Go Home

59 15 15
                                    

"NIRMALA ...!!" Salah seorang elinar berlari untuk menghampiri rekanya yang sudah tak bernyawa.

"Mala ... bangun Nirmala ...." Elinar itu hanya bisa bersimpuh, sambil memeluk jasad rekanya.

"Roshan, aku turut berduka atas ..." Ucapan seniorku terhenti karena bentakan dari elinar itu.

"DIAM KAU!! Dia masih hidup! Nirmalaku pasti bisa bertahan dari musibah itu. Nirmala ... aku mohon, ayo bangun ...," ucap pria itu lirih sambil menangis sejadi-jadinya.

Aku terkejut, karena rupanya elinar yang tewas itu seorang perempuan. Aku ragu bahwa dia masih hidup. Kondisinya sudah sangat mengenaskan, dengan kepala berlumuran darah hingga membuat rambut pirangnya berwarna merah.

"Hey Raka, di sini kau rupanya," teriak Toni dari kejauhan sambil terlihat bingung.

"Apa yang sudah terjadi di sini? Tadi aku ke toilet karena kebanyakan minum, dan saat aku keluar, tahu-tahu perpustakaanya sudah sepi, lalu aku mendengar suara ribut-ribut di luar, dan ..." Aku langsung membekap mulutnya yang tidak bisa diam.

"Bisakah kau diam sebentar? Ada yang sedang berduka di sini," ucapku pada Toni yang terlihat semakin bingung.

"Apa yang barusan terjadi?" tanya Toni pelan ketika aku melepas tanganku dari mulutnya yang bau.

"Barusan ada tsunami besar, dan gadis itu jadi korbanya," jelasku dengan singkat.

"Tsunami? Perasaan tadi tidak ada gempa apapun," ucapnya dengan heran.

"Itulah yang janggal, sekarang bisakah kau diam dan ikut berduka cita pada gadis itu? Jika tidak ada dia, kau pasti sudah tenggelam di kamar mandi bersama dengan seluruh kotoranmu." 

Aku sedikit tersenyum saat membayangkan jika Toni harus terjebak dalam toilet, saat tengah buang air besar.

Saat seluruh orang tengah berduka, kecuali Toni yang masih terlihat seperti orang kikuk. Tiba-tiba muncul suara berisik dari kejauhan, dan lansung menuju ke arah kami.

Suara itu, ternyata ditimbulkan oleh armada militer milik kerajaan Airial, yang sepertinya hendak membantu. Terlihat ada belasan kendaraan amphibi yang datang dari arah selatan, lalu menyebar ke seluruh pulau untuk membantu masyarakat.

Kendaraan itu, atau yang kami sebut hovertruck memiliki bentuk persegi panjang, dengan panjang sekitar 8 meter, dan tinggi kisaran 3 sampai 4 meter. Kendaraan itu dilapisi dengan baja tebal, dan memiliki enam roda besar yang bisa diputar menyamping, sehingga kendaraan itu bisa berjalan di atas air.

Dari dalam hovertruck itu, keluar beberapa orang prajurit Airial yang mengenakan seragam berwarna biru-hitam, dengan menenteng sebuah tombak berwarna ungu yang bisa menembakan peluru air dari ujungnya.

Kalian mungkin tertawa saat mendengar kata peluru air, tapi kalian akan terdiam saat melihat air bertekanan tinggi, yang ditembakan sekuat tenaga dari ujung tombak itu, yang bahkan sanggup untuk melubangi sebuah lempengan besi.

"Pangeran Raka Ravendra, dan juga Anthonio Martinez. Kalian diperintahkan oleh raja untuk kembali ke istana, sekarang juga," ucap salah seorang prajurit dengan nada datar.

"Bisakah kalian mengabaikan kami, dan memilih untuk membantu orang-orang di sana?" ucapku membantahnya.

"Tanpa mengurangi rasa hormat. Maafkan kami pangeran, tapi ini adalah perintah raja, dan kami diwajibkan untuk membawa pangeran ke istana, meskipun harus dengan cara kekerasan." Prajurit itu sepertinya tidak main-main.

"Sudahlah Raka, kita menurut saja. Aku tidak mau cari masalah sama orang-orang aneh ini," ucap Toni sambil mengajaku naik ke hovertruck itu.

Eleminar : The Prince of AirialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang