Twelve

30 5 4
                                    

Zander masih terpaku untuk mengatakan apapun. Aku tidak mengerti apa yang ada di wajahku sehingga membuatnya begitu terkejut. Gale Rivendell menurunkan tangan Zander yang memegang senter agar sinarnya tidak mengenai wajahku.

"Kau—tapi, apa yang..." suara Zander bergetar dan dia terbata-bata.

Entah kenapa suara Zander terdengar familiar. Kepalaku sakit menjadi-jadi, suara itu mungkin saja tersimpan di bagian memori jangka panjang otakku dan sekarang ingatan itu mencoba untuk keluar dari tempatnya. Fuck, fucking shit, umpatku.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Gale Rivendell dari depanku.

Aku menggeleng, "Of course not. My head is trying to kill me. Fucking shit."

Dari sudut mataku, kulihat Gale Rivendell mengalihkan perhatiannya pada Zander yang sepertinya masih terkejut dengan kehadiranku. Aku mengatakan 'sepertinya' karena aku menebak saja, aku tidak bisa melihat wajah Zander.

"Kau mengenalnya, Zander?" tanya Gale Rivendell.

Zander tidak menjawab selama semenit penuh, kemudian dengan suara gugup dia berkata, "Aku... um, kau—Jardine? Jardine Roxen?"

Caranya menyebut namaku membuat kepalaku berhenti berdenyut sesaat dan sebuah ingatanku yang 'hilang' terpancing keluar. Aku melihat seorang pemuda tinggi, berambut chestnut, alis tebal hitam bertindik, senyuman yang lebih miring ke sisi kanan wajahnya, dan aku merasa diriku ikut tersenyum saat melihat senyum di wajah pemuda itu mengembang.

Aku menabrak bahu Gale Rivendell, berdiri di antara dua pemuda itu, merebut senter dari tangan Zander, dan mengarahkan sinar ke wajahnya. Zander mengangkat tangan untuk menghalangi sinar menyilaukan itu, tapi aku sudah melihatnya.

Holy Mother of God, wajah Zander yang ada di depanku sama dengan wajah pemuda di ingatanku.

Rasa sakit yang tak tertahankan membutakan mataku seketika. Senter yang kupegang terjatuh karena aku menggunakan tanganku untuk menekan kepala. Berharap rasa sakit itu hilang. Ingatan yang tak beraturan mulai berdesakan keluar, menyiksaku dengan rasa sakit luar biasa ketika mereka berkelebat cepat. Dan aku tahu kenapa Zander begitu familiar.

Suara Gale Rivendell seolah berasal dari tempat yang jauh, tapi akhirnya suara itu sampai padaku, "Jardine, kau mendengarku? Ada apa denganmu?"

Ingatan-ingatan tersebut mulai memudar, meskipun sakit di kepalaku tidak berkurang. Aku bisa mendengar suara Zander yang panik, "Gale, ada apa dengannya? Apa yang terjadi? Ya Tuhan, katakan sesuatu padaku sebelum aku jadi gila!"

"Jardine?" Gale Rivendell mengangkat tangannya ragu-ragu.

Tapi aku menunduk untuk mengambil senter yang jatuh sehingga tangan Gale Rivendell belum sempat menyentuh bahuku. Kupegang senter itu lalu kulemparkan ke arah Zander. Senter tersebut mendarat di rahangnya dengan suara keras. Gale Rivendell menarik nafas tajam dari sampingku sedangkan Zander terhuyung mundur sambil memegang wajah.

"What the hell? Apa yang kau lakukan?"

"Apa yang kulakukan? Kau bertanya apa yang kulakukan? You fucking son of a bitch!" Aku merangsek ke arahnya dan mendorongnya dengan kuat. Lalu kutampar wajahnya hingga tanganku sakit, "Kau—kau sialan! Kenapa kau meninggalkanku? Kau pikir aku mati, begitu?"

"Aku tidak bermaksud meninggalkanmu, dengar? Aku—aku takut."

"Tolol! Kau pemuda egois yang tolol! And you said you fancied me, fucking moron. Kau terkejut aku masih hidup, ya? Kau meninggalkanku untuk mati di tempat ini."

DO YOU EVER WONDER?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang