9

643 43 5
                                    

Faiz POV

Lima tahun telah berlalu, setelah melewati berbagai macam hal kini saya telah menjadi guru tetap di SMK Wijaya. Sungguh kebetulan yang luar biasa, seminggu setelah wisuda saya mendapatkan panggilan dari sekolah karena salah satu guru olahraganya ada yang meninggal. Hanya butuh waktu tiga bulan masa pengetesan, akhirnya saya resmi bekerja disana. Alhamdulillah, maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?

Tidak hanya itu, salah satu murid yang saya ajari dulupun menjadi petugas perpustakaan di sekolah ini. Sesekali saya suka bernostalgia ala kadarnya jika tidak sengaja berbarengan, tidak ada yang lebih membahagiakan dibandingkan segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepada saya. Saat nafas berhembus saya selalu bersyukur karena telah diberikan kehidupan.

"Pak Faiz!" seru seseorang dengan nafas yang tidak teratur.

Gadis yang memakai gamis syar'i berwarna dusty pink itu memasang raut wajah yang sulit diartikan.

"Ada apa Ulfah?"

Ya dia Ulfah, salah satu murid saya yang bekerja menjadi penjaga perpustakaan.

"Saya baru dapat kabar, besok Lia akan menikah."

Bagai tersambar petir hati saya mencelos seketika, setiap malam saya menyelipkan namanya. Namun ternyata yang saya harapkan bukanlah jodoh saya, setiap denyutan terasa menyakitkan untuk kali ini.

"Dengan siapa?" saya sangat penasaran dengan sosok pendamping wanita idaman saya.

"Alvin."

Nama itu sangat tidak asing bagi telinga saya, dia adalah orang yang selalu mendekati Lia selama sekolah. Pada saat itu dengan sangat percaya diri dia mengatakan bahwa Lia adalah calonnya, dan kini terbukti sudah perkataannya.

Saya sudah kalah, memang percuma saja doa jika tidak didampingi dengan ikhtiar. Saya tidak dapat menyalahkan Allah, walau berat saya akan mencoba untuk berbesar hati.

"Bapak gakpapa?" tanya Ulfah saat saya tak kunjung berkata.

"Pukul berapa acaranya?" tanya saya.

Ulfah membuka undangan, "Akadnya besok jam delapan pagi pak." jawabnya.

"In sha Allah besok saya datang, apakah saya diundang?" tanya saya dengan bodohnya.

Ulfah mengangguk, walau tidak menerima undangan tapi katanya siapapun yang kenal dengan Lia boleh menghadiri pernikahan itu. Setelah itu saya meninggalkan Ulfah dan melangkahkan kaki ke masjid, saat ini saya butuh ketenangan.

Di atas hamparan sajadah saya berdoa, mencurahkan segala sesak yang terasa. Dalam keheningan saya curahkan apapun yang ada dalam pikiran saya, mencoba untuk berdamai dengan kenyataan dan berusaha mengikhlaskannya.

"Allahumma inna nasaluka nafsan muthamainnatan tu'minu biliqa ika wa tardha biqadhaa ika wataqna'u bi'atha ika." gumam saya setelah puas melepas semua rasa sesak.

Doa itu selalu saya ucapkan ketika saya membutuhkan ketentraman jiwa, arti dari doa itu kurang lebih wahai Allah sesungguhnya kami memohon kepada Engkau jiwa yang tenang, yang mempercayai adanya perjumpaan dengan Engkau, rela terhadap ketentuan Engkau, dan merasa puas dengan pemberian Engkau.

Perlahan saya memejamkan mata, berusaha mencari ketenangan namun rupanya bayangan masa lalu yang menghantui. Pada saat itu awal saya berjumpa dengannya, karena kebingungan saya akhirnya tabrakan itu tidak dapat dihindari. Saya masih mengingat kala dia mengomel, wajahnya yang bersungut-sungut membuat saya membatin. Beberapa kali saya melihat dia sedang sibuk dengan kegiatan organisasinya, beberapa kali pula saya melihat dia menangis entah itu masalah lelaki ataupun saat dia ada masalah dengan organisasinya.

Dia gadis tangguh, saat kedua orang tuanya tiada dia tidak pernah tergiur dengan pergaulan bebas. Yang ada dia sering mengasingkan diri di rumah-Nya, menangis tersedu-sedu lalu berusaha tersenyum saat ada temannya menyapa.

Dia gadis pintar, walaupun serentetan jadwal kegiatan saling bermunculan namun baginya buku tetaplah nomor satu. Sering sekali saya melihat dia diam-diam mengendap untuk kabur saat kumpulan organisasi, saat ditanya ada beberapa tugas dan ulangan menanti.

Dia gadis yang sangat perhatian, siapapun teman yang berada dalam kesulitan pasti dibantu. Tak jarang jiwa keibuannya keluar, mengomel dan sangat cerewet saat melihat kesalahan temannya. Biarpun begitu dia akan turut bersedih jika temannya sangat terpuruk.

Kekurangannya hanya satu, dia gadis yang tidak mudah peka. Entahlah, menurut saya dia tidak bisa membedakan siapa yang menyayanginya dengan tulus, atau hanya memanfaatkan. Banyak sekali anak yang memanfaatkan kepintarannya, menyuruhnya untuk mengerjakan tugas seorang diri, lalu mereka menikmati hasil dari pekerjaan itu.

Banyak mengingat tentangnya membuat saya semakin sesak, mungkin benar semakin mengharapkan makhluk-Nya semakin sakit pula rasa yang kita dapat. Pepatah itu juga benar, jika kita mencintai seseorang sisakan bagian hati untuk terluka.

"Maa fii qolbi ghairullah."

Suara itu tepat berada di belakang saya, dengan cepat saya membalikan badan. Mata saya membulat seketika, apakah dia... mana mungkin. Ini hanyalah khayalan saya semata, pasti.

"Ikhlaskan apa yang bukan milik bapak, saya yakin rencana-Nya jauh lebih baik. Semoga takdir membawa kita kepada kebaikan, aamiin."

Dia sangat nyata, matanya, senyumannya, suaranya. Tidak ada yang berbeda sedikitpun, gadis berbalut gamis syar'i berwarna merah maroon itu kembali memalingkan pandangannya

"Ka...kamu-"

"Pak Faiz." seseorang menyentuh pundak saya  "Maaf menganggu istirahat bapak, tetapi sekarang jadwal bapak mengajar." lanjutnya.

Saya mengerjap-ngerjapkan mata, ternyata saya sempat terlelap beberapa saat. Sungguh mimpi yang menyakitkan. "Iya sepuluh menit lagi saya kesana, kalian pemanasan dulu." kata saya pada akhirnya.

Saya terus beristighfar, hal ini tidak boleh menjadi penghalang kegiatan saya. Jika memang dia bukan jodoh saya, saya yakin Allah akan memberikan seseorang yang terbaik. Karena yang menurut saya baik belum tentu baik dimata Allah bukan?

Saya mencuci muka dahulu lalu segera menuju GOR, semua yang terjadi hari ini biarlah hanya saya dan Allah yang mengetahuinya.  Untuk menepati janji saya akhirnya saya segera menuju GOR.

"Gaes besok gue gak sekolah." kata gadis berkerudung abu dengan suara cemprengnya, sepertinya mereka belum menyadari kehadiran saya.

"Wah padahal besok bagian presentasi, emang lu mau kemana?" timpal yang lainnya.

"Besok tante gue nikah, nah gue jadi pager ayunya dong."

"Tante yang mana? Jangan bilang my bebeb Lia." seru lelaki bertubuh jangkung.

Gadis itu menganggukan kepalanya, sedangkan saya hanya mematung saat mendengar nama itu disebutkan.

"Jangan ngimpi ya, lagian om Alvin juga ganteng, sholeh lagi. Cocok lah sama tante Lia." paparnya.

"Om Alvin ngerebut jodoh gue gila, lagian kenapa bebeb Lia mau sama dia sih. Orang gak ada spesial-spesialnya gitu. Yang ada kesian gue sama bebeb Lia." cerocos lelaki itu lagi.

Gadis yang  diketahui keponakan Lia menuntut penjelasan, karena selama ini tidak ada yang menjelek-jelekan Alvin. Di mata keluarganya Alvin adalah sosok yang sempurna, paras rupawan, perawakan ideal, bisnis yang sukses dan juga sholeh.

Sedangkan lelaki yang menjelek-jelekan Alvin hanya dapat menggeleng kikuk, entahlah apa yang sedang dirahsiakan olehnya. Tapi saya yakin ada satu hal yang tidak beres, mungkinkah Lia akan terus tersakiti ketika pernikahan itu berlangsung? Semoga saja semuanya baik-baik saja, biarkan saya yang tersakiti dalam kasus ini.

°°°
Tidak ada satupun makhluk yang dapat menentang keputusan-Nya, termasuk saya. Asalkan kau bahagia, in sha Allah saya turut merasakannya. Selamat tinggal.
°°°

Assalamualaikum readers, part ini gimana? Doakan saja semoga Faiz bisa mengikhlaskan Lia ya, dan semoga Lia bisa hidup bahagia dengan Alvin. Aamiin:)

Btw kalian ikhlas gak nih kalau Lia sama Alvin? Atau mau sama Faiz aja?:v Penasaran kelanjutannya? Jangan lupa vote dan comment ya😊

TFR💕

Marhaban Habib [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang