15

697 50 0
                                    

Ayam masih berkokok malu-malu, matahari belum mau menunjukan wujudnya tapi di waktu sepertiga malam ini selalu terasa hangat menurut dua pasangan yang telah menyatu. Tidak ada yang lebih membahagiakan di saat kedua orang telah mengakui perasaan cintanya dengan tulus dan ikhlas, semua terjadi begitu saja atas sentilan yang Maha Kuasa melalui perantara seorang uztad yang ada di televisi.

"Dek ayo bangun." suara bariton mulai membangunkan sang istri.

Merasa terusik, Lia hanya menggeliat dan bergumam tidak jelas. Matanya tetap tertutup rapat, dan selimutnya malah semakin ditarik menutupi sekujur tubuhnya.

"Kita sholat tahajjud bareng yuk." ajak Faiz dengan sabar.

"Bib, Lia masih ngantuk. Bentar lagi aja ya." jawab sang istri dengan mata terpejam.

Faiz dibuat gemas sendiri melihat kelakuan istrinya ini, karena setau dia selama tiga minggu sebelumnya Lia selalu rajin melaksanakan sholat malam tanpa harus dibangunkan.

"Dek ini peringatan terakhir, ayo bangun!" Faiz masih mencoba membangunkan dengan nada mengancam, tapi tak ada sedikitpun reaksi yang di dapatkannya.

Cup!

Satu kecupan singkat mendarat di bibir Lia, hal itu sukses membuat Lia membuka matanya sempurna. Detak jantungnya semakin menggila, rasa panas terus merembet di pipinya.

"Habib, udah berani ya cium-cium." renge  Lia saat sudah menetralkan detak jantungnya.

Faiz hanya tertawa dan membimbing Lia untuk menuju kamar mandi, dia tau istrinya itu pasti merasa sedikit ngilu karena perlakuannya semalam. Kejadian itu memang terus terngiang dipikiran Faiz dan Lia setelah bangun, terlebih Lia yang terus-terusan merasa malu.

Flashback on

Seusai sholat isya, Faiz dan Lia terus bercengkrama. Menikmati dinginnya malam dengan sedikit pelukan, ada rasa kaget dalam diri Lia saat mendapati suaminya yang cuek ini mendadak posesif. Sedari tadi pinggangnya terus dirangkul, saat makanpun ingin disuapi, katanya suaminya itu ingin tau bagaimana rasanya dimanja oleh sang istri.

"Tapi gak gitu jugakan  yang ada Lia ngerasa terkekang." gerutu Lia sedikit memanyunkan bibirnya.

Faiz terkekeh pelan melihat tingkah laku istrinya yang kekanakan, jauh di dalam lubuk hatinya Faiz terus bersyukur karena doanya selama ini telah terkabulkan.

Tanpa aba-aba Faiz memegang kedua pipi Lia, kedua mata itu saling tatap, mereka saling mengunci dan terlena dengan iris mata pasangannya. Faiz terus menatap wajah sang istri, bola matanya berbinar, bulu mata lentik, pipi yang tirus itu semakin mempertegas rahangnya tapi tetap terlihat lembut, dan juga bibir mungilnya yang berwarna pink natural.

Bagaimanapun juga hasrat lelaki Faiz mulai keluar, perlahan dia mengusap bibir Lia lalu mulai mengecupnya. Sedangkan Lia? Jangan tanyakan lagi bagaimana reaksinya, tubuhnya menegang seketika dengan mata yang membulat sempurna. Namun perlahan Lia mulai mengikuti permainan suaminya, lima menit yang berlalu singkat itupun diakhiri dengan raut wajah merona dari kedua belah pihak.

"Bib."

"Dek."

Kata mereka berbarengan.

"Habib dulu."

"Adek dulu."

Kata mereka  berbarengan lagi, yang membuat gelak tawa pecah seketika.

"Ladies first." kata Faiz sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Gak mau habib dulu T-I-T-I-K!" seru Lia tanpa bisa dibantah.

"Masya Allah dek, kamu ini ngegemesin banget. Saya cuma mau nanya apa alasan kamu manggil saya habib?" tanya Faiz mengalah.

Marhaban Habib [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang