4

850 47 0
                                    

Faiz POV

Waktu berlalu begitu cepat, dua minggu lagi saya akan mengakhiri masa guru magang dan kembali disibukan dengan ujian juga membuat skripsi. Seketika saya teringat dengan salah satu tanda- tanda kiamat, salah satunya adalah dimana waktu berlalu tanpa terasa. Subhanallah, mengingat itu saja membuat bulu kuduk saya merinding.

Siang ini saya mengajar kelas XI Akuntansi, seperti biasa saya lebih memilih olahraga di GOR (Gedung Olahraga) dibandingkan di lapangan. Itu semua bukan tanpa alasan, dikarenakan kelas yang saya ajari mayoritas akhwat jadi saya tidak tega melihat mereka disirami terik mentari yang menyengat.

"Assalamulaikum, hari ini kita akan belajar teknik dribling, passing dan shooting pada permainan bola basket." kata saya setelah memasuki GOR. "Silahkan satu orang maju kedepan, pimpin doa juga pemanasan."

Saat mereka sibuk dengan pemanasan, sayapun menyibukan diri dengan bola yang berada di depan. Sesekali saya mengawasi mereka hingga saya melihat dua orang yang setengah hati melakukan pemanasan. Orang itu selalu saja malas jika bagian olahraga, keduanya sangat pasif dan lebih memilih menepi terutama jika bagian senam lantai.

"Pak larinya berapa putaran?" tanya ketua kelas.

"Lima putaran."

Mayoritas menggerutu tapi tidak saya hiraukan, sambil menunggu saya kembali memainkan bola. Hampir tiga bulan saya mengajar di kelas ini, tapi saya hanya mengenal beberapa orang saja. Untuk ikhwan saya mengenal seluruhnya yang hanya berjumlah enam orang, sedangkan akhwat saya hanya mengenal beberapa, bahkan tidak ada satu per empatnya. Saya tidak terlalu tertarik mengenal mereka, apalagi saat ada yang berusaha mengenal saya lebih jauh. Sudah pasti saya langsung menjauhinya dan tidak akan berbincang dengannya kecuali urusan pelajaran.

"Sekarang kita akan mempelajari drible terlebih dahulu, apakah ada yang tau drible?" tanya saya saat seluruh siswa telah berkumpul dengan peluh yang bercucuran.

"Menggiring bola." jawab mereka serempak.

Tanpa membuang waktu saya langsung menyuruh mereka melakukan praktek dribling, kegiatan itu dilakukan selama tiga puluh menit. Begitu juga dengan passing dan shooting. Setelah melakukan itu semua, sisa waktu saya gunakan untuk mengetes secara mendadak. Banyak keluhan yang mereka lontarkan, namun akhirnya mereka hanya menurut.

"Amelia." saya mulai mengabsen murid satu persatu.

"Awan."

Suara tepuk tangan menggema, dia memang ketua kelas yang jago dalam bidang olahraga. Maka dari itu tidak heran jika anak kelas sangat mengunggulkannya.

"Semangat sayang."

Samar-samar saya mendengar suara itu dari salah satu siswi, walaupun saya tidak mengenali suara itu namun entah mengapa mata saya melirik ke arah siswi berjilbab hitam yang ada di belakang paling pojok. Wajahnya terlihat muram, sesekali dia memalingkan pandangannya, kadang hanya sekedar menunduk atau mengajak bicara teman di sebelahnya yang menggunakan jilbab putih.

'Jadi dia yang bikin anak itu menangis.' batin saya.

Sudah lima belas murid saya panggil, saya tidak terlalu memperhatikan para akhwat dikarenakan kerudungnya tidak menutupi dada. Itu sangat mengganggu saya, alhasil saya hanya meliriknya sekilas.

"Lia." panggil saya.

Dengan langkah gontai gadis berjilbab hitam itu mengambil bola basket dan mulai mendrible, untuk pertama kalinya saya melihat dia menikmati tes mendadak ini. Langkahnya mantap, tatapannya fokus pada bola. Dia melakukan itu semua tanpa ada beban, hingga saat shooting pun selama tiga kali berturut-turut bolanya selalu memasuki ring.

Marhaban Habib [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang