13

260 12 0
                                    


Pak seto sudah berdiri sangar di depan pintu. Raut wajahnya sama sekali tidak menyiratkan keramahan sama sekali, seperti biasanya. Apalagi ditambah seorang siswi yang telat hampir 20 menit di kelasnya membuat pria separuh baya itu semakin tersulut emosi, dia meradang.

Bahkan sudah menjadi rahasia umum, bahwa beliau tidak akan pernah mentolerir siapapun yang telat di jamnya dengan alasan apapun. Dan kini justru di depannya sudah berdiri salah satu murid yang mengingkari peraturannya tersebut, seorang murid baru pula.

"Bukankah sudah jelas, kalau ada yang telat di jam saya, dia harus dihukum." Hardik Pak Seto. Semua murid tidak ada yang berani menyahut. Semua tetap hening dengan mata terarah pada guru dan murid itu di depan pintu.

Clarisa menunduk, antara menyadari kesalahannya dan juga berusaha menyembunyikan tarikan nafasnya yang memburu karena berlarian tadi.

Namun semua ini tidak akan terjadi, jika cowok menyebalkan itu tidak menyuruhnya untuk membelikan kopi padahal dia sudah tahu bahwa bel masuk kelas sebentar lagi. Sudah jelas Danzel memang ingin mengerjainya, ingin balas dendam karena kejadian kemarin.

"Baiklah, kalau begitu saat ini juga lari di halaman 20 kali!" Pak Seto meneruskan kalimatnya. Membuat muka Clarisa memerah karena syok. Seumur-umur baru kali ini ia dihukum plus dengan paket spesial 20 kali putaran. Cowok sebongsor Bimo saja belum tentu kuat apalagi dirinya. Bukankah pak Seto keterlaluan?

"Tapi, di luar mendung pak. Hujan sebentar lagi." Celetuk Mey memberanikan diri, yang langsung disenggol dari belakang oleh Bimo.

Pak seto tersenyum sinis.

"Bagus dong, 'kan malah nggak kepanasan."

"Tapi Pak, Clarisa nanti bisa masuk......."

"Atau kamu mau gantikan dia lari di halaman? Silakan!" Buru-buru Pak Seto memotong kalimat Mey. Membuat cewek itu mengatupkan mulutnya seketika.

Sorry Ris, loe emang sahabat gue. Is the best-lah pokoknya. Tapi gue nggak bisa kalau disuruh lari 20 kali keliling lapangan. Mana lapangannya gede lagi, seru Mey dalam hati.

"Eng.....enggak pak." Nyali Mey seketika menciut. Pelan-pelan ia kembali duduk di kursinya. Jiwa kesetiakawanannya yang tipis kembali menampakkan diri.

"Saya saja pak. Ini kesalahan saya, saya yang akan tanggung jawab." Clarisa yang sejak tadi diam akhirnya membuka suara. Dia tidak ingin ada orang lain yang terlibat dalam masalah ini.

Lari 20 kali putaran di halaman? Huh, di jaman sekarang masih saja ada hukuman norak seperti itu. Harusnya pak Seto memberikan hukuman yang lebih mendidik, contohnya mengerjakan PR 30 soal atau membuat essay di perpustakaan. yang tentunya akan Clarisa terima dengan senang hati.

Clarisa menghela nafas. Ditatapnya halaman sekolahnya yang sebesar lapangan sepak bola. Mustahil ia akan bisa menerima hukuman itu tanpa pingsan, namun ia tetap harus melakukannya jika ingin Pak Seto mempersilakannya mengikuti pelajarannya di hari-hari mendatang.

Cewek itu memulai olahraganya dengan berlari kecil. Berusaha untuk tidak membuang energinya percuma, jika ia ingin pulang dengan kondisi sehat wal'afiat. Bukankah tidak ada batasan waktu untuk menyelesaikan hukuman tersebut? Jadi Clarissa akan berusaha santai, bodo amat jika nanti sampai sore.

Gerimis tipis mulai turun ke bumi, semakin deras dan semakin deras. Badan cewek itu mulai basah, dan akhirnya basah kuyup dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Dasar cowok bipolar, kurang ajar, sialan, nggak waras!" Clarisa beteriak histeris. Mengeluarkan umpatan dan sumpah serapahnya pada Danzel yang kini sedang menatapnya dari balik jendela kelas di lantai dua.

My Badboy  (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang