. Setelah itu, kita akan mensimulasikan serangan dari permukaan laut yang melibatkan tim darat TNI AD."

Nawalia duduk di barisan depan, memperhatikan setiap detail skenario. Ia memahami betul perannya dalam latihan ini terbang di ketinggian rendah untuk menguji pertahanan udara kapal, kemudian melakukan simulasi serangan udara terhadap target yang telah ditentukan.

Azka, yang kini bertugas sebagai salah satu tim perwira TNI AL di kapal tersebut, memperhatikan kehadiran Nawalia. Meski mereka sudah beberapa kali bertemu, Azka tetap kagum dengan aura profesional Nawalia saat mengenakan seragam dan menjalankan tugasnya.

Setelah briefing selesai, Nawalia bersiap di ruang operasi udara di kapal. Di dek kapal, ia melihat helikopter tempur AS565 Panther milik TNI AL yang sedang standby untuk mendukung latihan.

Azka mendekat dengan sikap ramah.

"Letnan, siap untuk latihan?" tanyanya dengan senyum kecil.

"Siap" jawab Nawalia singkat sambil memeriksa dokumen latihan yang ia pegang.

Azka tidak menyerah meski Nawalia tetap menunjukkan sikap formal.

"Kalau butuh koordinasi, jangan ragu hubungi saya. Saya salah satu pengendali taktis untuk tim kapal," katanya.

Nawalia mengangguk

"Baik. Terima kasih."

Langit siang itu cerah ketika latihan dimulai. Nawalia berada di kokpit F-16-nya, melayang di atas laut lepas dengan koordinasi dari kapal perang. Dari udara, ia melihat KRI yang bergerak mantap di tengah samudra, dengan personel dari berbagai matra siap menjalankan peran masing-masing.

"Anda bisa memulai simulasi serangan pertama. Koordinat target telah dikirimkan," suara Azka terdengar melalui komunikasi radio.

"Copy that," jawab Nawalia tegas.

Pesawat F-16 yang ia kemudikan menukik tajam, mensimulasikan serangan udara ke target dummy yang telah diletakkan di dek kapal. Sistem pertahanan kapal, termasuk radar dan senjata anti-udara, diaktifkan untuk menghalau ancaman. Meski hanya simulasi, latihan ini dilakukan dengan tingkat ketegangan tinggi, seolah-olah berada dalam kondisi pertempuran nyata.

Setelah Nawalia menyelesaikan perannya, giliran helikopter AS565 Panther milik TNI AL bergerak untuk memberikan dukungan laut ke udara. Tim TNI AD, yang berada di kapal perang, juga mensimulasikan serangan balasan terhadap target permukaan. Semua elemen bekerja bersama, menunjukkan koordinasi yang apik antara tiga matra.

Di sela-sela latihan, Azka terus mengawasi jalannya operasi dari ruang kendali taktis. Melihat betapa fokus dan terampilnya Nawalia di udara, ia semakin yakin bahwa wanita itu tidak hanya berbakat, tetapi juga memiliki dedikasi luar biasa dalam tugasnya.

"Dia benar-benar luar biasa," gumam Azka dalam hati.

Setelah latihan selesai, Nawalia kembali ke kapal untuk bergabung dalam evaluasi. Ia duduk bersama para perwira lain, mendengarkan masukan dan catatan dari komandan. Evaluasi berlangsung serius, tetapi hasilnya menunjukkan bahwa latihan gabungan ini sukses besar.

Azka mendekati Nawalia setelah evaluasi selesai.

"Kerja bagus, Letnan. Manuvermu tadi benar-benar mengesankan," katanya.

Nawalia hanya mengangguk singkat.

"Terima kasih" Azka tersenyum kecil.

"Semoga kita bisa bekerja sama lagi di latihan berikutnya."

Nawalia tidak menjawab, hanya mengangguk sekali lagi sebelum melanjutkan langkahnya. Meski terlihat dingin, dalam hati ia mulai mengakui bahwa Azka adalah seseorang yang berbeda—sikapnya yang tulus perlahan-lahan mulai menarik perhatian Nawalia, meskipun ia belum sepenuhnya menyadarinya.

Latihan gabungan itu bukan hanya menjadi ajang pembuktian profesionalisme antarmatra, tetapi juga mempertemukan dua hati yang berbeda dalam suasana kerja sama dan pengabdian.

Setelah latihan gabungan berakhir, Nawalia diberikan waktu untuk beristirahat di kapal perang. Namun, kejutan menanti ketika ia diberitahu oleh salah satu perwira bahwa KRI Bima Sakti, kapal lain yang merupakan bagian dari armada TNI AL, sedang mendekat untuk bergabung dalam formasi patroli laut.

Di atas KRI Bima Sakti, terdapat Raditya, kakak laki-laki Nawalia, yang sedang bertugas sebagai komandan pasukan laut. Nawalia baru menyadari kehadirannya ketika kapal mendekat dan melaksanakan komunikasi antarkapal melalui sinyal.

"Letda Nawalia Adibrata Alvaro, tampaknya kita akan bertemu lagi, meskipun kali ini dari kapal yang berbeda," suara Raditya terdengar di radio komunikasi internal kapal.

Nawalia tersenyum kecil, meski wajahnya tetap terlihat dingin.

"Kakak, selalu ada saja caramu untuk muncul tiba-tiba."

"Kita ini saudara. Kadang kita butuh pertemuan mendadak seperti ini biar nggak lupa wajah keluarga," balas Raditya sambil tertawa.

Beberapa jam kemudian, kedua kapal mendekat ke area patroli yang sama. Komandan dari masing-masing kapal mengadakan pertemuan singkat di atas KRI untuk membahas rencana patroli berikutnya. Raditya menjadi salah satu perwakilan dari KRI Bima Sakti, dan kesempatan ini membuatnya bisa bertemu langsung dengan Nawalia.

Ketika mereka bertemu di ruang briefing, Raditya tersenyum lebar.

"Aku nggak nyangka kita bisa ketemu di tengah laut seperti ini. Kamu terlihat lebih tegas dengan seragam itu."

Nawalia, yang sedang memegang dokumen evaluasi, menoleh dengan santai.

"Aku hanya menjalankan tugas, Radit. Kamu sendiri bagaimana? Tidak ada masalah dengan patroli?"

"Semua baik-baik saja," jawab Raditya.

"Tapi aku harus bilang, kamu benar-benar berbeda sekarang. aku rindu Nawalia yang dulu."

Nawalia hanya terdiam. Ia tahu apa yang dimaksud Raditya, tetapi ia tidak ingin membahas itu sekarang.

Setelah briefing selesai, Raditya dan Nawalia berbicara sebentar di luar dek. Angin laut yang sejuk membuat suasana menjadi lebih tenang.

"Al, aku tahu kehilangan Rangga membuatmu berubah. Tapi, hidup terus berjalan. Kamu harus membuka hati lagi," kata Raditya dengan nada lembut.

Nawalia menatap laut lepas, wajahnya tetap tanpa ekspresi.

"Kak, aku sudah menerima kenyataan. Tapi, untuk membuka hati seperti dulu, itu tidak semudah yang kamu pikirkan." Raditya menghela napas panjang.

"Aku nggak memaksamu. Tapi ingat, Rangga pasti ingin kamu bahagia. Dia pasti ingin kamu menjalani hidup dengan sepenuh hati."

Nawalia tidak menjawab. Ia hanya memandang cakrawala yang membentang di hadapannya, seolah mencari jawaban yang selama ini sulit ia temukan.

Fly To EternityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang