Kantin bakso bang Dul cukup ramai. Apalagi di jam istirahat seperti sekarang. Hampir seluruh siswa tumpah ruang untuk mengantri makanan tersebut. Maka dari itu, kalau tidak cepat-cepat dan berebut, alamat tidak akan bisa dapat tempat duduk.
"Yaaah....bener 'kan udah telat!" Mey mendesah galau. Bel jam istirahat baru saja berbunyi, namun suasana kantin bakso itu sudah sesak oleh para siswa yang hendak menuntaskan hasrat lapar mereka.
"Padahal kita udah setengah lari lho...." Gumam Bimo.
"Ya udah, kayak biasanya aja. Desak-desakan!" Jawab Clarisa acuh tak acuh sambil terus berjalan, berusaha mengurai para siswa lain agar ia bisa sampai tepat di depan bang Dul dan memesan 3 porsi bakso.
Bimo dan Mey saling pandang, kemudian mengikuti langkah Clarissa. Memang, hanya untuk semangkok bakso legendaris itu, butuh sebuah perjuangan yang luar biasa.
"Clarisa!" Sebuah suara mengejutkan Clarisa yang sedang asyik mengantri bersama kedua sahabatnya.
Clarisa menoleh. Begitu juga Mey dan Bimo. Di depan mereka berdiri Lena, sahabat Irene yang kemana-mana selalu mengekor cewek tersebut.
"Dipanggil Danzel tuh..." Lanjut Lena acuh tak acuh.
"Danzel?" Clarisa mengeryitkan kening.
Bimo menyenggol bahu Clarisa.
"Tuh....dicari'in sama kekasih tercinta. Sana gih!"
Clarisa mendengus. Kesal dengan Danzel karena disaat genting seperti ini justru membutuhkannya. Padahal tinggal sedikit lagi dan ia bisa mendapatkan semangkok basko penuh perjuangan tersebut. Cowok itu nggak ngerti apa ya?
"Bilang sama dia, suruh sini aja. Gue mau antri bakso." Kata Clarisa kemudian.
Lena mencebik.
"Ogah banget gue jadi kurir. Ini aja gue juga kepaksa kok." Ia memilin ujung rambut panjangnya.
"Kalau nggak mau dateng yaudah. Bukan urusan gue juga kali."
Clarisa mendesis geregetan.
"Iyaaaaa.....gue kesanaaaa!"
"Tumben Danzel nyuruh loe?" Mey yang sejak tadi diam nimbung. Sebal dengan wajah judes Lena yang horornya bak meduza tersebut. Bagi Mey, Irene dan sahabat-sahabat lampirnya itu adalah sekumpulan jelma'an meduza. Sok cantik, sok imut, sok oke namun sebenarnya menyeramkan.
Lena memutar bola matanya dan menatap Mey dengan sinis.
"Gue sebenernya juga ogah. Tapi dia maksa!"
Mey melet.
"Kasihaaaan deh loe!"
Clarisa berdecak. Sekilas memandang semangkok bakso di depannya dengan tidak rela. Namun bagaimanapun itu, jika memang Danzel menyuruhnya datang sekarang, ia harus segera datang. Tau sendiri cowoknya itu tak ada baik-baiknya. Hobi merajuk seperti anak kecil adalah kerjaan Danzel setiap hari.
"Dimana Danzel?" Tanyanya kemudian kepada Lena.
Lena mengedik dengan dagunya.
"Tuh di kolam renang!"
Clarisa hendak mengayunkan langkah, namun tiba-tiba ia kembali menoleh pada Mey.
"Mey tetep pesenin punya gue ya! Sekalian es teh manis."
Mey mengangkat jempolnya.
"Beres bos!"
***
Clarisa berjalan pelan menyusuri pinggiran kolam renang yang tampak sepi. Mungkin karena hari ini tidak ada jam olahraga, dan anggota klub renang juga libur. Soalnya sejak tadi cuaca mendung dan dingin, mungkin mereka memilih membatalkan pelatihan mereka.
"Mana sih? Katanya nyari'in gue!" Clarisa berdecak. Sejak dia masuk tadi, batang hidung cowoknya tersebut tidak kelihatan. Apa Danzel mau bermain petak umpet dengannya? Jadi dia sengaja bersembunyi? Jika memang iya. Danzel sukses membuat Clarisa kesal.
"Dan....!!!" Panggil Clarisa sudah ketiga kalinya. Namun lagi-lagi hening. Cowok itu mungkin sekarang sedang berlagak tuli.
Clarisa berdecak kesal, namun beberapa saat kemudian terdengar beberapa derap langkah menyusulnya, namun sebelum cewek itu sempat menoleh tiba-tiba sebuah tangan mendorongnya dan....
Byur!
Clarisa terjatuh ke dalam kolam renang.
Jantung Clarisa berdegup dengan kencang. Jika yang melakukan hal ini adalah Danzel, ini benar-benar tidak lucu karena ia tidak bisa berenang.
Disaat Clarisa menahan nafas, dan berusaha untuk terus berjuang agar tidak menelan air dan tenggelam, ia masih bisa melihat samar-samar bayangan beberapa cewek di pinggir kolam sambil tertawa-tawa, kemudian bergegas pergi.
"Mampus loe!" Seru seorang cewek di susul langkahnya yang menjauhi Clarisa.
"Tolong...tolong...." Jerit Clarisa dalam hati, yang tentu saja tak akan di dengar oleh siapapun.
Clarisa ingin berteriak. Tapi mana mungkin. Dadanya sakit karena menahan nafas dan kaki serta tangannya mulai lelah karena terus berusaha mendorong tubuhnya agar tidak tenggelam. Yang dilakukannya hanya memejamkan mata, berharap ada penolong yang bisa menyelamatkan hidupnya.
Tuhan, please kirim malaikat baik-Mu buat nyelametin aku Tuhan....
Disaat harapan Clarissa mulai memudar, tiba-tiba sebuah tangan kuat menariknya dan memapah tubuh lemahnya untuk menepi. Sesaat kemudian, dada Clarisa kembali terasa nyaman. Sedikit demi sedikit hidungnya bisa kembali menarik oksigen ke dalam paru-parunya. Sebelum ia akhirnya pingsan karena kelelahan, ia masih bisa melihat bahwa penolongnya itu adalah Aidan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Badboy (COMPLETE)
Teen FictionClarisa dibuat pusing dengan kehadiran 3 makhluk di dalam hidupnya. 1. Danzel. Cowok ter-menyebalkan di sekolah yang membuat hidupnya tidak tentram karena setiap hari cowok itu terus mengerjainya. 2. Aidan. Cowok pendiam yang selalu ada dimanapun Cl...