Sasuke menghela nafasnya. Pergi ke ruangan OSIS adalah pilihan yang tepat jika dirinya sedang tidak ingin melihat Naruto.
Sasuke mengalihkan tatapannya ke atas. Memandangi langit-langit ruangan OSIS. Dia menerawang pikirannya sendiri. Setelah mengucapkan semua aib keluarga Naruto di depan semua teman sekelasnya. Entah kenapa dia berpikir dirinya menjadi seorang yang kejam.
Tunggu, kejam?
Tapi bukanlah Naruto juga melakukan hal yang sama. Membuat mereka semua berpikiran bahwa Uchiha memperlakukan sistem kerja rodi kepada para karyawannya. Itu tidaklah benar. Sasuke tahu itu. Karena Itachi sendirilah yang menggaji para karyawannya. Jadi, tidak ada yang bisa meng korupsinya.
Haaah….
Sebuah helaan nafas kembali terlepas dari bibir tipisnya. Tangan alabaster itu terangkat dan memijit pelipisnya yang berdenyut sakit.
"Maafkan aku ibu" gumam Sasuke saat mengingkari janjinya. Untuk tidak berpikir yang berat-berat.
"Knock. Knock. Is the professor teme inside?"
Suara itu membuyarkan pikiran Sasuke. Segera dia menolehkan ka arah pemilik suara itu. Sejenak tatapan kesal itu berubah menjadi datar saat melihat seorang pemuda berambut pirang sudah berada di depan mejanya.
"Sebutkan keperluanmu" ucap Sasuke masih menatap Naruto datar.
Naruto diam.
"Jika kau tidak ada perlu maka, segera lah keluar" ucap Sasuke sambil menunjuk pintu dengan dagunya.
Naruto mendengus. Tangannya menyerahkan sebuah proposal yang dia bawa ke Sasuke. Sedangkan Sasuke, dia menaikkan sebelah alisnya. Dia bukan sekretaris OSIS. Dan ini bukan laporan prakerin kan?
Mereka kan sudah kelas dua mendekati akhir semester.
"Klub Seni Lukis?" gumam Sasuke dengan nada bertanya.
Dia menatap Naruto. "Kau ikut kegiatan Klub?" tanya Sasuke menatap Naruto dari bawah sampai atas.
Naruto hanya memutar bola mata malas. "Tidak. Tapi temanku menitipkannya padaku. Dia tidak bisa masuk karena sakit dan harus ada tanda tanganmu sebelum jam sekolah hari ini selesai" jelas Naruto.
Sasuke diam. Kemudian membaca proposal. 'Bukankah teman Naruto hanya tiga pemuda itu?' batin Sasuke.
'Fasilitas AC dan perlengkapan seni lukis? Kukira club itu sudah dibubarkan tahun lalu. Jangankan ada tambahan anggota, bahkan sampai tahun ini saja mereka tidak pernah menang lomba sama sekali'
Sasuke menutup proposal itu. Naruto menatapnya dengan tatapan datar. Sebuah senyuman tipis Sasuke tampilkan.
Sasuke menyerahkan proposal itu ke Naruto. "Ambil!" perintah Sasuke kepada Naruto.
"Tapi kau belum menandatanganinya teme" ucap Naruto mengerutkan dahinya.
Sasuke menyeringai. "Aku tidak ingat ada club seni lukis. Yah, walaupun kau baru memberikan bukti bahwa ada club itu. Tapi, aku tetap tidak akan menyetujui proposal itu" ucap Sasuke.
Mulut Naruto terbuka tutup seperti ikan. Ekspresi terkejut dan tidak percaya juga tampil di wajahnya. Sasuke puas melihatnya.
"Bukankah masih ada perlengkapan seni lukis tahun lalu?" tanya Sasuke dengan nada menyelidik.
Naruto menenangkan emosinya. Kunci sukses bernegosiasi adalah mengendalikan emosi.
"Mereka akan mengikuti kegiatan di festival musim panas bulan depan" ucap Naruto menjelaskan rencana anggota klub seni lukis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Welcome [Complete]
FanfictionSasuke, pemuda tukang palak tugas yang menderita penyakit yang tidak diketahuinya. Naruto, si pensiunan baseball yang menyimpan jutaan hal yang ingin diketahui Sasuke. Akankah Sasuke mati sebelum mengetahui apa penyakit yang dideritanya itu?