13

669 47 0
                                    

Hampir tiga minggu Lia Farzana telah menyandang status istri, tetapi tak ada perubahan yang signifikan dalam hidupnya. Paling hanya menyiapkan baju sang suami saat akan mengajar dan juga menyalaminya, selebihnya hanya ada keheningan dan rasa canggung.

Semenjak percakapan terakhir itu Lia sama sekali tidak membuka hijab dihadapan suaminya, bahkan saat tidurpun setelan gamis syar'i yang selalu dia kenakan. Sesekali dia merasa gerah, namun apa daya, tidak lucu jika dia menjilat ludahnya sendiri.

Hal serupapun dilakukan oleh sang suami yang bernama Faiz Afnan Ichsandira, dia tidak menyentuh istrinya sama sekali. Bahkan percakapan yang terlontar hanya seperlunya saja, sesekali mereka melakukan adegan romantis dihadapan keluarga agar tidak menimbulkan kecurigaan.

Selama ini tidak ada yang mengetahui hal ini kecuali sahabat Lia, dia selalu menceritakan keluh kesahnya. Gengsi seakan menguasai dirinya, lebih tepatnya gengsi itu menyelimuti rumah tangganya hingga tidak ada keharmonisan yang tercipta. Entah sudah berapa kali Ulfah menasihati sahabatnya, namun yang dinasihati hanya mengangguk tanpa melakukan hal yang diperintahkan.

***

Lia POV

Adzan subuh berkumandang, tidak seperti biasanya setelah melaksanakan sholat tahajud aku kembali terlelap. Aktifitasku yang kian padat ini membuatku lelah, murid les privatku semakin  banyak, ditambah jarak rumah mereka yang cukup jauh. Walaupun begitu semuanya aku lakukan dengan ikhlas, terlebih hal itu aku lakukan agar tidak sering bertemu dengan seseorang yang kini telah menjadi pelengkap agamaku.

"Dek saya mau ke masjid dulu." suara bariton itu membuat kesadaranku pulih seketika.

Aku segera bangkit dan mencium tangannya, setelah kalimat salam terlontar tak ada lagi percakapan yang terdengar. Saat suamiku sudah tidak terlihat, aku segera melangkahkan kaki menuju kamar mandi untuk berwudhu.

Setelah itu diawali dengan takbir aku mulai melaksanakan sholat, aku memusatkan seluruh konsentrasiku untuk menghadap-Nya. Tak lama aku akhiri sholat ini dengan ucapan salam, seperti biasa seusai sholat aku memperbanyak istighfar, tak lupa mulutku berkomat-kamit mengucapkan dzikir.

Ku angkat kedua tanganku dan mulai memohon ampun atas segala dosa yang telah aku perbuat, juga mengucapkan serentetan keinginan yang aku dambakan.

Melaksanakan sholat sendiri terkadang membuatku semakin khusyu, aku merasa hanya ada aku dan Allah disini. Maka dari itu tak jarang jika tubuhku bergetar saat menghadap-Nya.

"Assalamualaikum."

Suamiku memasuki kamar, akupun hanya membalas salamnya dan membiarkan mukena ini terus menempel di tubuhku. Semua itu kulakukan bukan tanpa alasan, pasalnya aku sedang tidak mengenakan hijab.

"Sekarang saya harus berangkat pagi, kata bang Idan istrinya bakal kesini." katanya lalu menuju kamar mandi.

Tidak ada jawaban yang aku lontarkan, pikiranku melayang saat acara pernikahan bang Idan berlangsung.

Tepat dua minggu usia pernikahanku, bang Idan memutuskan untuk mengkhitbah seseorang. Katanya dia telah lama mencintai gadis pujaannya, dia tidak mau jika ada orang lain yang mendahuluinya.

Saat itu aku melancarkan aksi ngambek, bagaimana bisa bang Idan tidak menceritakan wanita impiannya? Namun dia selalu bisa menjawab pertanyaanku dengan tenang, namanya juga cinta dalam diam, masa harus cerita ke orang-orang. Begitu katanya.

Selama perjalanan menuju rumah calon kekasih halal bang Idan, aku terus menebak-nebak, siapakah wanita beruntung yang mendapatkan hati kakakku ini? Terlebih bang Idan tidak mau melakukan proses taaruf, katanya dia sudah sangat mengenal sifat wanita itu. Hal itu membuatku semakin penasaran, seharusnya aku mengetahui siapa wanita yang akan dipersunting oleh abangku ini.

Tidak membutuhkan waktu lama, semua pertanyaanku terjawab sudah. Dia adalah seseorang yang sangat aku kenal, dia adalah seseorang yang selalu menemaniku dikala susah maupun senang. Dia adalah Ulfah Alzahra, teman dunia dan akhiratku, in sha Allah.

Dua hari setelah menyatakan maksud kedatangan bang Idan, acara pernikahan langsung dilaksanakan. Rupanya Ulfahpun memiliki rasa dan selalu mengucapkan nama kakakku dalam sepertiga malam, sungguh bahagia kisah cinta mereka. Setau aku mereka selalu menjaga hatinya untuk satu nama yang tidak pernah aku ketahui siapa nama itu, memang Allah selalu menyiapkan skenario terbaik.

"Dek tadi bang Idan nelpon." kata suamiku yang membuatku tersadar.

"Ngomong apa?" tanyaku.

"Katanya Ulfah hamil." jawabnya sambil sibuk memilih baju.

"Alhamdulillah."

Aku tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan ini, sahabat dan kakakku ini ternyata sangat bahagia setelah menikah. Bahkan Allah sangat mempercayai mereka hingga sebuah janin bersemayam di tubuh sahabatku. Namun disatu sisi hatiku merasa tidak enak sendiri, bagaimana nasib pernikahan ini? Aku dan suamiku layaknya orang yang tidak saling mengenal, tidur satu ranjang hanyalah sebuah formalitas. Bahkan sholat berjamaahpun tidak pernah dilakukan, kecuali jika bang Idan tengah menginap di rumahku.

"Saya berangkat."

Aku hanya melihat suamiku sekilas lalu segera membereskan kamar, kegiatan selanjutnya kuhabiskan dengan menonton televisi. Karena jadwalku mengajar hari ini hanya ada di siang hari.

Rasulullah SAW bersabda, "Ketika diperlihatkan neraka kepadaku, aku lihat kebanyakan penghuninya adalah para wanita yang kufur. Ditanyakan, 'Apakah mereka kufur kepada Allah?' Beliau bersabda, 'Tidak, namun mereka kufur kepada suaminya dan mengingkari kebaikan suaminya.' (H.R. Bukhari)

Sikap istri yang ngambek dan kufur terhadap kebaikan suami termasuk dalam bentuk maksiat terhadap suami. Hal itu membuat sholat seorang istri tidak akan diterima, bahaya sekali bukan? Bahkan yang lebih menyakitkan lagi adalah istri yang menyakiti hati suaminya, itu akan mendapatkan sumpah serapah dari bidadari-bidadari surga.

Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang istri menyakiti hati suaminya di dunia kecuali istri suaminya dari kalangan bidadari yang bermata jeli dan akan berkata kepadanya, 'Janganlah kamu  menyakitinya. Semoga Allah membinasakanmu! Sebab, ia hanyalah tamumu, sebentar lagi ia akan berpisah denganmu dan akan menemui kami." (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Acara ceramah kali ini dengan telak menyindir diriku, entahlah kini aku merasa sangat berdosa karena telah mengabaikan suamiku. Padahal dia selalu mencukupi segala kebutuhanku, bahkan rumah yang sedang aku tempati ini merupakan hasil jerih payahnya. Ya Allah, maafkanlah segala kekhilafanku selama ini. Sungguh aku tidak mau berada dalam neraka-Mu, tapi akupun sadar, diriku belum pantas untuk berada di surga-Mu.

Seketika aku teringat akan perlakuan manisnya, waktu itu aku sedang kelaparan, tetapi untuk masakpun aku malas. Ingin memesan makanan, tapi hpku sedang berada di dekatnya. Alhasil aku hanya mengemil kerupuk hingga tandas, melihat hal itu suamiku berinisiatif memasak nasi goreng dan menyuruhku untuk memakannya.

Tidak hanya itu, saat aku tertidur di sofa, dia selalu menggendongku menuju kasur. Dengan lembut dia merebahkan tubuhku dan juga menyelimutiku, tetapi tak ada sedikitpun aksi modus yang dia lakukan saat aku mencoba untuk pura-pura tidur.

Apa yang harus aku lakukan sekarang? Sungguh kejam diriku, selalu membiarkan suami menyiapkan kebutuhannya sendiri tanpa mempedulikan keadannya. Ya Allah, ampunilah aku.

°°°
Saat telah menikah, suami bukanlah Tuhanmu. Tetapi surga dan neraka tergantung ketaatanmu kepada suami.
°°°

Assalamualaikum readers😊
Setelah ini apa yang akan terjadi antara pernikahan Lia sama Faiz ya? Mau lanjut apa udahan aja nih?😂

Penasaran? Jangan lupa pencet🌟 Kritik dan saran sangat ditunggu ya:)

TFR💕

Marhaban Habib [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang