Chapter - XXX

1.1K 83 9
                                    

Jennie tersenyum mendengar celotehan dari anak perempuannya, Jeon Somi. Anak dari pernikahannya dengan Wonwoo. Setelah kejadian sepuluh tahun lalu, Jennie tidak pernah melihat Daniel lagi. Ia mulai menerima Wonwoo dengan penuh perasaannya hingga dirinya menikah dengan Wonwoo.

Suasana rumah sakit terlihat begitu sunyi. Siang hari berganti menjadi sore hari. Dua jam lagi, Somi akan di jemput oleh kakek dan neneknya. Sepulang kerja mengurus perusahaan keluarganya yang kini telah dipegang olehnya dengan penuh menggantikan Wonwoo. Suaminya kini terbaring lemah di rumah sakit karena penyakitnya.

Tiga tahun lalu, Jennie baru mengetahui bahwa Wonwoo menderita gagal ginjal. Dara, mertuanya baru menceritakan mengenai apa yang diderita oleh Wonwoo. Selama ini Wonwoo hanya terus berganti ginjal.

"Ayah kapan sembuh, Bu?" tanya Somi anak perempuannya yang berumur lima tahun.

Tidak tahu apa yang harus ia katakan. Jennie hanya tersenyum. "Ayah akan sembuh kalau kita mendapatkan orang yang mau berbagi dengan Ayah." Jennie tidak tahu apa yang harus ia jelaskan. Anaknya masih terlalu dini untuk mengetahui apa yang dialami oleh Ayahnya, Wonwoo.

"Kalau gitu, Somi mau berbagi untuk Ayah. Somi kangen main sama Ayah. Kangen digendong sama Ayah, kangen jalan-jalan berdua sama Ayah, kangen main sepeda sama Ayah dan kangen sama pelukan Ayah."

Jennie menggeleng pelan. "Orang yang berbagi untuk Ayah harus yang disetujui oleh Dokter. Kalau enggak nanti Ayah semakin parah," jelas Jennie. Ia mengangkat Somi dan menggendongnya. "Somi harus berdoa supaya ada yang mau berbagi dengan Ayah."

Somi mengangguk mengerti. "Ya Tuhan. Tolong berikan orang yang mau berbagi kepada Ayah. Somi ingin bisa bermain dengan Ayah lagi."

Jennie mencium kedua pipi anaknya. "Kita ke ruang Ayah sekarang," katanya yang berjalan menuju kamar rawat Wonwoo.

Tidak ada air mata yang mungkin tidak akan turun bagi Jennie. Melihat kondisi Wonwoo dari kaca yang berada di pintu membuat Jennie takut akan rasa kehilangan. Wonwoo memang bukan pria yang ia cintai, tapi ia menyayangi pria itu. Semoga kita dapat menemukan orang yang mau mendonorkan ginjal untukmu, batin Jennie.

"Somi belum pulang?" suara Wonwoo yang berat namun terdengar lemah.

"Somi ingin menjaga Ayah di rumah sakit."

Wonwoo menggeleng. "Semakin malam akan banyak bakteri pembawa penyakit. Nanti kalau kamu sakit siapa yang menemani Ibu nanti?"

"Somi!" Somi menjawab pertanyaan Ayahnya dengan lantang. "Somi akan menjaga Ibu sampai Ayah sembuh! Pokoknya Somi akan mencari orang yang mau berbagi untuk Ayah!"

Berbagi? Untukku? batin Wonwoo. Matanya menatap ke arah Jennie untuk menerima penjelasan. Ia mengangguk mengerti saat Jennie menunjuk pinggang sebelah kirinya.

"Orang berbagi itu sangat sulit Sayang. Dia harus sehat dan mau berbagi dengan Ayah. Apalagi kalau keluarganya menolak."

"Kenapa orang berbagi untuk Ayah susah? Bukankah Ayah sama Ibu mengajarkan Somi untuk berbagi?" tanya Somi.

Wonwoo tersenyum, ia mengelus rambut Somi. "Ada beberapa hal untuk itu Sayang. Kamu belum saatnya untuk tahu. Sekarang Ayah tanya, kamu sudah belajar sampai mana?"

Somi terlihat berpikir sejenak. Ia tersenyum sebelum menjawab pertanyaan Wonwoo. "Somi udah bisa baca. Somi udah bisa berhitung sama perkalian lima," katanya dengan bangga.

Wonwoo bertepuk tangan dengan pelan. "Anak Ayah pintar. Jangan lupa nanti minta ajarkan bajasa Inggris sama Ibu ya?"

Somi mengangguk. "Somi mau belajar yang banyak! Mau jadi dokter! Biar bisa nyari orang yang mau berbagi sama Ayah!"

"Anak Ayah sama Ibu hebat!" puji Wonwoo. Ia tersenyum memandang Somi dan Jennie bergantian. Apakah aku sanggup untuk meninggalkan mereka berdua?

I DONT CARE

Suasana pagi hari yang cerah, membuat Jennie mengajak Somi untuk bermain di taman rumah sakit. Hari libur biasanya Jennie akan membagi waktunya untuk merawat dan mengajak bermain anaknya di rumah sakit. Ia tidak ingin merepotkan orangtuanya dan Wonwoo, sebisa mungkin ia akan menjaga dan mengajak bermain Somi saat kedua orangtuanya datang untuk menjaga Wonwoo.

Jennie menyerahkan boneka beruang kepada anaknya. Melihat jam yang menunjukkan waktu untuk Wonwoo beristirahat, Jennie bergegas untuk memastikan bahwa Wonwoo beristirahat dengan benar. Ia harus menjauhkan buku-buku yang ada di ruang rawatnya, apabila tidak maka Wonwoo akan terus membaca dibandingkan istirahat.

"Sayang. Ibu lihat Ayah sebentar ya."

Somi mengangguk. Ia melambai kecil kepada sosok Jennie yang masuk kembali ke rumah sakit. Ia menata boneka-bonekanya untuk duduk berjajar di bangku taman. Menyiapkan secangkir teh untuk pesta teh yang ia adakan dengan bonekanya.

"Hai adik kecil. Kamu sedang main apa?"

Suara berat seorang pria mengalihkan atensi Somi. Pria berbadan besar dengan senyum yang memperlihatkan gigi kelinci tepat berada di depannya. Dia berada di belakang bangku yang berhadapan langsung dengan Somi, dengan kedua tangan berpegangan pada sandaran bangku taman. Somi yang melihat pria besar itu langsung kembali mengalihkan atensinya kepada boneka-bonekanya. Pesta teh lebih penting dibandingkan dengan pria yang tidak dikenalnya.

"Kok Om dicuekin?" tanya pria itu lagi.

Tidak ada jawaban dari Somi. Gadis kecil itu masih setia dengan potongan daun-daun yang kemudian dimasukan ke dalam teko teh mainannya.

"Om kenal loh sama Ayah Ibumu."

Mendengar pria itu menyebutkan kedua orangtuanya. Somi mengalihkan atensinya kepada pria itu. "Om. Jangan berbohong. Itu dosa. Kata Ayah sama Ibu, Somi enggak boleh berbicara dengan orang asing. Apalagi kalau orang itu mengaku berteman dengan mereka."

Pria itu tersenyum. "Kamu enggak percaya?"

Somi menggeleng. Ia kembali dengan kegiatannya bermain pesta teh dengan boneka kesayangannya. Sebuah foto terjulur tepat di depan wajahnya. Foto kedua orangtuanya dan juga pria itu dengan pakaian sekolah yang sama.

"Ayah... Ibu..." kata Somi seketika melihat foto tersebut.

"Percaya enggak sekarang? Ayah ini mantannya Ibu kamu dan saingannya Ayah kamu. Om Daniel," Daniel memperkenalkan dirinya. Pria yang semenjak tadi mengajak Somi berbicara dan memperhatikan Somi sebelum Jennie pergi.

"Om Daniel? Temannya Ayah sama Ibu? Terus mantan itu apa? Saingan Ayah? Om jahat dong?"

Daniel tersenyum. Ia ingin sekali tertawa mendengar pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari Somi. "Om enggak jahat. Om itu saingan Ayah kamu di sekolah," jelas Daniel. Enggak mungkin gue bilang saingan memperebutkan Jennie. Gue enggak mau merusak pikiran anak kecil ini, bisa-bisa kalau mereka berdua tahu bisa dihantam gue, batin Daniel.

"Terus kenapa Ibu enggak saingan Om juga? Kan di sekolah saingannya."

Kalau anak dari dua orang yang tingkat kepintarannya berbeda begini apa ya? Nanya mulu, batin Daniel.

Daniel berpindah posisinya di samping Somi. Ia berjongkok tepat di sampingnya. "Karena Ibu kamu perempuan. Om enggak mau saingan dengan Ibu kamu, Ayah kamu lebih seru."

Somi mengangguk. "Tapi Ayah lagi sakit," Somi berkata dengan pelan.

Daniel menutup kedua matanya. Mendengar perkataan Somi, ia tahu bagaimana perasaan gadis itu. "Ayah kamu pasti sem..."

"Somi! Somi..." suara seorang wanita memanggil Somi. Daniel melihat dari balik bangku taman. Ia dapat melihat mantan gurunya yang sekaligus Ibu dari Wonwoo berlari menuju ke arahnya. "Da... Daniel?"

"Ada apa Tante? Kenapa terburu-buru seperti ini?"

"W... Won... Wonwoo... Di... Dia..."




To Be Continued

Published June 19th, 2019

I DONT CARE (Kang Daniel x Kim Jennie) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang