23

599 32 1
                                    

"Mas." teriak seseorang dari dalam kamar.

Orang yang dipanggil segera menghampiri istrinya, tampak raut kekhawatiran mengingat istrinya yang tengah mengandung itu.

"Apa hm? Bisa gak jangan buat mas khawatir." kata Zaidan dengan ekspresi kesal.

Ulfah yang mendapati suaminya jengkel malah menunjukan cengiran tanpa dosa khas miliknya, hal itu membuat Zaidan mencubit kedua pipinya yang semakin chubby itu.

"Aduh mas sakit, nanti kalo pipi aku makin lebar gimana?" gerutu Ulfah.

"Ya baguslah kalo kamu makin gendut." Zaidan menimpali yang dibalas pelototan dari Ulfah. "Sayang bilang ke ibu kamu, mau dia badannya kaya gajahpun ayah bakal tetep cinta." kata Zaidan kepada jabang bayi yang dikandung Ulfah.

Blush!

Tanpa dapat dicegah pipi Ulfah sudah semerah tomat yang membuat Zaidan semakin gencar menggodanya, semua kejailan Zaidan terus berlangsung sampai sebuah deringan telepon membuatnya untuk menghentikan aktifitas itu.

"Assalamualaikum."

"...."

"Hm."

"...."

"Iya bentar lagi ke sana."

Setelah mengucapkan salam Zaidan langsung menyuruh Ulfah bersiap-siap, sedangkan dirinya lebih memilih untuk memanaskan mobil.

***

Ulfah POV

"Mas kita mau kemana?" tanyaku penasaran, karena sedari tadi suamiku hanya diam seribu bahasa.

"Nanti juga kamu tau." jawabnya yang membuatku kesal.

Untuk menghindari kekesalan yang semakin memuncak, akhirnya aku memutuskan untuk melihat jalanan yang padat itu. Helaan nafas keluar begitu saja, setiap hari pemandangan yang aku lihat adalah kendaraan yang saling menyalip ataupun terjebak macet, polusi ada dimana-mana dan juga para pedagang asongan yang mencari kesempatan untuk melariskan dagangannya.

Dari kejauhan aku melihat anak kecil yang sedang mengemis, kasihan sekali dia. Diusianya yang begitu muda, dia dipaksa untuk mencari uang dengan cara yang sangat mengenaskan. Seketika aku teringat dengan film Surat Kecil Untuk Tuhan yang di bintangi oleh Bunga Citra Lestari, dimana anak-anak harus mencari uang sesuai jumlah yang telah ditargetkan, jika tidak maka hukuman menanti.

Astaghfirullah, semoga saja anak itu melakukan semua ini untuk membantu kedua orang tuanya.

"Dek, kesini bentar." seruku kepada anak kecil yang mulai mendekat.

Aku segera memberikan selembar uang berwarna biru kepadanya, "Makasih tante." katanya yang membuat seulas senyum terbit di bibirku.

"Sama-sama sayang." jawabku.

"Semoga Allah membalas semua kebaikan tante, semoga segala urusan tante lancar." katanya yang hanya ku balas dengan kata aamiin.

Tak lama mobil kembali melaju, kali ini jalanan tidak begitu padat. Walaupun mobil tidak dapat berjalan cepat, namun masih dapat dikatakan lancar.

"Mas."

"Hm?" jawab suamiku dengan tatapan fokus ke depan.

Aku mendengus sebal, kalau saja bukan suami sudah kupastikan dia tidak dapat melihat indahnya dunia lagi. Eh, aku tidak sekejam itu. Sepertinya bawaan bayiku sehingga aku sangat sensitif jika diabaikan oleh mas Idan.

"Gak jadi." jawabku ketus.

Tidak ada jawaban.

Oh Allah, tolong berikan sedikit kesabaran pada diriku. Ternyata suamiku tidak jauh berbeda dengan  adiknya, jika sifat menyebalkannya keluar maka hancur sudah dunia persilatan ini.

Marhaban Habib [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang