1

2.1K 66 13
                                    

Adzan subuh telah berkumandang, namun gadis berbaju merah itu malah meringkukan tubuhnya di balik selimut. Hawa dingin yang menusuk tulang menjadi siasat setan untuk membuat iman setiap manusia goyah, bisikan-bisikan halus itu seakan menjadi dongeng sebelum tidur hingga membuat gadis itu makin terlelap.

Ceklek

Terlihat lelaki berbadan tegap memasuki kamar bernuansa doraemon, matanya menatap tajam kearah gadis itu. Sesekali menggeleng dan geram akan kebiasaan buruknya, tanpa ba-bi-bu dia langsung menarik selimut yang membuat gadis itu menggeliat.

"Udah jam berapa ini?" tenya lelaki itu.

"Lia masih ngantuk bang, kemaren abis gadang." jawab gadis itu sambil berusaha meraih selimutnya.

Setetes, dua tetes, hingga segelas air sukses mengguyur gadis bernama Lia. Sontak Lia bangun dan menatap kakak laki-lakinya yang paling menyebalkan segalaksi bima sakti.

"Bang Idan!" teriak Lia.

"Gak usah lebay! Sana ke kamar mandi, wudhu terus sholat. Cepetan!" katanya tegas.

Lia masih meregangkan tubuhnya, berharap kakaknya itu segera keluar namun nyatanya Zaidan masih tetap dalam posisinya. Dengan berat hati Lia menuju kamar mandi dan melaksanakan semua perintah kakak terngeselin itu.

***

"Liaa...." teriak gadis bertubuh gempal.

"Apa Fah?" tanya Lia dengan muka kusutnya.

"Ih muka kamu kenapa kusut gitu?" tanya Ulfah selaku sahabat Lia.

Lia tidak menjawab perkataan Ulfah, kakinya terus melangkah ke arah kelas. Sesampainya di kelas, dia menyimpan tasnya kasar lalu duduk dengan helaan nafas panjang.

"Kamu kenapa?" tanya Ulfah lagi.

"Gue tu sebel banget sama bang Idan. Tiap pagi gue diomelin mulu coba, pening kepala gue. Bisa-bisa otak gue kek es kopyor!" jawab Lia bersungut-sungut.

"Pasti gara-gara telat sholat subuh ya?" tebak Ulfah yang hanya dibalas dengan anggukan. "Lagian kamu keasyikan bikin cerita di wattpad sih, jadi lupa kewajiban sendirikan."

"Ish, lu kok jadi belain bang Idan sih? Tau ah, bete gue " kata Lia lalu pergi meninggalkan kelas.

Pagi-pagi begini memang lingkungan sekolah sangat menenangkan, tidak ada teriakan para siswi rempong ataupun aksi bad boy yang membuat Lia jengah. Saat dirinya melewati cermin, Lia diam sejenak. Memandangi dirinya, lalu membenarkan kerudung putihnya.

'Ini kok ada jerawat lagi sih? Gara-gara abang kampret gue jadi banyak pikiran!' gerutu Lia saat satu buah jerawat tanpa permisi menodai dagunya.

Masih dengan muka ditekuk, Lia akhirnya memutuskan untuk ke kantin. Sepertinya segelas susu coklat hangat dapat mengembalikan moodnya, lima menit menunggu akhirnya minuman sudah berada ditangannya.

Entah mengapa kantin sepi sekali pagi ini, biasanya banyak murid ataupun guru yang bersarapan atau sekedar membeli makanan ringan. Tapi Lia tidak acuh dan terus menikmati susu coklatnya.

"Lagi ngapain neng disini?" tanya seseorang dengan suara berat.

Lia melihat orang itu dan seketika matanya membulat, dia adalah orang yang paling ditakuti siswa seantero sekolah SMK Wijaya. Tubuhnya yang tinggi besar, wajah sangar, kulit hitam, dan perut buncitnya semakin menambah kesan horor. Siapa lagi kalau bukan wakasek kesiswaan tercinta. Susah payah Lia meneguk salivanya, sudah dapat dipastikan hukuman ada di depan mata. Dan berakhirlah dia disini, membereskan gudang perpustakaan yang penuh dengan buku berdebu.

'Apes banget sih gue hari ini.' gerutu Lia.

Selama dua jam dia berkutat dengan buku usang, akhirnya kini dia terbebas dari hukuman dan menuju ke kelasnya. Peluh membasahi tubuhnya, sesekali dia mengibaskan tangannya agar dapat merasakan sedikit angin.

"Astagfirullah kamu berantakan banget." itulah kata sambutan chairmatenya.

Lia tidak menggubris perkataannya, sekarang dia sedang meneguk minumannya hingga tersisa setengah botol lagi.

"Pelajaran apa abis ini?" tanya Lia.

"Olahraga." jawab Ulfah sambil bersiap mengambil pakaian olahraganya.

"Ya Allah, sama pak Karno? Pasti di suruh lari keliling lapangan." gerutu Lia lagi.

Lia terus uring-uringan  apalagi saat melihat Awan-seseorang yang di sukainya sering mendekati Listia. Sudah panas tubuhnya, kini hatinya harus kembali menyiksanya dengan letupan api cemburu.

"Woy, cepet ke lapang! Sekarang bakal ada guru magang." teriak Awan sebagai ketua kelas.

Seluruh murid XI Akuntansi keluar kelas dan menuju lapangan.

"Guru magang kita bakal kek pak sableng?" tanya Lia asal.

"Hush, gak baik ngomong gitu." Ulfah mengingatkan.

"Emang orangnya sableng kok." jawab Lia tak peduli.

Sesampainya di lapangan, seluruh teman lelakinya langsung menyerbu bola dan memainkannya. Sebagian teman perempuannya sibuk bergosip, sebagian lagi hanya duduk melamun termasuk Lia. Ayolah, ini sangat membosankan. Lebih baik mengerjakan setumpuk siklus atau begadang menulis cerita daripada melaksanakan olahraga yang membuat badan seakan remuk, jika saja Lia putri konglomerat, sudah pasti hal pertama yang dia lakukan adalah selalu ijin saat pelajaran olahraga. Itu adalah cita-citanya sedari kecil yang tidak akan mungkin tercapai.

"Li aku seneng deh, sekarang hijab kamu mulai syar'i. Walaupun seringnya enggak." kata Ulfah memecahkan lamunan Lia.

"Kalau gak disuruh bang Idan gue gak akan mau, ribet iwh." kata Lia sinis.

Ulfah hanya menggelengkan kepala saja, dia sangat mengetahui karakter sahabatnya jika sedang bad mood. Pasti teman terdekatnya akan dijadikan sasaran amuk, selalu always tak pernah never, begitu batin Ulfah.

Sinar matahari kian terik, tapi tidak ada tanda-tanda kehadiran guru olahraga. Para siswi mulai berdecak kesal, satu dua mulai sibuk berteduh takut jika kulitnya gosong. Sedangkan para lelaki? Mereka pasti sibuk dengan mainannya, baju sudah basah kuyuppun tidak menghambat aktifitasnya.

Lia meninggalkan lapangan dengan wajah bersungut-sungut, sedangkan Ulfah hanya dapat melihat kepergian sahabatnya tanpa dapat mencegah.

Kaki melangkah tak tentu arah, bagi Lia kini sekolah yang katanya favorit di kota ini tidak ada yang menarik lagi. Yang ada tumpukan siklus semakin menjulang, belum lagi tugasnya sebagai pengurus OSIS ditambah dengan kewajibannya menjadi ketua bayangan di ekstrakurikuler seni, malas sekali rasanya.

Braakk!

Tubuh Lia tersungkur, ditambah dengan buku-buku yang berjatuhan. Satu dua mengenai kaki Lia hingga membuatnya meringis, tidak ada tanda-tanda bantuan seperti tangan terulur, bahkan kata maafpun tidak terdengar.

"Situ bisa gak liat-liat kalau jalan, kan gue jadi bahan ledekan." omel Lia tanpa melihat seseorang yang ditabraknya.

"Ini lagi, harus gue apa yang beresin bukunya? Manja banget sih lu! Udah gede juga, untung gue baik hati dan tidak sombong, bayangin kalau dendam gue udah numpuk kan lu sendiri yang gak enak." Lia terus berbicara tanpa ada respon dari si penabrak, dengan berat hati dia membereskan buku yang berserakan.

"Lu anak baru hm? Kok buku paketnya gak sama kek punya sekolah ini? Eh XI Akuntansi? Lu bakal sekelas sama gue dong." sesaat Lia langsung bangkit dan menyerahkan buku itu.

Untuk pertama kalinya dia melihat seseorang yang terus menatapnya datar, bukan hanya itu siapa sangka kehidupannya akan berubah beberapa jam kedepan.

°°°
Bukannya aku takut untuk berubah, hanya saja hatiku belum siap untuk memulai.

°°°
Assalamualaikum readersku, gimana nih part pertamanya? Author masih fakir ilmu nih, mohon bantuannya ya😊

Jangan lupa pencet 🌟 Kritik dan saran sangat ditunggu ya, in sha Allah part selanjutnya akan lebih panjang😂

TFR💕

Marhaban Habib [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang