Twenty Nine

29 2 1
                                    

"Yeay, I am freaking genius!" teriakku sambil menari-nari dalam gerakan melingkar.

Shane menggelengkan kepala tidak setuju, "Maksudmu, kita. We are freaking geniuses."

Aku berhenti berputar dan menatap Shane dengan mata menyipit, "Tapi aku yang memecahkan petunjuk terakhir."

"Kau lupa ya? Aku yang memecahkan tiga petunjuk pertama."

"Aku yang membawa kita menemukan tempat persembunyian Moriarty."

Shane menyeringai, "Ingat saat Holmes menyebutmu a fool?"

Aku mendengus, "Ingat saat Moriarty menyebutmu an idiot?"

Kami saling menatap kemudian tertawa keras. Perdebatan konyol mengenai siapa yang lebih jenius ini tidak ada ujung pangkalnya.

Seperti yang sudah kami sepakati, aku dan Shane menghabiskan waktu berdua seharian. Brother and sister bonding time. Sejauh ini aku menikmatinya. Shane membawaku ke Carnaby Street dan membiarkanku menghabiskan waktu dua jam untuk membeli pakaian serta barang-barang yang kuperlukan di Manchester nanti. Setelah itu, dengan penuh rahasia Shane membawaku ke daerah Marylebone. Aku bertanya padanya apa yang akan kita lakukan di tempat itu. Lalu Shane menyeringai, mengatakan kami akan melakukan perburuan. Misi utamanya adalah menemukan tempat persembunyian Moriarty, musuh besar Holmes. Aku berteriak kegirangan dan segera keluar dari mobil. Kemudian kami berkeliling London untuk menemukan tempat persembunyian tersebut dengan petunjuk-petunjuk yang dikirimkan melalui pesan di handphone. 

Beberapa kali kami tersesat, beberapa kali kami salah mengartikan petunjuk. Shane disebut idiot oleh Moriarty sedangkan Holmes memanggilku fool saat kami mengacau. Namun, pada akhirnya kami (atau lebih tepatnya, aku) berhasil memecahkan petunjuk terakhir dan menemukan tempat persembunyian Moriarty, mendapat ucapan selamat dari Holmes serta makian yang indah dari Moriarty. Semua itu menghabiskan waktu kurang lebih tiga jam. Tapi ini menyenangkan sehingga aku tidak protes.

Ketika tawa kami mulai memudar, terdengar suara bergemuruh pelan dari depanku. Aku mengernyit sedangkan Shane tersenyum sheepish. Kemudian aku menyadari suara bergemuruh pelan itu berasal dari perut Shane.

Tawaku meledak lagi, "Astaga, Shane."

"Oh, shut up," gerutunya, "Ini sudah lewat waktu makan siang dan jangan pura-pura kau tidak lapar juga."

Seolah tahu maksud perkataan Shane dan ingin mempermalukanku, perutku mengeluarkan suara gemuruh. Aku berhenti tertawa sedangkan Shane kini menertawakanku.

"Karma itu nyata, kau tahu." ucap Shane.

"Yeah and she's a total bitch," aku memutar bola mata, "Ayo, Shane kita makan sekarang sebelum aku berubah menjadi Hulk."

Jangan pernah mengganggu orang yang sedang kelaparan jika kau masih ingin hidup.

Karena mobil Shane berada di daerah Marylebone sedangkan sekarang posisi kami jauh dari sana, maka kami memutuskan untuk makan siang di sekitar situ. Tempat makan yang kami datangi sudah tidak terlalu ramai karena jam makan siang sudah lewat sehingga tidak susah untuk mencari tempat duduk. Setelah memesan makanan, aku dan Shane kembali membicarakan game yang baru kami ikuti. Shane menjelaskan bagaimana dia menemukan website unik bernama HiddenCity yang menawarkan permainan mirip temukan-harta-karun dengan kota London sebagai settingnya. Aku menanyakan padanya berapa banyak permainan yang ada.

"Setahuku—" kalimat Shane terpotong sejenak saat waitress mengantarkan makanan kami— "Dari yang kubaca di website, ada sembilan macam. Tapi aku sengaja memilih Moriarty's Game khusus untukmu."

DO YOU EVER WONDER?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang