Happy reading
Jalan yang mengarah ke arah taman sore ini tergolong sepi, tidak seperti biasanya. Aya yang sedari tadi terus saja komplain, mengapa dirinya terus dibawa kemari bersama Devon. Semakin jauh jarak, semakin dalam pula kekhawatiran Aya.
"Von, mau kemana sih? Katanya mau anterin gue pulang?" Devon melirik sekilas kearah spion.
"Mampir dulu ya, bentar."
"Kemana?! Udah sore ini!" Aya setengah berteriak, dan kini ia menjadi pusat perhatian di tengah lampu merah. Terbayang kan bagaimana malunya, untung saja tidak terlalu ramai.
Untungnya beberapa detik kemudian lampu hijau menyala, dan para pengendara mulai menjalankan mesinnya. "Anterin gue dulu." Ucapnya.
"Kemana?" Tak ada jawaban.
"Kemana? Von!!"
"Ikut aja." Dua kata yang menandakan itu adalah jawaban yang tidak diharapkan.
Sempat terfikir dibenak Aya, mungkin lelaki ini akan mengajaknya ke taman. Eh tunggu dulu, mengapa Devon tidak memberhentikan laju motornya?
"Kok lurus?"
"Von! Gue mau turun sini aja."
"Von, denger nggak sih?!" Aya memukul pundak Devon keras-keras.
"Jangan turun sini, udah ikut aja." Devon mulai mempercepat laju kendaraannya dan membelah jalanan yang tak terlalu ramai.
Perasaan Aya kini mulai tak karuan, andai saja ia punya kekuatan menghilang, ingin rasanya ia mengunakannya. "...Devon itu bukan orang baik, jadi jangan percaya dia, dan kalau ada apa-apa hubungi gue aja." Aya teringat pesan Edgar sebelumya, tanpa pikir panjang ia langsung mengambil ponsel dan mengetik sebuah pesan. Entah mengapa tanpa pikir panjang Aya harus mengirim pesan ke Edgar, mengapa tidak ke Keylan atau Budi saja?
Terlihat didepan sana, ada sebuah gedung olahraga yang biasa digunakan untuk berbagai macam perlombaan, apakah mungkin Devon mengajak Aya kemari untuk bermain basket / baminton? Kalaupun iya, mengapa tidak disekolah saja?
"Lo mau ngajak gue olahraga?" Tanya Aya baik-baik, tidak berteriak seperti sebelum-sebelumnya.
"Nggak." Nadanya mulai terlihat ketus.
"Terus ngapain kesini?" Devon memberhentikan motornya tepat di depan gedung.
"Turun, udah ayo ikut." Devon mencoba menggandeng tangan Aya, namun sama seperti respon sebelumnya, Aya tolak mentah-mentah dengan alasan yang sama.
Suasana gedung hari ini bisa dibilang cukup sepi, mungkin karena tidak ada perlombaan atau semacamnya. Aya mengekor dibelakang Devon dengan jalan yang samasekali tidak semangat.
Devon tidak mengajaknya masuk ke gedung, melainkan berjalan ke arah belakang gedung. Suasana yang semulanya tidak terlalu ramai kini muncul beberapa anak geng motor, yang bahkan Aya tidak mengenalnya sebelumya.
"Von, ini ada apa!"
"Masuk ke dalem." Aya menggeleng kuat-kuat, setau Aya kini ia berada didepan gudang penyimpanan alat-alat olahraga, yang memang jarang sekali ada orang. "Masuk dulu bentar, gue mau ngomong penting sama temen-temen gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Effect Love Bad Boys
Jugendliteratur- Effect Love Bad Boys - "Terkadang seseorang berperan menjadi antagonis bukan karena kemauan, melainkan karena keadaan yang memaksa." Dua manusia, dua kepribadian, seperti halnya Edgar Grady Abasya seorang Famous di SMA Nusa Bangsa, yang menyukai a...