Aku tidak tahu dimana aku berada. Aku menoleh ke kanan dan kiri, mengamati reruntuhan di sekitar, berharap ada yang terlihat familiar. Tapi tidak ada. Rupanya di suatu belokan aku mengambil arah yang salah sehingga aku tersesat. Padahal hari sudah gelap sekarang.
Aku sempat mempertimbangkan untuk menelepon Shane dan memintanya untuk menjemputku. Lalu aku sadar bahwa Shane tidak pernah berkeliaran di tempat ini sehingga kemungkinan dia menemukanku sama besarnya dengan kemungkinan dia tersesat. Aku bisa saja meminta Shane untuk mengajak Mrs. Rivendell mencari lokasiku, tapi aku tidak ingin merepotkannya.
Aku menyalahkan Gale Rivendell. Really? Kau terus menerus menyalahkan Gale atas hal yang terjadi padamu, Jardine dan itu tidak benar, itu suara kepalaku yang menyebalkan. Aku menyuruhnya diam. Siapa lagi yang bisa kusalahkan? Well, aku lebih suka menyalahkan orang lain daripada diriku sendiri dalam hal seperti ini. Aku sempat berharap Gale Rivendell mengejarku seperti yang dia lakukan ketika momen di atap itu dirusak oleh Zander. Namun, harapan hanya harapan. Gale Rivendell tidak mengejarku dan kuakui aku kecewa.
Begitu kecewanya diriku hingga salah mengambil arah dan sekarang terdampar entah dimana. Good job, Gale. You messed with my head... again.
"Wanker," aku mengumpat pada dinding di sampingku lalu menendang sebuah kaleng dari tempat sampah yang isinya penuh hingga sebagian sampahnya tumpah, "Dick. Bollocks. Moron," aku menendang apapun yang kutemukan, "Shit. Shit. SHIT. FUCK."
Aku menendang tempat sampah yang penuh itu dengan sekuat tenaga. Hasilnya adalah tempat sampah itu terguling, menumpahkan lebih banyak sampah ke jalan, dan menghasilkan suara berkelontang yang keras. Karma dari kejadian itu adalah kakiku sakit. Aku berdiri dengan satu kaki, memegangi kaki yang satu lagi sambil mengumpat lebih keras.
"Wow, kosakatamu sangat berwarna." ucap seseorang dari arah belakangku.
Aku berhenti mengumpat. Kuturunkan kakiku dan menoleh dengan was-was, "Siapa itu?"
Terdengar langkah mendekat dan suara itu dengan ragu bertanya, "Jardine? Kaukah itu?"
Aku menghela nafas lega ketika mendengar suara yang kukenali. Sosok itu semakin dekat dan aku melihat kilatan tindiknya sekilas. Kemudian dia masuk ke jarak pandangku. Zander Khoury. Aku tidak tahu harus merasa senang atau tidak bertemu dengannya lagi.
"Zander," aku mengucapkan namanya seolah-olah aku menelan sesuatu yang pahit.
Zander tersenyum melihatku, "Halo. Kejutan yang menyenangkan bertemu denganmu. Aku sedang berkeliling di sekitar sini saat aku mendengarmu mengumpat dan menendang sesuatu," matanya beralih pada tempat sampah yang terguling dan senyumnya semakin lebar, "Nice one."
Aku memasang pose defensif, yaitu melipat kedua tanganku di depan dada. Akan lebih mudah bagiku membenci Zander dan melupakan segalanya jika dia bersikap menyebalkan. Tapi dia tetap bersikap baik padaku meskipun aku memancarkan aura bermusuhan setiap kali dia datang. Entah dia bersikap baik hanya untuk menarik perhatianku atau memang karena dia baik, aku tidak tahu.
"Kenapa kau di sini, Jardine? Apa kau sendirian?" tanyanya.
"Ya, aku sendirian." kuputuskan untuk tidak menjawab pertanyaannya yang pertama karena aku malu.
"Oh," ucap Zander singkat, matanya memandang sekitar, "Tapi jalan ini bukan jalan menuju tempat Gale."
Bisakah kau tidak menyebutnya?
"Hmm, memang bukan."
Zander menatapku kebingungan untuk beberapa saat. Aku tidak sanggup menatapnya sehingga aku mendongak dan mendapati bintang-bintang berkedip padaku. Ketika aku menurunkan pandangan, Zander mengangguk paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
DO YOU EVER WONDER?
General Fiction"Pernahkah kau bertanya-tanya apa jadinya dunia ini tanpa dirimu, Gale? No?" Jardine Roxen terbangun di Soho tanpa mengingat bagaimana dia berakhir di tempat itu. Dan Gale Rivendell tidak menyukai kehadiran Jardine yang dianggap mengusik hidupnya. ...