Alaska dan Utara.

63 2 0
                                    

Kali ini ia tidak menjawabku. Hanya saling merunduk dan melihat kemana tau. Mencari pelarian-pelarian lain.

Aku membuka pembicaraan :
"Kamu tau? Alaska yang dingin? Ia pernah hangat dan menumbuhkan bunga. Kutub yang beku? Ia mencair sedikit demi sedikit."

Ia :
"Kamu berbohong. Ia tidak pernah begitu."

Ia.
Yang berdiri dihadapanku kali ini.
Adalah Alaska yang selalu ingin aku kunjungi.
Dengan aurora indah dan suhu dingin yang tetap menyejukan pemikiran.

(Namun) ia.
Nyatanya bukan Alaska.
Ia hanyalah bongkahan dari kutub.
Dengan pemikiran sedingin es yang hidup di dalam kepalanya.

Akupun menjawab :
"Ah benar. Kamu adalah kamu dan pemikiranmu yang sekeras batu. Sambil tetap membawa dinginmu dari Utara. Bagaimana jika aku egois sayang?"

Ia :
"Apa gerangan yang ingin kau egoiskan? Aku merasa semua baik. Kita telah cukup. Aku denganmu. Dan kamu denganku."

Diriku (lagi) :
"Kamu selalu merasa baik. Membohongi diri sendiri dengan merasa tidak ada yang terjadi. Lihat pekarangan rumah depan. Mereka dingin disapu angin Utaramu. Aku tau kamu senang dengan fikiranmu. Tapi sudah cukup."

"Kembalilah........."

"Sini........"

"Aku telah membereskan meja. Menyiapkan makanan hangat. Mari santap bersama."

"Tolong lupakan Utara yang berkecamuk dalam dirimu. Dan membekukan kita disini."

"Jika kamu setuju. Aku akan melupakan Alaska. Dan kita memulai semuanya kembali."

Namun. Suara pintu ditutup pun sayup terdengar ditelingaku.



Ah ternyata dia pergi.














Aku sudah tidak bisa menahannya lagi.

















Kini. Aku hanya bisa memandangimu dari tulisan-tulisanku saja.

Bersama memori yang sepertinya beku dan keras.









Seperti pemikiran Utara mu.

Sudah ya.

Sepi Daku.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang