22

252 13 2
                                    


"Gue cewek nomor berapa yang loe ajakin kesini?" Clarisa menoleh, menatap Danzel yang menikmati kopi hangatnya malam ini.

Mereka berdua berada di loteng atas, memandang hujan yang tak kunjung reda sejak sore tadi, membuat hawa yang dingin semakin menusuk tulang. Sebenarnya mereka berniat untuk pulang tadi sore, namun entah itu keberuntungan atau justru kesialan, jalan yang akan mereka lewati terkena longsor dan lumpuh total. Mau tidak mau mereka harus menginap malam ini.

"Baru loe." Jawab Danzel acuh. Matanya tak lepas dari pekatnya malam di depannya.

Clarisa mencebik. Antara percaya dan tidak percaya. Mana mungkin seorang cowok seperti Danzel bisa menahan diri untuk tidak membawa ceweknya datang ke tempat seindah ini.

"Kenapa? Loe nggak percaya?" Danzel menatap Clarisa. Rasa kesalnya sejak siang tadi belum hilang sepenuhnya.

Clarisa tidak menyahut.

"Gue emang playboy, tapi gue nggak pengen setiap cewek yang gue pacari tahu semua hal dan barang milik gue. Nggak kayak loe, hobi banget simpen-simpen barang dari cinta pertama sama pengangum rahasia. Mana nggak jelas juga si pengangum rahasia itu siapa" Dalam sekejap Danzel menjadi cowok yang kebanyakan nyinyir.

Clarisa memutar bola matanya.

Jadi cowok nyinyiran banget sih!

"Hmm....rupanya loe masih mikiran isi tas gue tadi? Yaelah...."

"Ya iyalah! Coba gue jadi loe, gue simpen tuh semua barang yang dikasih sama mantan gue. Apa loe nggak panas hati?!"

Clarisa menggeleng.

"Enggak."

Danzel mendengus.

"Gue jadi sangsi, loe sebenernya suka nggak sih sama gue."

Clarisa tersenyum lebar.

"Kalau gue nggak suka sama lo, nggak mungkin lah gue mau ikut loe kesini, nggak mungkin lah waktu itu gue mau saat loe......" Clarisa menghentikan perkataannya.

"Saat apa?"

Saat loe nyium gue di mobil loe waktu itu.

"Enggak, lupakan."

"Ayo.....apa....???" Danzel menggoyang-goyangkan tubuh Clarisa.

"Ihhhh....enggak ada. Gue lupa mau ngomong apa!"

"Hayo, loe mau ngomong apa?" Danzel menarik tubuh Clarisa untuk mendekatinya. Dan kini wajah mereka sudah berhadapan.

Clarisa mengerjapkan matanya, wajah Danzel berada tepat di depannya. Bahkan ia bisa merasakan hembusan nafas Danzel bermain di pipinya.

"Eng.....enggak...gue cuma mau ngomong kalau kalau gue nggak suka sama loe, mana mungkin gue mau jadi cewek loe." Jawab Clarisa bergumam.

Danzel tersenyum.

"Ah masa? Tapi gue lihat mata loe nggak ngomong gitu deh." Godanya.

Clarisa melotot.

"Apa?!"

Danzel menggeleng.

"Enggak." Jawabnya.

"Kalau gitu lepasin gue."

Danzel kembali menggeleng.

"Enggak mau."

"Terus mau loe apa?"

"Nyium loe?"

"Ha?" Clarisa menahan nafas.

Danzel mengelus rambut Clarisa perlahan.

My Badboy  (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang