18

662 37 0
                                    

"Dek udah siap belum?" tanya Faiz mulai kesal.

Memang hari libur kali ini Faiz berinisiatif untuk mengajak Lia jalan-jalan, hal itu membuat Lia senang bukan main. Karena setelah sekian lama dia tidak harus repot-repot merengek minta refreshing, semua ini disebabkan karena kejadian semalam.

Flashback On

Malam itu Faiz langsung memberikan tespek kepada Lia, dia terus memaksa Lia agar segera mengetahui istrinya itu sedang mengandung atau tidak.

"Tapikan yang bagus pagi-pagi bib, sekarang udah malem." kata Lia kesal.

"Saya pengen sekarang dek, ayolah." Faiz tetap memaksa.

Akhirnya Lia mengalah dan segera berlalu, Faiz yang menunggu di kamar harap-harap cemas. Jika memang benar dugaannya maka dia akan bersyukur, jika tidak maka Faiz akan berbesar hati dan bersabar untuk kesekian kalinya.

Tak lama pintu kamar mandi terbuka, tampak Lia dengan wajah murung. Matanya berkaca-kaca, sudah dipastikan sebentar lagi bulir-bulir air itu akan meluncur bebas. Tidak ingin membuat istrinya semakin sedih, Faiz segera merangkulnya, sesekali membelai rambutnya agar merasa nyaman.

"Maaf." kata Lia lirih, wajahnya terus ditenggelamkan di dada bidang Faiz.

"Gakpapa dek, mungkin Allah belum percaya sama kita." Faiz berusaha membesarkan hati istrinya sambil membawanya ke tempat tidur.

Lia mengusap air matanya kasar, wajahnya tampak gusar. "Apa... apa kita kurang berusaha?" tanya Lia sangat pelan nyaris berbisik.

Faiz terdiam sejenak, dia memandangi wajah istrinya, sampai akhirnya tatapan Faiz tepat di manik mata Lia. Faiz selalu tenggelam dalam manik mata itu, rasanya dia telah terseret ke dunia lain yang membawanya ke lembah cinta penuh kasih sayang.

"Dek dengerin saya." kata Faiz sambil menangkupkan kedua tangannya di pipi Lia, "Kamu tau apa itu Man Jadda Wajadda?" tanya Faiz yang hanya dibalas dengan anggukan. "Apa artinya?"

"Siapa yang bersungguh-sungguh maka akan berhasil." jawab Lia tak berminat.

"Apa adek udah bersungguh-sungguh? Bukan, apa kita udah bersungguh-sungguh?" tanya Faiz lagi.

Lia terdiam dan memutuskan menunggu pembicaraan suaminya yang  kadang berbelit.

"Kalau adek percaya sama perkataan itu, maka itu saja belum cukup. Tambahkan kata Man Shabara Zhafira setelahnya. Adek tau apa artinya?" tanya Faiz lagi.

"Siapa yang bersabar akan beruntung." Lia menjawab gemas, ayolah tidak bisakah suaminya itu langsung berkata intinya saja?

Faiz tersenyum bangga, "Jadi intinya setelah kita berusaha maka serahkanlah semua kepada Allah, bukankah manusia hanya mampu berencana saja? Setelah kita berhasil melakukan sebuah pekerjaan, maka kita akan beruntung."

Lia berusaha mencerna kalimat itu, mungkinkah selama ini dirinya kurang bersabar? Helaan nafas terdengar, Lia melihat kembali tespek yang sedari tadi digenggamnya. Namun matanya membulat seketika, nafasnya memburu, sebuah rasa membuncah begitu saja. Perubahan ekspresi yang ditunjukan Lia membuat Faiz mengerutkan kening, seakan tau Lia hanya menunjukan tespeknya kepada Faiz yang dihadiahi binar kebahagiaan dari mata Faiz.

"Masya Allah, alhamdulillah, Allahu akbar." Faiz memeluk istrinya erat.

Jangan ditanyakan lagi bagaimana bahagianya kedua pasangan itu, setelah sekian lama di cecar dengan pertanyaan kapan punya anak, kini mereka telah dipercayakan sebagai calon orang tua.

"Bib ini...." Lia meneteskan air mata haru, bahkan lidahnya terasa kaku untuk sekedar melanjutkan kata-kata bahagianya.

"Ana uhibbuki fillah zaujaty." kata Faiz sambil mengecup kening Lia lama dan hangat.

"Wa anta uhibbuka fillah habib." balas Lia kembali memeluk suaminya.

Flashback off

"Habib yuk berangkat." kata Lia tepat di depan Faiz.

Bukannya bergerak Faiz malah melihat Lia dari atas sampai bawah, istrinya itu memakai baju serba merah. Mulai dari kerudung, gamis, hand sock hingga sepatu yang dikenakannya berwarna merah maroon.

"Apa gak akan terlalu mencolok kalau pake baju gitu?" tanya Faiz memastikan.

Lia hanya menggeleng, lagian dirinya memang sangat menyukai warna ini. "Ayo habib nanti keburu panas." rengek Lia.

Faiz yang mengetahui watak keras kepala istrinya hanya mengangguk dan segera menuju mobil lalu melaju. Tujuannya kali ini adalah ke rumah sakit untuk memeriksa kandungan Lia, walaupun Lia menolak namun Faiz tetap bersikeras dengan iming-iming belanja mengitari mall dan juga dinner diluar jika Lia menurutinya. Rayuan Faiz itu sukses membuat Lia menurut, bahkan dia jadi wanita yang sangat nurut kepada suaminya.

Sepanjang perjalanan Lia terus mengoceh, bahkan dia tidak peduli jika Faiz hanya membalas dengan kata 'iya' atau sekedar 'hm'. Cerita Lia sangat bervariasi, mulai dari awal dia menyukai doraemon, alasan dia menyukai warna merah, kenapa dia begitu tertarik dengan sastra, kenapa waktu itu dia memilih jurusan akuntansi, kejadian konyol apa saja yang menimpa dirinya, sampai sebuah cerita yang terdengar absurd di telinga Faiz.

"Gak kering tenggorokannya dek?" tanya Faiz yang hanya dibalas dengan gelengan.

Setelah dua puluh menit perjalanan, kini tibalah mereka di rumah sakit terkenal di kotanya. Tanpa menunggu lama Faiz dan Lia langsung melangkah ke ruang dokter kandungan untuk melakukan pemeriksaan.

"Usia kandungan bu Lia menginjak empat minggu, sebaiknya jangan terlalu banyak melakukan kegiatan apalagi jika sampai stress mengingat janinnya yang masih rentan." kata dokter itu.

Faiz dan Lia hanya mengangguk, sesekali mereka bertanya dan tersenyum saat semua rasa penasarannya telah terjawab. Sebagai sepasang suami istri, tidak ada yang lebih membahagiakan dari hadirnya permata indah yang bersemayam di rahim sang ibu.

"Mau langsung ke mall?" tanya Faiz setelah keluar dari ruangan.

Lia menggeleng, "Lia mau ke toilet dulu." jawab Lia yang hanya dibalas dengan anggukan.

Faiz memutuskan untuk menunggu di mobil, sedangkan Lia mencari wc terdekat. Lia terus menyusuri lorong hingga terlihatlah sebuah tulisan 'Toilet' dengan gambar wanita di sebelahnya.
Setelah itu Lia melangkah menuju mobil, namun ternyata tubuhnya menabrak seseorang hingga membuatnya hampir tersungkur, untung saja sebuah tangan kekar menahan badannya hingga tidak sampai menyentuh lantai.

"Maaf saya tidak sengaja." kata Lia sambil menundukan pandangannya.

Lia sangat merutuki kebodohannya, jika Faiz tau pasti dia akan mengomel. Bagaimana jika Lia kehilangan calon bayinya itu? Padahal dia sangat menantikan kehadirannya, namun dengan teledor dia melakukan kesalahan fatal.

"Terimakasih karena telah menolong saya." kata Lia lagi masih menatap lantai rumah sakit berwarna putih yang sedikit usang.

"Lia."

Suara itu membuat tubuh Lia menegang seketika, dia sangat mengenal suara itu. Dengan cepat matanya menatap orang yang ada dihadapannya, saat kedua mata itu bertemu dapat terlihat sorot mata kerinduan disana. Semua memori terputar begitu saja, hingga akhirnya Lia memutuskan kontak mata itu. Hatinya begitu sakit, matanya memanas hingga tanpa sadar sebulir air lolos begitu saja dari matanya.

"Apa kabar?"

Dua kata itu membuat telinga Lia berdengung, setiap denyutan jantungnya terasa sangat menyakitkan, saluran pernafasannyapun seakan mengecil hingga membuatnya sesak. Beberapa kali Lia membuka mulut, namun akhirnya tertutup lagi. Sedangkan orang dihadapannya hanya dapat menatap intens. Dengan segala keberanian Lia mencoba mengeluarkan suaranya.

"Kamu...."

°°°
Sering kali kita merasa sedih dan bahagia dalam satu waktu, lalu mengapa rasa sedih yang selalu mendominasi?
°°°

Assalamualaikum readers😊
Alhamdulillah akhirnya Lia hamil juga ya, doakan saja semoga bayinya lahir sehat walafiat. Aamiin😊

Btw orang itu siapa ya? Coba deh tebak😂 Konflik baru aja dimulai sayangku, maafkan kekejaman diriku ini ya:"

Penasaran sama kelanjutannya? Jangan lupa pencet 🌟 Kritik dan saran sangat ditunggu ya:)

TFR💕

Marhaban Habib [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang