Lano melipat selimut warna abu-abu yang telah menemani ia tidur. Lano melihat jam di tangannya yang menunjukan pukul tiga pagi.
Lano berjalan keluar dari rumah El dengan langkah pelan seperti maling. Lano memakai sepatunya yang berada di rak paling atas. Lano tidak mau membuat El berbohong,jika kedua orang tua El mengetahui Lano tidur di rumahnya.
Maka dari itu,Lano memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Lano sudah merasa sedikit enakan setelah lukanya sudah diobati oleh El,dan kakinya sudah dipijat. Membuat Lano kuat untuk berjalan kaki sampai ke rumahnya.
Setelah menempuh perjalanan yang lumayan panjang. Lano sampai di rumahnya,ia membuka pintu pagar besar yang memang tidak pernah dikunci. Lano mengeluarkan kunci all in one yang selalu ia bawa kemana-mana. Kunci yang berisi kunci rumah,motor,mobil,garasi,dan kunci pagar.
Lano yakin Mama dan Papanya masih tidur.
Lano ingin melanjutkan tidurnya,sehingga ia mulai menaiki tangga dan menuju kamarnya. Namun,saat ia sudah berada di tangga terakhir tiba-tiba saja lampu tengah menyala,yang membuat Lano menghentikan langkahnya.
Dibawah sana Tian melipat tangannya di depan dada,dan memandang Lano marah.
"Lano! Sini kamu" Teriak Tian dengan suara lantang,yang dapat membangunkan semua penghuni rumah ini.
"Lano capek Pah" jawab Lano seadanya,karena ia memang lelah.
"Sini!!" tegas Tian,yang mau tak mau membuat Lano turun dengan langkah gontai.
Setelah tiba di depan papanya Lano langsung dihadiahi sebuah tamparan keras di pipi kanannya. Lano hanya diam,sedangkan Nariya yang baru saja keluar kamarnya segera berlari ke arah Lano,dan merangkulnya.
"Mas kamu kok gitu sih? Kenapa harus main tangan begitu?" Tanya Nariya tidak terima jika putranya diperlakukan seperti itu. Nariya membelai lembut pipi Lano.
Namun,Tian mengabaikan ucapan istrinya tersebut. Dan kembali fokus pada anak lelaki dihadapannya itu.
"Diajarin siapa kamu? Pulang larut begini?!" ucapnya."Gak ada yang ajarin" Jawab Lano jujur.
"Dari mana kamu? Balapan?" Ucap Tian yang membuat Lano terkejut. Karena selama ini tidak pernah ada yang tau kelakuan nakal Lano diluar sana. Hanya Vano.
"Papa kok?"
"Kamu fikir papa nggak tau kelakuan kamu yang suka balapan,dan merokok itu?" Ucapan Tian kali ini benar-benar membuat Lano tersudut. Karena Lano ialah orang yang tidak dapat beralasan. Lano membenci dua hal,berbohong dan dibohongi.
"Mau jadi apa kamu nanti Hah?!"
Nariya mengelus lembut lengan kokoh suaminya itu. "Mas udah,sudah malam. Kita bicarakan besok ya? Kasihan Lano dia pasti capek" Nariya masih membela Lano,yang jelas salah dalam hal ini. Karena ibu mana yang tidak sakit hati ketika anaknya dimarahi habis-habisan seperti ini,walaupun oleh Papa nya sendiri.
"Biarkan! Anak ini memang harus dikeras. Karena selama ini kita selalu menyembunyikan kelakuan nya yang seperti anak liar itu. Papa selama ini hanya diam karena menurut papa itu hal yang wajar karena anak papa cowok. Vano juga cowok tapi tidak seperti kelakuan kamu!"
"Mas udah" lerai Nariya.
"Kamu pikir kelakuan seperti ini benar? Apa untungnya kamu seperti itu,merokok,balapan. Apa untungnya sih Lano"
"Lano capek Pa!" tentang Lano kemudian yang membuat Papa nya terdiam,karena Lano sudah berani melawan.
"Lano capek kalau harus disuruh seperti Vano. Lano ya Lano,Vano ya Vano. Lano tidak pernah bisa jadi seperti Vano. Lano capek harus disama-sama in dengan Vano. Papa fikir Lano tidak sakit hati saat Papa lebih membangga-bangga kan Vano dihadapan teman-teman papa"
KAMU SEDANG MEMBACA
Matteo
Teen FictionDont forget to follow me first ya Elvano dan Elano si kembar pujaan SMA Pelita Harapan. Selalu dikelilingi oleh wanita-wanita,tapi tidak ada satupun yang dapat menarik hati mereka. Mereka pastilah sangat populer,siapa yang tidak mengenal kedua gunun...