Mentari kini sudah menyambutku lagi, cahayanya menerobos melalui celah-celah jendelaku. Kicauan burung mulai terdengar seperti biasanya.
" Elang, kemari kau!". Panggil salah seorang yang ku panggil Pakde kemaren. Ya, mereka masih menginap di rumahku. Aku segera menghampirinya yang sedang menyeruput kopinya.
" Sudah berkemas?". Tanyanya yang membuatku terperanjat kaget. Berkemas untuk apa? Itu pertanyaan yang ada di benakku.
" Sudah ku siapkan barang-barang yang akan dibawa Elang Mas". Jawab Uma.
Aku semakin bingung di buatnya.
" Iya Lang, Uma belum memberitahu, kamu akan berlibur ke kota bersama Pakde-pakdemu ini". Jelas Uma.
"Ye,,aku berlibur ke kota Ma, wahh,,pasti di kota banyak yang belum aku ketahui". Semangatku sambil berlonjak girang.
"Nay, kita berlibur Nay". Kataku kepada Nay dengan girang.
"Nay tidak ikut Lang, hanya kamu yang berlibur". Jelas Pakde yang berada di hadapanku yang. Aku tercengang mendengarnya.
"Kenapa cuma aku Ma?". Tanyaku dengan sedikit lesu.
Uma hanya diam menatapku.
"Ya sudah ayo kita berangkat". Ajak pakde memecahkan keheningan diantara kami.
Rasanya sedih sekali ketika akan pergi meninggalkan Nay dan Uma, padahal aku hanya berlibur. Ku perhatikan Uma, dia menangis tersedu-sedu, dia memelukku erat sekali seakan-akan aku akan meninggalkannya selamanya.
" Abang hati-hati yah, nanti jangan lupa pulangnya bawa oleh-oleh buat Nay". Kata Nay sambil menangis dan melambaikan tangan.
Aku mulai masuk ke mobil Pakde, ku balas lambaian tangan Uma dan Nay, aku ikut menangis di buatnya.
" Pakde bisa berhenti sebentar!". Pintaku pada pakde. Aku segera berlari menghampiri Uma dan Nay. Ku peluk mereka erat sekali. Perlahan aku meninggalkan mereka.
" Elang ". Panggil seseorang yang membuat langkahku menuju mobil Pakde terhenti. Ku lihat suara yang memanggilku ternyata Akbar. Aku segera menghampiri dan memeluknya.
"Hati hati Lang". Aku tersenyum melihat Akbar yang menangisiku, aku hanya menjawabnya dengan mengangguk.
" Elang, ayo cepat, nanti jalanan keburu macet". Panggil salah seorang Pakde.
Aku segera melepas pelukan Akbar.
" Bar, aku hanya berlibur bar". Jelas ku padanya.
Aku segera menuju mobil yang mesinnya sudah menyala sedari tadi, hanya penunggu sang penumpang yang belum ingin beranjak meninggalkan tempat tinggalnya.
Perlahan, mobil-mobil pamanku melaju menyusuri jalanan yang masih banyak bebatuan kecilnya. Kulihat hamparan hijau sawah-sawah kampungku, sepertinya aku akan merindukan suasana ini, itu batinku.
Mobil yang kutumpangi sudah melaju di atas aspal yang mulus. Kulihat matahari sudah mulai meninggi.
" Pakde, memang masih lama yah Pakde?". Tanyaku yang sudah tak sabar ingin mengetahui suasana kota.
" Sekitar dua jam lagi Lang, tadi kita sudah di perjalanan selama tiga jam jadi sisanya dua jam lagi kita sampai di markas Pakde".
Aku mengangguk-angguk sambil tersenyum menanggapi omongan Pakdeku. Ia memanggil rumahnya sebagai markas, seperti para preman saja."Kenapa kamu senyum-senyum Lang". Tanya pakde yang melihatku tersenyum sendiri.
" Lihat saja nanti Lang, nanti juga kita sampai di markas". Jelasnya yang sudah mengerti mengapa aku tersenyum.

KAMU SEDANG MEMBACA
Para Penguasa Negeri
Художественная проза😊Follow and vote sebelum baca, terus komment setelah baca🙏 Cerita Ini Hanya Fiktif Belaka. Jika Ada Kesamaan Nama Tokoh, Tempat Kejadian Ataupun Cerita, Itu Adalah Kebetulan Semata Dan Tidak Ada Unsur Kesengajaan Elang, seorang anak dari kampung...