"Ris!" Suara cempreng Mey membuat Clariza sontak langsung menoleh. Benar saja, Mey tampak berlari kecil menyusulnya disertai Bimo yang berjalan cepat mengimbangi langkah cewek mungil itu.
"Nggak usah lari-lari deh, gue nggak akan ninggalin loe." Sambut Clarisa tertawa, kakinya mulai berjalan pelan di koridor.
"Gimana om Saipul, bisa diatasi 'kan?" Tanya Mey setelah sampai di depan Clarisa.
Clarisa mengacungkan jempol.
"Beres lah!"
"Bawa seragam olahraga nggak Ris?" Celetuk Bimo kemudian.
Clarisa mengacungkan jempolnya.
"Ya jelas bawalah, seragam olahraga gue 'kan baru!" Tawanya, disambut kedua temannya dengan tawa pula. Mereka bertiga berjalan beriringan masuk kelas X1. Bahasa III sambil ngobrol ngalor ngidul.
"Selamat datang....!" Suara cowok menyambut mereka bertiga di depan pintu. Bimo dan Mey langsung menyurutkan langkahnya. Bahkan mereka berdua mundur beberapa langkah saat melihat cowok yang berdiri di depan mereka.
Marko!
Dan Mey ataupun Bimo yakin, jika kepala suku mereka, Danzel sudah berada di dalam kelas.
"Ngapain sih ngehalangin jalan gue?" Protes Clarisa kemudian. Dia bukannya tidak tahu siapa cowok yang kini berdiri di depannya, namun daripada dia bertindak ragu-ragu dan takut yang akan membuat cowok di depannya ini dan tiga cowok lainnya yang berada di dalam semakin berani, lebih baik dia berlagak sok tangguh saja meskipun hatinya keder juga.
"Ris...." Mey menarik tangan Clarisa, berharap cewek itu tidak meladeni Marko si gila perang itu.
Clarisa tidak menggubris, dia bahkan sudah berhasil menyingkirkan tangan Marko yang terjulur menghalangi pintu dan berjalan pelan masuk ke dalam kelas, dimana tiga orang cowok sok berkuasa sedang menunggunya. Di mejanya!
"Selamat datang murid baru! Sorry kemarin gue belum sempat ngucapin selamat datang sama loe!" cowok yang namanya Danzel itu berdiri dari kursi yang sejak kemarin adalah tempat duduk Clarisa.
Danzel berjalan mendekati Clarisa dan keningnya sedikit berkerut saat melihat wajah cewek itu dari dekat.
Clarisa tidak menjawab. Dia menatap satu persatu cowok yang berada di depannya. Bahkan ia ingat nama-nama mereka. Danzel, Dika, Joy dan juga seorang cowok yang menghadangnya tadi bernama Marko.
"Mau kalian apa sih?!" Suara Clarisa meninggi. Tak gentar dengan tatapan-tatapan jalang cowok-cowok kurang kerjaan yang ada di depannya.
Danzel mengerling ke arah Dika. Cowok itu seolah paham maksud Danzel kemudian tersenyum kecil dan berjalan mendekati Clarisa.
"Loe harus tahu peraturan-peraturan sekolah ini...." Dika mendekati wajah Clarisa kemudian tersenyum sinis.
Clarisa memutar matanya. Jika ini bukan di sekolah, ingin rasanya ia jambak rambut cowok-cowok sok cool yang berdiri di depannya tersebut. Namun apalah daya, sebagai murid baru yang masih ingusan, ia tidak ingin membuat masalah di hari keduanya sekolah.
"Peraturannya apa?!" Clarisa mengangkat wajahnya.
Kini giliran Danzel yang maju. Ditatapnya wajah Clarisa lekat-lekat.
"Pertama, loe nggak boleh deket-deket sama murid sekolah ini yang bernama Aidan. Karena gue nggak suka! Kedua, sebagai murid baru, loe harus di OSPEK, karena......ya.....biar loe ngerti lah seluk beluk sekolah ini. Dan yang ketiga....sebagai murid baru, loe harus mau jadi budak kami selama sebulan. Mengerti?"
Clarisa berdecak.
"Hello....kalian datang dari tahun berapa sih? Jaman penjajahan? Kita udah merdeka kali, masih jaman ya ada acara budak perbudakan?!"
Danzel menatap mata Clarisa tajam. Tapi saat manik mata cewek itu tertangkap oleh matanya, ia buru-buru membuang pandang.
"Loe tinggal nurut sama perintah kami. Jangan banyakan tanya deh!"
"Emang peraturan itu siapa yang buat?"
Danzel memandang ketiga sahabatnya bergantian, mereka berempat mulai tertawa. Membuat kepala Clarisa berdenyut hebat karena kesal. Sumpah demi neptunus, Clarisa benar-benar benci aksi bully-ing seperti sekarang ini!
"Ya kamilah....siapa lagi!" Danzel berbicara dengan sisa-sisa tawanya.
He? Clarisa tidak salah dengar? Siapa Danzel sampai segitunya buat peraturan nggak mutu macam itu? Anak kepala sekolah?
"Kalau gue nggak mau?!"
Danzel tersenyum sinis. Tidak menyangka jika cewek yang berdiri di depannya ini benar-benar cewek yang lain daripada yang lain. Biasanya saat ia mem-bully murid pindahan atau murid yang terang-terangan mendekati Aidan, anak-anak itu akan menangis, dan memohon-mohon agar Danzel tidak menyakitinya. Namun, baru kali ini ia benar-benar dipojokkan oleh cewek berambut panjang yang kini berdiri di depannya dengan tatapan mata mengintimidasi seperti itu.
"Loe lihat bangku di samping loe ini?" Danzel menunjuk kursi disamping kursinya, yang jelas itu adalah tempat duduk Mey.
"Gue bakal ngebuat cewek yang duduk di sini menderita!" Seru Danzel kemudian.
"Kalau loe nggak mau jadi budak gue."
"Ris..." Mey yang mendengar kalimat Danzel memanggil Clarisa lirih. Ia merapatkan badannya pada Bimo yang terpaku di sampingnya. Matanya berkaca-kaca. Ia takut.
Clarisa tidak menjawab. Dia hanya menggigit bibir karena kemarahannya sudah mencapai ubun-ubun. Ditolehnya Mey dan Bimo yang berdiri terpaku di belakangnya. Wajah cewek itu sudah memucat mirip zombie, yang tandanya dia takut setengah mati. Percuma saja jika Clarisa harus melawan, karena sepertinya Mey benar-benar tidak berani dengan manusia-manusia tidak berguna itu.
"Gimana?" Joy yang sejak tadi diam angkat bicara. Cowok berlesung pipi dengan potongan rambut mohawk itu tersenyum.
Clarisa menutup matanya sesaat kemudian mengambil nafas dalam.
"Baiklah, apa mau loe?!" Jawabnya pasrah.
Danzel tersenyum dengan salah satu sudut bibirnya.
"Ya itu tadi, sebulan aja loe jadi kacung gue!" Jawabnya enteng, tanpa dosa. Sepertinya hal semacam ini adalah hal biasanya yang dilakukannya setiap hari. Meyakiti orang lain, membuat cemas dan ketakutan.
Clarisa menatap cowok itu tanpa bersuara. Seandainya saja bukan karena Mey, pasti ia akan melawan cowok ini.
What the fuck?! Kacung! OMG! Jadi ceritanya gue harus disuruh-suruh ngalor ngidul sama cowok gaje ini? Yakali gue mau, orang disuruh bokap nyokap aja alesan gue segunung.
"Oke, deal!" Seru Clarisa mantap, tapi tak semantap hatinya. Perlu berfikir ribuan kali sebelum kalimat itu meluncur begitu saja dari bibirnya.
Danzel tersenyum puas.
"Oke, gue yakin kalau loe bukan pengecut!" Katanya puas sebelum meninggalkan Clarisa.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
My Badboy (COMPLETE)
Teen FictionClarisa dibuat pusing dengan kehadiran 3 makhluk di dalam hidupnya. 1. Danzel. Cowok ter-menyebalkan di sekolah yang membuat hidupnya tidak tentram karena setiap hari cowok itu terus mengerjainya. 2. Aidan. Cowok pendiam yang selalu ada dimanapun Cl...