"Kau sudah selesai. Kemarilah! Aku baru saja selesai membuat sarapan."
Aku bersyukur bertemu dengan Mrs. Rivendell. Selain sudah bersedia menampungku di rumahnya yang sederhana, dia juga menyuruhku untuk membersihkan diri dan memberiku pakaian (pakaian milik anak laki-lakinya yang sudah kekecilan. Tapi aku tidak protes). Sekarang dia menyuruhku duduk untuk sarapan. Oh Tuhan, terima kasih. Maksudku, apa Mrs. Rivendell sama sekali tidak curiga padaku? Aku ini kan muncul tiba-tiba di depan pintunya pada saat subuh. Oh, lupakan saja. Aku hanya bisa berterimakasih dan mengucap syukur berulang kali.
"Terima kasih banyak atas bantuanmu, Madam." Aku mengucapkannya sambil duduk.
Mrs. Rivendell menempatkan sepiring omelet di depanku dan menyuruhku makan. Aku menyambutnya bahagia. Karena jujur saja, setelah memuntahkan isi perutku tadi, aku merasa lapar sekali.
"Kau sudah merasa lebih baik?" tanya Mrs. Rivendell saat aku sudah selesai makan.
"Yeah, lebih baik dari tadi. Aku sungguh-sungguh berterimakasih pada Anda."
Mrs. Rivendell melambaikan tangannya dengan tidak sabar, "Oh, sudahlah. Nah Jardine, jadi kau sama sekali tidak ingat bagaimana kau berakhir di gang ini?"
Aku menggeleng dengan sedih, "Sayangnya tidak. Aku terbangun di tengah gang, seluruh tubuhku sakit dan kepalaku benjol. Entahlah, mungkin aku membenturkan kepalaku pada sesuatu. Lalu aku muntah. Dan yeah, saat mencoba mengingat apa yang terjadi padaku, semua berputar-putar dan bersinar. Aku tidak menemukan petunjuk apapun di sekitarku."
Mrs. Rivendell mengangguk paham. Kemudian dia mengatakan bahwa dia akan membawaku ke dokter setempat untuk diperiksa lebih lanjut. Aku menolaknya, mengatakan bahwa mungkin ini hanya shock biasa dan besok aku sudah mengingat dimana rumahku sehingga aku bisa pulang. Aku tidak mau merepotkannya lebih lanjut. Tapi Mrs. Rivendell menegaskan padaku bahwa cedera kepala sama sekali tak bisa diabaikan.
Akhirnya aku menyerah, lebih baik aku mengiyakannya saja. Aku berjanji pada diriku sendiri bahwa setelah aku ingat semuanya, aku akan membalas semua kebaikan Mrs. Rivendell.
Beberapa saat kemudian, terdengar langkah kaki menuju dapur. Muncullah seorang pemuda—mungkin seumuranku—dengan rambut hitam dan kulit sewarna zaitun, mirip sekali dengan Mrs. Rivendell. Dia masih memakai piyamanya, tampak lelah dan rambut hitamnya mencuat ke segala arah. Matanya yang berwarna hazel setengah menutup karena kantuk.
Dengan langkah menyeret sekali lagi, dia duduk di sampingku tanpa memperhatikan keadaan sekitarnya. Lalu dia menyapa Mrs. Rivendell, "Pagi, Mum."
"Pagi juga untukmu, Gale." Mrs. Rivendell beranjak dari kursinya dan menyiapkan sarapan untuk Gale Rivendell. Setelah memberikan sepiring omelet, dia berkata, "Bagaimana perasaanmu?"
Gale Rivendell mulai makan dan mengangkat bahu. Rupanya dia masih belum menyadari ada orang lain di meja makannya. Kemudian dia menjawab, "Aku baik-baik saja. Shane baru saja meneleponku untuk memberi tahu shift kerjaku hari ini."
Mrs. Rivendell tampak tidak setuju dengan ucapan itu, "Tidak. Kau tidak boleh bekerja, Gale. Kau masih sakit dan aku tidak mau kau semakin sakit karena kelelahan."
"Sudah kubilang, kan. Aku tidak apa-apa. Lagipula jika aku tidak bekerja, kita tidak punya uang."
"Aku masih punya uang, Sayang. Dan aku ingin membawamu ke dokter. Kebetulan Jardine juga harus ke dokter."
Gale Rivendell mengangkat wajahnya, dia terlihat kesal. Lalu mulai berbicara dengan suara yang menekan amarah, "Mum. Aku tidak perlu ke dokter. Aku merasa baik-baik saja. Kau bisa menyimpan uang itu untukmu, oke? Dan siapa itu Jardine?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
DO YOU EVER WONDER?
General Fiction"Pernahkah kau bertanya-tanya apa jadinya dunia ini tanpa dirimu, Gale? No?" Jardine Roxen terbangun di Soho tanpa mengingat bagaimana dia berakhir di tempat itu. Dan Gale Rivendell tidak menyukai kehadiran Jardine yang dianggap mengusik hidupnya. ...