Twenty Seven

46 3 0
                                    

Dari sekian banyak hal yang bisa ditakuti oleh seseorang, Gale Rivendell justru memilih takut pada kenyataan. Ini tidak masuk akal bagiku karena well, kenyataan adalah bagian dari hidup. Aku dan semua orang di dunia ini hidup dalam kenyataan. Jika Gale Rivendell mengatakan dia takut pada kenyataan, sama saja seperti dia takut pada hidup itu sendiri.

"But why?" tanyaku bingung.

"Karena kenyataan adalah hal paling menakutkan yang pernah ada. Kenyataan itu pahit, kejam, dan tidak berbelas kasihan," Gale Rivendell memainkan pemantik api di tangannya, "Seperti saat ini, kenyataan bahwa kau ada di sini sekarang membuatku khawatir."

Aku berkedip beberapa kali, merasa lebih bingung lagi. Apakah Gale Rivendell takut padaku? Itu absurd karena aku sama menakutkannya seperti anak kucing. Dalam artian lain, tidak ada yang menakutkan sama sekali pada diriku.

Gale Rivendell berhenti memainkan pemantiknya dan menoleh padaku, "Kurasa kau menyusulku ke sini bukan untuk membicarakan alasan mengapa aku merokok. Apa yang ingin kau bicarakan, Jardine?"

"Oh, memang bukan," ucapku, segera teringat dengan tujuan utamaku kemari, "Gale, surat penerimaan dari King's itu—apa kau yakin kau tidak ingin mengambilnya?"

Rahang Gale Rivendell menegang. Kemudian dia mengalihkan pandangannya dariku, "Ya."

"Kenapa? Bukankah ini kesempatan bagus? Kau pernah bilang padaku bahwa kau ingin melanjutkan kuliah untuk memperoleh pekerjaan yang lebih layak."

Gale Rivendell mengatakan itu beberapa hari yang lalu. Aku mengingatnya karena saat ini kami duduk di tempat yang sama ketika Gale Rivendell menyampaikan keinginannya tersebut. Dia memandang langit sore yang semakin gelap. Angin meniup rambutnya pelan, membuatnya semakin berantakan. Detik demi detik berlalu dan aku semakin tidak sabar menunggunya bicara.

"Tapi aku tidak bilang di King's, bukan?" akhirnya dia bicara meskipun aku bisa mendeteksi kejengkelan dalam suaranya, "Aku tidak pernah mendaftar ke sana meskipun aku ingin karena aku tahu aku tidak mampu."

"Shane sudah mengusahakan beasiswa untukmu dan kau mendapatkannya, Gale."

Gale Rivendell mendengus, "Oh ya. Shane the Saint. Dia pikir hal itu akan membuatku senang, begitu?"

Aku tersinggung dengan caranya menyebut kakakku. Shane the Saint. Gale Rivendell melontarkan kata tersebut dengan menghina.

Sebelum aku mengatakan sesuatu untuk menegurnya, Gale Rivendell berdiri, berjalan mondar-mandir di depanku dan berkata, "Aku tahu dengan pasti jika aku tidak bergelimang harta, aku tidak punya apa-apa, tapi bukan berarti aku tidak bisa memutuskan sendiri bagaimana aku harus menjalani hidup," dia menunduk dan menatapku dingin, "Tell your insufferable brother to get a fucking life and get his nose out of my fucking business."

Aku terperangah. Aku tahu apa yang dilakukan Shane tidak benar. Maksudnya memang baik tapi seharusnya Shane membicarakan hal itu sebelum mengambil keputusan besar dan mendaftarkan Gale Rivendell ke King's College London. Namun cara Gale Rivendell menyikapi ini juga tidak benar. Dia membuat seolah Shane memaksanya untuk melakukan hal yang buruk.

"Bisa-bisanya kau—" aku berdiri supaya bisa memandang Gale Rivendell tepat di mata— "bisa-bisanya kau bersikap seperti itu pada Shane? Dia hanya ingin membantumu, Gale. Semua yang dia lakukan untukmu... holy shit, tidak bisakah kau menghargainya sedikit saja?"

Langit semakin menggelap tapi aku bisa melihat Gale Rivendell dengan jelas, pandangannya semakin dingin dan menusuk, "Apakah Shane yang menyuruhmu mengatakan itu? Apakah dia menyuruhmu untuk membuatku menghargai setiap hal yang pernah dia lakukan untukku?"

DO YOU EVER WONDER?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang