Artifisial Intelijen

37 11 4
                                    

Udah lama gk update nih :D
Maaf yak, authornya masih sekolah dan fullday pula, jadi mulai sekarang cuma bisa update tiap sabtu & minggu :)

Makasih ya udah tetep setia baca cerita ini, dan jangan lupa vote & komen setelah membaca ;)

Happy reading, and enjoy ...

====================

Aku terbangun di sebuah ruangan yang sepertinya tidak asing.

Tempat ini dingin dan nyaman, serta memiliki dinding-dinding yang bercahaya. Ada sebuah panel LED 30 inch berlayar gelap, terpasang di atas kepalaku.

“Eh ... ini kan kamarku,” gumamku dalam hati.

Kepalaku pusing, dan seluruh tubuhku lemas, seperti baru pulang dari lari maraton sejauh 5000 meter.

Tangan terasa nyeri, dan aku dapat merasakan plester tipis yang membalut luka gores di telapak tanganku.

‘Hey Grox, you’re here?’

Aku bicara pada pet-bot harimauku, tapi dia tidak menjawab dan hanya duduk di atas sebuah wadah logam berwarna putih, serta memiliki banyak lampu.

‘Grox ...?’

Dia tidak bergeming.

“Ah iya, dia pasti kehabisan batrai,” batinku.

Robotku itu masih menggunakan energi listrik, dan harus duduk di atas charger wireless yang kubentuk sedemikian rupa agar menyerupai ranjang kecil, untuk mengisi batrainya kembali.

Sebenarnya sudah lama aku ingin menambahkan panel surya di tubuhnya, agar tidak perlu repot-repot kembali ke kamar jika batrainya habis, tapi sepertinya tubuh makhluk itu sudah terlalu penuh dengan komponen, hingga aku tak menemukan ruang kosong untuk memasang komponen baru.

Jam digital di sisi dinding kamarku menunjukan pukul 00.24 waktu Airial bagian tengah. Sepertinya sudah cukup lama aku pingsan, hingga terbangun di tengah malam seperti ini.

“Perutku lapar,” batinku.

Aku memutuskan untuk bangun dan mencari makan, entah di mana.

Memang ada sebuah kulkas kecil di bawah kamarku, tapi hanya berisi makanan ringan, dan tentunya tidak akan cukup untuk mengisi rongga lambungku.

‘Grox, open the door.’

Tidak ada jawaban, dan pintunya pun tidak terbuka.

“Eh ... iya kau kehabisan batrai ya.”

Entah apa yang dilakukanya seharian ini. Padahal aku ingat jika sudah menyuruhnya diam tadi.

“Emm ... Rika, apa kau aktif?”

“Sudah lama kau tidak memanggilku, tuan Raka.”

Seketika, televisi yang berada di atas kasurku menyala, dan menampilkan sesosok wajah digital berwujud perempuan cantik berambut pirang.

“Ya, semenjak ada Grox, aku jadi jarang menggunakanmu. Lagi pula kau terlalu canggih kan, jika hanya kusuruh-suruh untuk membuka pintu, dan menyalakan TV.”

“Tapi aku merasa seperti di anak tirikan, tuan Raka. Kau tahu? sedikit kejam jika kau memperlakukan mahakarya terbaikmu seperti ini.”  

“Hmm ... di anak tirikan? Dari mana kau belajar kata itu?”

“Aku adalah satu-satunya AI milikmu, atau mungkin satu-satunya di negeri ini yang di rancang agar bisa merasakan emosi, benar kan.”

Televisi di atas kasurku, lantas bergerak turun, dan wajah perempuan cantik itu kini menatap mukaku.

Eleminar : The Prince of AirialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang