Awan-awan hitam berjejer rapat, menutupi seluruh langit bak permadani angkasa. Angin berhembus sangat kencang, menyeret apapun yang dilaluinya, menghempaskanya ke udara, lalu melemparkanya hingga membentur tanah.
"Raka, apa yang kau lakukan di sini?!" Ayah terlihat marah, sekaligus cemas.
"Ayah, ijinkan aku membantu. Memang aku tidak begitu yakin, tapi tolong beri aku satu kesempatan."
Tidak mudah untuk merayu ayahku, bahkan untuk putranya sendiri.
"Kalian dengar itu? Putraku yang paling lemah di antara kita, mau mencoba untuk melindungi negerinya, meskipun dia tidak begitu yakin. Bagaimana dengan kalian, wahai para ksatria? KALIAN HARUSNYA MALU!"
Ayahku menatap para ksatria dengan penuh kebencian.
"Putraku, ayah sangat menghargai keberanian dan kebesaran jiwamu, tapi ini bukanlah perkara mudah."
"Ayah pernah bilang kan, jika tidak ada salahnya mencoba, meskipun aku tahu itu tidak akan berhasil, dan jika aku gagal, setidaknya aku dapat pengalaman yang berharga dari itu."
"Tapi putraku, ini terlalu berbahaya, bayangkan jika ..."
Ucapan ayahku terpotong saat melihat sebuah perahu yang dilemparkan oleh tornado itu ke arah kami.
"Semua menghindar ...!!" teriak salah seorang ksatria.
'Imperium ...'
Ksatria terkuat langsung melangkah ke depan, merentangkan kedua tanganya, sambil meneriakan mantra pelindung.
Air yang mengamuk di hadapan kami, saat itu juga langsung menyembur ke atas, membentuk sebuah dinding air raksasa setinggi gedung, dan siap menahan laju perahu yang hendak menghantam kami.
'BYUUURR ...'
Perahu itu masuk ke dalam dinding air, dan seketika juga, dinding itu merosot runtuh, dan menenggelamkan perahu yang entah ada pengemudinya atau tidak.
"Kerja bagus Roshan," ucap ayahku pada ksatria terbaiknya.
"Terima kasih yang mulia, tapi kita tidak punya banyak waktu."
Kumpulan tornado itu, kini hanya berjarak seratus meter dari tempat kami. Aku dapat merasakan kekuatan anginya yang seakan sanggup untuk menerbangkan kami semua ke langit.
"Dengan segala hormat, rajaku. Memang kami tidak mampu untuk mengendalikan tornado itu seorang diri, jadi bagaimana jika kami melakukanya bersama-sama?" tanya seorang ksatria dengan wajah tertunduk.
"Jika kalian tidak bisa berkonsentrasi seorang diri, apa yang membuat kalian yakin, untuk bisa membagi konsentrasi secara bersama-sama? Itu hanya akan mempersulit keadaan."
"Kalau begitu biar aku saja yang maju ayah. Apa ayah lupa, jika anakmu ini pemilik IQ tertinggi dari seluruh lulusan di Airial? Aku pasti bisa, jika hanya harus mengendalikan tornado itu."
Jujur, aku tidak begitu yakin dengan ucapanku sendiri.
Meskipun aku memiliki tingkat konsentrasi tertinggi, bahkan mungkin jauh lebih tinggi di antara para ksatria itu, tapi tetap saja aku yang paling lemah di sini.
Aku memiliki teknik dan pengalaman yang jauh lebih sedikit dari para ksatria itu, dan juga tubuhku hanya di desain untuk menjadi seorang ilmuan, bukanya petarung.
Namun tetap saja, untuk kasus kali ini, sepertinya otak jauh lebih dibutuhkan daripada otot.
"Kalau memang begitu ... sepertinya tidak ada pilihan lain." Ayahku menatap wajahku dengan penuh kekalahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eleminar : The Prince of Airial
Fantasi#Just a story tale about the fourth elements. Kalian kira, jadi pangeran itu gampang? Haha ... lucu, karena mungkin cuma aku, satu-satunya manusia (atau mungkin bukan) yang sudah muak hidup di kerajaan. Lagi pula apa enaknya? Kemewahan tidak seband...