Aidan berjalan santai menyusuri rak-rak buku di perpustakaan dengan serius. Hari ini kelasnya tidak ada pelajaran karena guru sedang rapat, jadi ia bebas berkeliaran kemana saja. Tapi tetap saja, tempat ternyaman adalah perpustakaan.
Bagi Aidan yang tidak banyak teman, buku-buku adalah sahabatnya di sekolah. Ia bisa menghabsikan setiap jam kosong dan istirahat di sana. Membaca, belajar dan bahkan dia tertidur di sana juga. Baginya itu lebih baik, karena jika ia berada di luar, nimbrung bersama anak-anak, maka anak-anaklah yang akan jadi korban karena dekat dengannya. Aidan tak ingin ada orang lain yang terluka karenanya. Makanya meskipun bisu, buku tetap menjadi sahabat setianya selama ini disekolah.
Aidan berjalan pelan, setelah menemukan sebuah buku ensiklopedia di rak paling atas. Ia bermaksud mencari sebuah tempat duduk, namun urung dilakukannya. Karena beberapa meter dari tempatnya berdiri sekarang, seorang cewek yang sejak kemarin menarik perhatiannya terlihat sedang kesusahan mengambil sebuah buku di rak paling atas karena faktor tinggi badannya.
Clarisa!
Siapa lagi?!
Tanpa berkata apa-apa, Aidan langsung menyusul cewek itu, hendak membantunya mengambil buku tebal di rak paling atas.
Sejak tadi Clarisa terus berjinjit-jinjit berusaha meraih buku yang diinginkannya, namun nihil.
Hap! Dengan sekali langkah, buku sastra itu sudah berpindah di tangan Aidan. Dengan secepat kilat. Dengan mudah dan tanpa usaha sedikitpun.
Lain halnya Aidan yang terlihat biasa-biasa saja, justru Clarisa yang terkejut karna tiba-tiba sebuah tangan menyembul dari belakangnya. Cewek itu langsung menoleh dan mendapati Aidan tersneyum menatapnya. Dan lagi-lagi Clarisa harus menahan nafas karena jaraknya dan jarak Aidan yang hanya beberapa centi.
Aiiish... gue ngerasa d'javu. Dengan pose yang sama tapi orang yang berbeda, batinnya.
Entah kenapa antara Danzel ataupun Aidan sama-sama suka membuat Clarisa terpojok dan susah bernafas seperti ini. Apa mereka pikir, cewek akan berpikiran lempeng-lempeng saja jika raut wajah mereka yang rupawan tiba-tiba saja muncul dengan jarak beberapa centi di hadapan mereka. Untung Clarisa tahan banting, coba jika yang ada di posisinya sekaang adalah Mey atau Lexa, pasti mereka sudah pingsan karena kehabisan nafas.
"Ini..." Aidan menyerahkan buku sastra yang berhasil diambilnya pada Clarisa.
Cewek itu tersenyum kikuk, dan mengambil buku itu tanpa ragu.
"Makasih...." Gumamnya kemudian.
Aidan tersenyum, melangkah meninggalkan Clarisa untuk mencari tempat duduk. Dia tidak berfikir bahwa cewek itu akan mengikutinya, karena selama ini yang Aidan tahu bahwa Clarisa sudah kepayahan karena di usili terus oleh Danzel and the gank-nya.
"Loe nggak takut sama Danzel?" Tanya Aidan kemudian ketika ia menoleh ke belakang dan cewek dengan rambut panjang hitam itu mengekornya.
"Takut kenapa?"
"Karena deket-deket sama gue."
Clarisa menggeleng. Dia mengikuti Aidan dan ikut duduk di samping cowok itu.
"Enggak. Cowok psyco aja ditakutin." Jawab Clarisa santai sambil mencoba membolak-balikkan buku yang kini ada di depannya. Setelah kejadian kemarin, saat Aidan menyelamatkannya dari insiden mencabut rumput, tak ada lagi rasa takut dihati Clarisa pada Danzel. Yang ada hanya muak, karena cowok itu terus-terusan mengganggunya.
Aidan tidak menjawab, matanya terpaku menatap Clarisa yang sibuk dengan bukunya.
"Udah terlanjur Aidan. Kita udah terlanjur kenal. Masa harus pura-pura jadi oang asing?" Lanjut Clarisa saat dilihatnya cowok itu tak mengatakan apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Badboy (COMPLETE)
Teen FictionClarisa dibuat pusing dengan kehadiran 3 makhluk di dalam hidupnya. 1. Danzel. Cowok ter-menyebalkan di sekolah yang membuat hidupnya tidak tentram karena setiap hari cowok itu terus mengerjainya. 2. Aidan. Cowok pendiam yang selalu ada dimanapun Cl...