Aku pasti sedang bermimpi. Sebentar lagi aku akan membuka mata karena suara Mum yang meneriakkan bahwa sarapan sudah siap. Sebentar lagi aku akan membuka mata dan menatap langit-langit kamarku. Sebentar lagi aku akan membuka mata dan mengutuk diriku sendiri karena bisa-bisanya aku bermimpi sedang mencium Gale Rivendell. Lalu aku akan mengutuk Gale Rivendell juga karena berani-beraninya dia masuk ke dalam mimpiku dan menciumku begitu saja.
This is a dream, right?
Aku menggerakkan bibir untuk mengatakan sesuatu dan merasakan hembusan nafas yang hangat menerpa wajahku. Aku menarik nafas tajam, seketika aroma tubuh yang bercampur dengan aroma pastry, asap rokok, dan sesuatu yang maskulin memenuhi indra penciumanku. What the fuck. Aku membuka mata. Wajah Gale Rivendell adalah hal yang pertama kali kulihat. Dia sedikit memundurkan wajahnya, membuka mata, dan senyuman malas terbentuk di bibirnya. Kedua tangannya berada di sisi wajahku, sedangkan kedua tanganku (tanganku! Ya Tuhan, dasar tangan pengkhianat!) mengepal dan menempel di dadanya.
Fuck. Fuck. FUCK. FUCK. APA YANG BARU SAJA TERJADI?
Aku membuka dan menutup mulut. Aku ingin mengatakan sesuatu tapi tidak ada suara yang keluar. Aku baru saja berciuman dengan Gale Rivendell. OH MY GOD, WE JUST KISSED. Gale Rivendell masih memasang senyum malasnya dan memandangku tanpa ada niatan untuk mundur atau melepaskanku. Aku merasa tidak sanggup menatapnya sehingga aku mengalihkan pandanganku ke segala arah. Semuanya terasa tidak nyata. Dunia seolah mengabur di sekitarku. Get a grip, Jardine. Keep focus, you moron!
Saat pandanganku menjadi fokus, aku melihat Shane. Dia masih berdiri di jalan, sepuluh meter jauhnya dari depan pintu rumah. Dari raut wajahnya yang tercengang, aku tahu bahwa dia menyadari apa yang Gale Rivendell baru saja lakukan. Damn it.
"Aku harus melakukan itu." suara Gale Rivendell memasuki gendang telingaku lambat-lambat.
Aku menoleh padanya, tanpa sadar merasa kecewa karena tangannya tak lagi merengkuh wajahku dan karena dia telah mundur sehingga aku tidak lagi merasakan hangat tubuh memancar darinya. Focus, focus, keep focus. Aku menggelengkan kepala, menampar bagian diriku yang merasa kecewa.
Gale Rivendell memandangku serius, "Aku harus melakukan itu," ulangnya, "Setidaknya sekali. God, Jardine, don't you know how much I want to kiss you that day when we were on the roof?"
Aku belum pulih dari shock. Pita suaraku yang tolol berhenti bergetar sehingga aku tidak mengeluarkan suara apapun. Gale Rivendell mundur perlahan-lahan. Aku hanya memandanginya menuruni undakan satu per satu hingga dia berada di undakan paling bawah. Dia mendongak dan memberiku senyuman yang selalu membuatku menahan nafas tanpa sadar.
"You drive me mad, Jardine Roxen. Dan aku menyukainya."
Lalu dia berbalik, tidak memberiku kesempatan untuk mengatakan sesuatu, dan berjalan ke arah Shane yang tercengang di tempatnya. Gale Rivendell mendorong Shane untuk berjalan, yang mana dituruti Shane dengan linglung.
Aku masih terdiam di tempat hingga Gale Rivendell dan Shane hanya menjadi bayangan kecil di ujung jalan, berusaha mengingat betapa hangatnya kedua tangan Gale Rivendell di sisi wajahku, lalu bibirnya—
"Jardine!"
—bollocks.
Aku tersentak keluar dari lamunan mendengar suara Mum, kemudian menghembuskan nafas yang sedaritadi kutahan dengan gemetar. Astaga, astaga, astaga.
"WHAT THE ACTUAL FUCK?!" teriakku.
Oh, rupanya pita suaraku memutuskan untuk berfungsi kembali. Baguslah.
KAMU SEDANG MEMBACA
DO YOU EVER WONDER?
General Fiction"Pernahkah kau bertanya-tanya apa jadinya dunia ini tanpa dirimu, Gale? No?" Jardine Roxen terbangun di Soho tanpa mengingat bagaimana dia berakhir di tempat itu. Dan Gale Rivendell tidak menyukai kehadiran Jardine yang dianggap mengusik hidupnya. ...