25

1.2K 60 0
                                    

Seusai sholat malam, pasangan suami istri itu saling bermunajat mengharapkan segala sesuatu yang terbaik. Semua tenggelam dalam doanya, keheningan terus menyelimuti mereka sebelum pada akhirnya suara isak tangis terdengar.

"Adek gakpapa?" tanya Faiz.

Lia segera menggeleng dan mencium punggung tangan suaminya, dan seperti biasa Faiz langsung mencium kening istri tercinta. Satu minggu setelah kepulangan Lia dari rumah sakit, banyak sekali perbedaan yang terjadi dalam keluarganya. Mulai dari Lia yang menjadi lebih penurut dan perhatian, juga Faiz yang berusaha untuk membagi waktu antara kerja dan keluarga. Semua ini mereka lakukan untuk menciptakan sebuah keharmonisan.

"Maafin Lia ya habib." katanya setelah berhasil menetralisir segala perasaan yang bergejolak dalam dadanya.

"Buat apa dek?"

Lia terdiam sesaat, matanya menatap Faiz tepat di manik matanya. Sesaat mereka terlarut dalam kehangatan yang tercipta.

"Lia sadar kalau semua yang udah terjadi merupakan teguran dari Allah." kata Lia sembari tertunduk.

Faiz membelai kepala Lia yang masih tertutup mukena, "Apapun yang terjadi sudah digariskan dek, ada baiknya kita selalu bersyukur atas semua hikmah dibalik kejadian ini."

Lia langsung memeluk tubuh suaminya, dalam hati dia terus beristighfar. Tetapi pikirannya tidak dapat diajak kompromi, berbagai kilasan masa lalu terus memenuhi setiap ruang. Sesekali hatinya berdenyut aneh, rasa sesal dan bersalah selalu menggelayuti dirinya.

Di balik dada bidang Faiz, Lia kembali mengingat kejadian beberapa hari yang lalu. Pada saat itu Ulfah sedang menemaninya berbincang, sesekali mereka tertawa sebelum akhirnya suasana menjadi canggung karena seorang dokter memasuki ruangan.

Semuanya sontak terdiam, tidak ada yang mau mengeluarkan suaranya. Hanya mata yang saling menatap dan seakan-akan mewakili segala perasaannya, setiap tatapan yang diberikan memiliki arti yang berbeda.

Lia yang selalu memberikan tatapan layaknya orang yang tersakiti, Olivia memberikan tatapan seakan-akan dia yang paling bersalah, sedangkan Ulfah memberikan tatapan yang mengisyaratkan kebingungan.

Waktu seakan berjalan lambat, detik demi detiknya berlalu seperti siput.

"Ada apa ini?" tanya Ulfah pada akhirnya.

Lima menit telah berlalu tapi tak ada satupun jawaban, siapa yang tahu bahwa kini mereka tengah bergelut dalam pikirannya. Setiap orang saling menerka apa yan akan terjadi selanjutnya.

"Kayanya aku harus keluar, silahkan kalian berbicara." Ulfah memutuskan secara sepihak.

Tapi saat kakinya mulai melangkah, Lia langsung mencengkram tangannya. "Kamu disini temenin aku." kalimat pertama dikatakan oleh Lia.

"Jadi ada apa dokter kesini?" tanya Lia.

Bukannya menjawab dokter Olivia malah menangis sesenggukan, ingin sekali dia mengeluarkan semua yang mengganjal, tapi apa daya air mata ini sepertinya ingin segera keluar dari matanya.

"Sebaiknya kamu tenang dulu." Ulfah mulai menghampiri Olivia yang semakin terisak.

Kini peran Ulfah sebagai penengah, kehadirannya sangat membantu untuk mencairkan suasana.

"A...aku minta maaf." kata Oliv disela isak tangisnya.

Lia menghela nafas, jujur dia sudah bosan mendengar kata itu. "Gak ada yang perlu dimaafin."

"Please kak, sekali ini aja dengerin penjelasan aku. Sebenernya~"

"Gak ada yang perlu dijelasin." potong Lia.

Marhaban Habib [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang