T

26.1K 3K 351
                                    

Chanyeol menggerakkan pensil di tangannya dengan tekun. Menghitung angka demi angka yang termuat rapi di dalam buku. Penghapus yang berada di samping kotak pensilnya, terlihat kotor di bagian ujung dengan tubuh yang tinggal separuh. Menunjukkan seberapa sering ia digunakan oleh si pemilik.

Dahi Chanyeol berkedut pelan ketika jawaban miliknya tidak tertera diopsi mana pun. Ia kembali mencermati rumus serta jalannya hitungan yang ia lakukan sedari tadi, untuk menemukan letak kesalahannya. Kerutan di dahi semakin terlihat, tatkala ia merasa tidak melakukan kesalahan apapun.

"Baby.." kursi belajarnya ia putar ke belakang agar bisa menatap kekasihnya yang tengah berbaring di ranjang sembari membaca komik, dengan leluasa. Baekhyun berdehem pelan. Tanda bahwa ia mendengarkan.

"Bantu aku sebentar," ujar Chanyeol.

Mata yang telah sayu itu melirik malas, "Apa?" tanyanya tanpa bergerak sama sekali.

"Kemari."

Decakan sebal terdengar. Dengan malas, Baekhyun beranjak dari posisi enaknya dan menghampiri Chanyeol yang hanya berjarak dua langkah dari ranjang.

"Menurutmu, aku salah di bagian mana?" tanya Chanyeol sambil menunjuk perhitungannya tadi. Dia merasa, setan tengah menutupi pengelihatannya dari kesalahan yang ia perbuat.

Baekhyun menatap hasil kerja Chanyeol sejenak. Biarpun terlihat enggan, namun kedua matanya menatap dengan teliti angka demi angka yang tertera.

"Yang ini," telunjuk lentik Baekhyun menunjuk bagian tengah perhitungannya, "Bukannya yang ini seharusnya dikali? Kenapa malah kau tambah?"

Sontak Chanyeol menepuk dahinya membenarkan, "Ah, kenapa aku tidak teliti begini," gerutunya sambil menghapus sebagian hitungannya.

Baekhyun tak menanggapi. Ia memutuskan untuk kembali menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Erangan pelan keluar dari bibirnya. Baekhyun mengantuk.

"Kau tidak belajar?" tanya Chanyeol.

"Untuk apa?"

"Hanya sekadar mengingatkan. Sekarang, kau sudah ditahun ketiga, jika kau lupa."

Baekhyun mengubah posisinya menjadi menelungkup. Komik yang sedari tadi ia pegang, ia letakkan di lantai. Kedua matanya mulai menutup.

"Lalu?" tanyanya pelan.

"Bersiaplah untuk masuk universitas."

Kekasih menggemaskannya mendesah pelan, "Tidak mau."

"Kenapa?"

"Untuk apa aku kuliah, jika ujung-ujungnya hal yang akan ku lakukan nanti adalah menyambutmu pulang, memasak, dan membersihkan rumah?"

Kedua sudut bibir Chanyeol terangkat naik. Membentuk seulas senyum lembut ketika mendengarnya, "Kau harus menjadi Ibu yang cerdas untuk anak-anak kita kelak."

Posisi kepala Baekhyun berubah, "Universitas tidak mengajarkan cara menjadi Ibu yang baik," gumamnya, "Lagi pula aku akan menjadi seorang Papa. Bukan Ibu."

Chanyeol tak membalas. Keheningan kembali memeluk. Kesadaran Baekhyun mulai terkikis. Ia kurang tidur karena keasyikan membongkar gudang tadi malam. Mencari boneka santet yang pernah ia buat ketika kecil. Si manis ini berencana untuk menguji coba boneka tersebut dengan menyantet Jongdae sebagai objek eksperimen. Ingin mencari tahu, apakah santet adalah hal yang sungguhan bisa terjadi atau tidak.

"Baekhyun..." panggilan pelan kembali terdengar.

Tidak ada jawaban. Chanyeol menoleh. Kekasihnya itu tengah membelakanginya.

"Baby..." panggil Chanyeol lagi.

Baekhyun membalasnya dengan gumaman tidak jelas.

"Mendengarku?" tanya Chanyeol.

"Ya..."

"Bagaimana jika kau mengambil psikologi?" usul Chanyeol, "Ku dengar, psikologi juga mempelajari tentang perkembangan anak. Bahkan, dari proses pembuahan hingga meninggal. Jadi, kau akan terbantu ketika mengurus anak kita nanti, dan kita tidak akan salah asuh."

Keheningan kembali terisi. Chanyeol menatap punggung kecil itu dalam diam. Masih menunggu tanggapan dari kekasihnya. Hingga, Baekhyun mengubah posisi berbaring. Yang semula membelakangi, kini mereka saling tatap. Kedua matanya sedikit memerah karena mengantuk.

"Anak kita masih lama datangnya," gumam Baekhyun pelan, "Lulus saja, kita belum."

Chanyeol terkekeh. Dalam hati, membenarkan perkataan tersebut. Terlalu dini jika mereka berbicara tentang 'anak'.

"Tapi, tidak ada salahnya kan, untuk mempersiapkannya dari sekarang. Aku, agar menjadi kepala keluarga yang baik. Dan kau, agar menjadi Papa yang disukai anak-anak."

Baekhyun hanya menanggapinya dengan gumaman. Chanyeol kembali terkekeh. Ia beranjak dari duduknya, dan menghampiri si manis tersebut. Lalu, menarik selimutnya dan menutupi tubuh itu hingga sebatas pundak.

"Tidurlah. Akan ku bangunkan ketika makan malam tiba," ujar Chanyeol lembut. Telapak tangannya mengusap rambut itu pelan. Lalu, mengecup dahinya penuh sayang.

"Nanti.." kedua mata Baekhyun dipaksa tetap membuka, "...kau harus bisa menghasilkan banyak uang. Aku akan memorotimu dengan sering. Persiapkan banyak-banyak. Jadi, uang kita tidak habis."

Tawa pelan, kembali keluar dari bibir Chanyeol. Ia mengangguk, "Baiklah. Aku akan mempersiapkannya. Jadi, kau bisa memorotiku tanpa khawatir."

Kelopak mata Baekhyun, Chanyeol usap dengan lembut. Mencegahnya untuk membuka lagi, karena dia tahu seberapa mengantuknya Baekhyun sekarang.

"Selamat tidur, Baby. Mimpi indah."

TititBesarChanyeol.

WEIRD [ChanBaek] [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang