"Laksa, mengapa hanya aku yang bersekolah disini?". Tanyaku.
Hari ini, aku merasa bosan dengan semua pelajaran dari Alice, aku bosan membaca tumpukan buku-buku dikamarku.
"Apa tujuanmu datang ke keluarga Kris? Bukankah belajar adalah tujuanmu Lang?".
Aku mengangguk, karena memang Umak menyuruhku untuk belajar walaupun sebelumnya ia berkata untuk liburan.
"Tapi aku bosan". Kataku.
"Aku mau ikut dengan Gatot ". Lanjutku, karena aku penasaran mendengar cerita dari Fatir tentang aksi Gatot dengan pasukannya yang hebat.
"Baiklah, kamu boleh ikut dengan Gatot, jaga dirimu!". Perintahnya yang mengartikan ia membolehkanku.
Gatot tiba-tiba datang dengan tergesa-gesa, "Laksa, banyak orang asing tiba-tiba menyerang pasar Laksa, seluruh pasar di bagian Utara dan Selatan diserang habis-habisan". Lapornya.
"Bagaimana bisa terjadi?". Tanya Laksa.
"Kita belum mengetahui dari mana mereka berasal". Jawabnya lemah.
"Elang, kamu tidak boleh pergi, dan Fatir biarkan dia tetap di markas, jangan sampai dia ikut. Gatot, segera bereskan semuanya, perintah shancez untuk mencari informasi siapa dalang di balik semuanya!".
Gatot mengangguk, dan segera pergi meninggalkan aku dan Laksa. Perasaan kecewa membuatku lemas, aku segera duduk di atas kursi. Baru saja aku diperbolehkan untuk ikut dengan Gatot, kabar itu membuat Laksa merubah pikirannya.
Laksa segera menelfon seseorang, yang baru kutahu ternyata adalah shancez, Laksa segera memerintahkan semua orang yang tersisa untuk berkumpul di ruang kerjanya.
Tembok putih yang tepat berada di depanku bergeser ke kanan dan ke kiri, terbuka. Memperlihatkan ruang kosong. Baru ku tahu, ternyata ruang kerja Laksa bisa menampung kapasitas yang lebih besar. Shancez, Fatir, juru masak, dan tukang pukul yang tersisa segera memasuki ruangan.
"Sudah dapat info siapa para pembuat onar itu?". Tanya Laksa pada Shancez yang baru saja duduk.
"Aku masih mencarinya Laksa". Jawab Shancez sambil mengotak atik laptop yang berada di depannya.
"Siapa mereka?". Tanya Fatir.
Fatir kini bertubuh gempal, tidak lagi ringkih seperti awal pertemuanku dengannya.
Telfon genggam Laksa berdering, Laksa segera menekan tombol hijau "Laksa, pasukan kita menang Laksa, mereka semua sudah pergi, tak ada lagi pasukan mereka disini". Lapor Gatot di Telfon, membuat Laksa tersenyum.
"Kau memang bisa diandalkan". Kata Laksa memuji Gatot.
Dor...dorr...dorr terdengar suara tembakan bertubi-tubi. Semua orang yang berada di ruang kerja Laksa tercengang.
"Bersiap". Teriak Laksa.
Seketika itu, pasukan tukang pukul sudah memegang pistol, karena memang mereka selalu membawanya. Para pelayan dan juru masak segera mengambil senjata yang berada di ruang kerja Laksa yang biasa hanya digunakan untuk hiasan dinding, lucu sekali tampilan mereka, celemek yang berada di tubuh mereka, namun senjata mematikan yang mereka pegang.
Aku dan Fatir terdiam di samping Laksa, memperhatikan keadaan mencekam ini. Tak ada orang yang berbicara sedikitpun, mata mereka tertuju ke arah pintu.
Dor.. suara tembakan yang membuat kaca pecah membuat semuanya menoleh ke arah jendela. Naas, peluru-peluru masih melaju cepat hingga berhenti di tubuh seorang pelayan dan tukang pukul. Dua anggota kami tumbang dengan peluru yang menancap di dada dan kaca-kaca di sekujur tubuh.
Suasana semakin menegang, lawan telah mengalahkan para penjaga yang berada di luar sana. Serangan-serangan bermunculan dari beberapa arah, namun tak terlihat orang yang menarik pelatuknya.
Shancez mendekat ke arah Laksa, badannya bergetar, keringat dingin mengucur di sekujur tubuhnya, ia mengusap keringatnya.
"Bagaimana ini Laksa?". Tanyanya dengan ketakutan.
"Telfon Gatot, suruh dia dan pasukannya segera kembali ke markas, markas dalam masalah besar". Kata Laksa lemah.
Shancez segera menelfon Gatot melaksanakan perintah Laksa.
Diantara deretan tembakan dari arah jendela yang semakin banyak menumbangkan anggota keluarga Kris, seseorang datang membuka pintu.
Seketika itu pula, Laksa mengerang kesakitan, peluru telah menganai bahunya.
"Siapa kamu?". Tanya Laksa diantara keriuhan itu.
Lelaki bertubuh kekar, dengan muka dingin itu menyunggingkan bibirnya.
"Kamu tak perlu tahu siapa saya". Jawabnya.
Tersisa sekitar lima orang tukang pukul dan pelayan yang masih bertahan, mereka tidak lihai dalam bertarung, karena mereka bekerja untuk memasak, dan para tukang pukul yang tersisapun tukang pukul yang baru, tak ada yang berfikir markas akan diserang seperti ini.
Peluru bertubi-tubi di tembakan oleh lelaki bermuka dingin itu. Laksa segera menghindar. Aku, Fatir dan Shancez ketakutan dan berlari ke pojokan.
Laksa yang memegang pistolpun menekan pelatuk berusaha membalas tembakan pria itu.
Ahh,, teriak Shancez yang membuat Laksa menoleh ke arahnya. Hanya telfon genggam Shancez yang terkena peluru. Namun, kesempatan itu digunakan dengan sangat baik oleh pria berwajah dingin itu. Ia sudah mengincar jantung Laksa. Aku yang melihatnya segera mencari sesuatu yang dapat menghentikannya. Sebuah pistol yang terlempar bekas para pelayan berada di sampingku. Aku bergetar memegangnya karena baru kali ini aku memegang pistol, ku tembakan pistol itu yang hanya mengenai tangannya.
Namun itu sangat berharga. Karena membuat pistol yang berada di pria itu terjatuh. Laksa yang menyadari keadaan itu segera melakukan serangan bertubi-tubi, membuat ia kepayahan menghindari serangan dan sulit untuk mengambil pistolnya yang terjatuh.Laksa melancarkan serangannya mengarah ke kakinya, ketika Pria itu sedang fokus menghindar melindungi kakinya, Laksa segera menembakkan pistolnya ke arah tubuhnya. Tepat sekali mengenai perut, pria itu limbung hingga ia terjatuh.
Laksa berhenti menembakinya, Pria itu berusaha bangkit, Laksa segera bersiap kembali. Namun pria itu malah pergi meninggalkannya dengan tubuh sempoyongan menahan sakit.
"Kenapa tidak dihabisi saja Laksa". Kata Fatir yang tidak setuju dengan keputusan yang Laksa ambil.
Laksa tersenyum "Karena ku tahu, dia hanya orang suruhan". Kata Laksa sambil mengusap peluh.
"Bagaimana Laksa". Kata Gatot yang baru saja sampai.
"Lihat saja bagaimana keadaannya". Kata Laksa yang masih kelelahan.
"Pemimpin pasukannya sudah terkena tembakanku, mungkin saja ia memerintahkan anggotanya untuk pergi. Tapi aku yakin, ia hanya orang suruhan". Kata Laksa.
"Bersiaplah, mungkin ia akan kembali dengan jumlah yang lebih banyak dan kekuatan yang lebih". Kata Laksa.
"Untung kita tidak habis". Kata Shancez bersyukur.
"Tapi tetap saja, beberapa tukang pukul, para pelayan dan juru masak habis semuanya. Kita harus mencari gantinya". Kata Gatot.
"Terimakasih Elang, kamu sudah menyelamatkan nyawaku". Kata Laksa membuatku kikuk.
"Maksudmu?". Tanya Gatot yang kebingungan.
"Ya, kalau saja Elang tidak menembak pria itu, mungkin aku sudah tewas". Jawab Laksa yang membuat Gatot terkagum-kagum kepadaku.
Para tukang pukul dan semua orang yang tersisa segera membereskan mayat-mayatnya, berusaha secepat mungkin untuk segera mengebumikannya. Suasana markas keluarga Kris sedang dirundung pilu.
Laksa yang memimpin langsung ritual penghormatan untuk semua anggota keluarga Kriss yang meninggal.
Entah, sampai saat ini kami belum mengetahui dalang di baliknya. Shancez yang biasa dengan mudah mendapatkan informasi kini bersusah payah mencari informasi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Para Penguasa Negeri
General Fiction😊Follow and vote sebelum baca, terus komment setelah baca🙏 Cerita Ini Hanya Fiktif Belaka. Jika Ada Kesamaan Nama Tokoh, Tempat Kejadian Ataupun Cerita, Itu Adalah Kebetulan Semata Dan Tidak Ada Unsur Kesengajaan Elang, seorang anak dari kampung...