Twenty

42 3 4
                                    

Mengalami cedera di kepala dan 'hilang ingatan sementara' merupakan kutukan terburuk yang diperoleh seseorang. Aku masih mengingat semua detail tentang diriku sendiri. Masalah personalku seperti cara berpakaian, cara berbicara, cara bersikap—aku mengingatnya sejelas aku melihat sinar matahari di siang hari. Namun ada beberapa ingatan yang tetap 'hilang', ingatan yang terkubur di suatu tempat di bagian lobus otakku. Salah satunya adalah ingatan tentang bagaimana aku menjalani hidupku selama setahun terakhir sebelum aku bertemu Zander. Sekeras apapun aku berusaha, aku tetap tidak dapat mengeluarkan ingatan itu.

Beberapa hari setelah kejadian hampir berciuman dengan Gale Rivendell, aku banyak menghabiskan waktu untuk mengingat bagaimana hidupku sebelum aku bertemu dengan Gale Rivendell dan Zander Khoury. Aku bertanya-tanya apakah hidupku memang sudah serumit ini sebelumnya. Aku juga bertanya-tanya apa yang sedang kulakukan sekarang. Mengapa aku tidak keluar dari kota ini dan kuliah? Mengapa aku tidak hidup di sebuah flat sederhana dan bekerja mati-matian untuk membayar berbagai tagihan? Mengapa aku masih berada di kota ini dan masih hidup bersama kedua orang tuaku padahal jelas-jelas aku sudah legal untuk mengurusi hidupku sendiri? Dan mengapa aku masih memikirkan ciuman tersebut dan terus menyesali kenyataan bahwa hal itu belum sampai terjadi?

Aku menggelengkan kepala dan berusaha mengusir bayangan itu, "Astaga, astaga, astaga. Aku bisa jadi gila. Aku harus keluar dari sini."

Kuputuskan untuk melakukan sesuatu agar pikiranku bisa beralih dari kejadian selama satu bulan yang membingungkan ini. Aku benar-benar harus pergi menjauh dari situasi ini atau aku akan berubah menjadi mad woman. Aku turun ke dapur untuk mencari Mum dan menanyakan beberapa hal.

"Mum?" panggilku dengan suara keras.

Tidak ada jawaban. Mum juga tidak ada di dapur. Aku memanggilnya lebih keras lagi. Ketika aku memanggil Mum untuk keempat kalinya dengan suara yang semakin tinggi, barulah dia menjawabku.

"Aku di kebun belakang, Jardine dan berhenti berteriak!"

Aku memutar bola mata. Mum menyuruhku berhenti berteriak padahal dia baru saja berteriak. Kemudian aku melangkahkan kakiku ke arah kebun sayuran yang ada di belakang rumah. Kebun itu adalah harta Mum. Dia menanam bermacam sayuran di situ, merawatnya sendiri jika dia sedang tidak sibuk mengurus pekerjaannya, dan memaksaku untuk ikut berpartisipasi hanya karena dia jengkel melihatku moping around di dalam kamar tanpa tujuan jelas. Mum bersikeras menanam sayuran di daerah suburban padat penduduk karena menurutnya, sayuran organik miliknya jauh lebih baik daripada sayuran yang dijual di Tesco atau bahkan di toko sayuran segar. Aku tidak terlalu peduli pada hal-hal semacam itu. Bagiku rasa sayuran sepertinya ya begitu-begitu saja. Tidak ada yang spesial.

Mum sedang melemparkan dua brokoli hijau ke keranjang saat aku sampai di kebun belakang. Aku mengernyit melihat tumpukan sayuran lain di keranjang itu.

"Ingatkan aku," mulaiku dengan hati-hati, "Apakah ada acara amal untuk sesuatu, Mum?"

Mum menolehkan kepalanya padaku dari posisinya yang berjongkok di tanah, "Tidak, tidak ada. Apa yang membuatmu berpikir begitu?"

Aku mengedikkan dagu ke tumpukan sayur di sebelahnya, "Kita tidak mungkin makan semua sayur itu, kan? Kecuali jika kita beralih menjadi vegetarian."

"Kau diam saja. Nah sekarang," Mum berdiri lalu mengibaskan tanah dan melepas sarung tangan berkebunnya, "Kenapa kau berteriak-teriak tadi, hmm?"

Aku berkedip beberapa kali untuk mengingat apa yang akan kutanyakan pada Mum. Cedera kepala tolol ini tidak hanya membuatku lupa pada beberapa hal dalam hidupku tapi juga membuatku sulit mengingat hal baru yang sedang atau akan kulakukan (catatan untuk kalian, jangan membenturkan kepalamu di aspal karena alasan apapun karena lupa ingatan benar-benar menyebalkan).

DO YOU EVER WONDER?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang