21

734 150 43
                                    

Happy reading

Tekan 🌟 sebelum membaca

.
.
.

Plakkk

"Jaga bicaramu Park Jihoon!!" ucap tuan Park menaikkan suaranya. Wajah tua bangka itu memerah, manik coklatnya menajam memandangi salah satu putranya.

Tuan Park membawa keluarganya kedalam suatu ruangan, dimana hanya ada mereka yang akan menyelesaikan masalah kekeluargaan itu.

Sementara keluarga Nakyung berada diruang tamu.

Jihoon berdesis sakit, tamparan di pipinya tidak main-main. Pipinya membiru dan sudut bibirnya mengeluarkan cairan berbau amis.

"Aku tidak pernah mendidik seorang anak pembengkang sepertimu.. Ck, apa? Kau bilang memuakkan? Apa begitu caramu berbicara dihadapan calon mertua Woojin."

"Aeboji!" panggil Woojin. Kedua tangannya mengepal di bawah sana.

Dia marah. Tentu saja marah.

Woojin tidak menginginkan perjodohan itu, apalagi dia dijodohkan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

"Ayah seharusnya tahu jika aku menyukai Nakyung. Bukankah sebagai seorang ayah, kau menyadari perasaan putramu?" Jihoon menoleh, memandang tajam ayahnya.

"Apa aku harus menjodohkan Nakyung padamu sementara dia tidak pernah mencintaimu Park Jihoon?!"

Jihoon memutar matanya malas. Jika Nakyung tidak menyukainya lalu apa bedanya dengan Woojin yang tidak menyukai gadis itu. Apa Woojin sangat berharga di keluarga ini?

Mereka hanya melihat Woojin, dan tak pernah melihat Jihoon.

"Berhenti berbuat masalah Park Jihoon. Biarkan malam ini berjalan sesuai recanaku. Jika kau ingin di jodohkan seperti Woojin, kau hanya perlu menunggu waktunya. Ada saatnya aku akan memilihkan wanita yang pantas untukmu."

"Dari segi apa anda mengetahui wanita yang anda pilihkan adalah yang pantas untukku? Kau bahkan tidak betul bagaimana sifat putramu."

Mata tua bangka itu melotot. Urat-urat pada lehernya menonjol kuat disana. Sangat jelas jika ia begitu marah dengan sifat Jihoon saat ini.

"Aku tidak pernah memiliki anak sepertimu Park Jihoon. Aku merasa putraku bernama Park Jihoon telah mati."

Manik hitam nyonya Park membulat. Air matanya mengalir tanpa di suruh, hatinya mencelos tidak terima mendengar tuan Park mengatakan hal sesakit itu pada putranya sendiri.

"YAKKK PARK SUN HO!!! Hentikan, kau menyakiti hati putraku." wanita itu memukul dada pria tua bangka itu secara brutal.

Kalimat itu terlalu menyakiti dirinya yang notabane adalah seorang ibu.

Bagaimana bisa pria itu menyebut Jihoon telah mati sementara pemuda itu berdiri tegap di hadapannya.

Jihoon menaikkan rambutnya keatas. Menghembuskan nafasnya dengan kasar.

Dia tidak menyangka. Sangat tidak menyangka apa yang telah di ucapkan ayahnya untuk dirinya.

Mati?

Jihoon menggelengkan kepalanya perlahan dan tersenyum miring.

Di langkahkan kakinya dengan kasar meninggalkan tempat itu.

Rasanya pengap, dan Jihoon butuh udara.

"Kau sungguh keterlaluan Sunho. Dia putramu, bisa-bisanya kau mengatakan hal sekeji itu padanya?!"

The Demon || • P.jh K.sh ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang