Dua Puluh Tiga

20 2 0
                                    

"Ayo, tunggu apa lagi, cepat kita ke Indonesia!". Kata wanita itu berlari sambil menarik tanganku.

Saat ini aku hanya bisa menurutinya, mengikuti langkahnya. Thomas berlari mengikutiku.

"Helikopter kita disana". Ujar Thomas sambil menunjuk kearah gedung sebelah.

Wanita itu terus berlari dengan lincah sambil menarik tanganku.

"Bagaimana keadaan sekarang?". Tanyaku pada Parwez melewati telepon setelah helikopter yang ku tumpangi mulai mengudara.

"Kami mulai kesulitan". Jawab Parwez.

Tut, Tut, Tut. Sambungan itu tiba-tiba terputus.

"Ah, sial kenapa putus". Umpat ku kesal sambil memukul kursi yang ku tumpangi.

"Tenangkan pikiranmu Lang". Ucap Thomas sambil memberikanku dan wanita di samping ku sebuah minuman kaleng yang dingin.

"Perkenalkan namaku Lee Key Ra". Ucap wanita itu menjulurkan tangannya.

"Elang". Ucapku singkat membalas uluran tangannya.

"Apa rencana mu sekarang Lang?". Tanya Key Ra.

Aku menggeleng lemah sambil berusaha memejamkan mata. Langit yang sedari tadi gelap mulai terlihat agak cerah, menandakan akan terjadinya pergantian bulan dan matahari.

"Baru kali ini aku melihatmu tidak mempunyai rencana Lang". Ucap Thomas menimpali pembicaraan kami.

Ku tengokkan kepala kearah Key Ra, ia yang sedang memejamkan mata mulai menyunggingkan senyumnya. Entah ia bermimpi apa, tapi pipinya yang mulus, hidungnya yang bangir, dan bibir tipisnya terlihat cantik. Tanpa ku ku sadari, akupun ikut tersenyum.

"Ekhm". Thomas pura-pura terbatuk mengagetkanku.

"Stttt". Kataku sambil menaruh telunjukku di bibir, mengisyaratkan untuk diam, jangan berisik.

"Dia cantik yah Lang?". Tanya Thomas sambil tersenyum padaku.

"Mau kau kemanakan guru ku?". Tanyaku sambil meninjunya. Membuatnya terkekeh.

"Cantik untukmu, bukan untukku Lang". Katanya dengan mata menggoda.

"Haiss". Kataku kesal dengan tindakannya.

"Tidur, tubuh kalian butuh istirahat". Ucap Key Ra masih dengar mata terpejamnya.

Mana bisa aku tertidur saat keadaan seperti ini. Aku terlalu khawatir dengan semua yang akan terjadi, aku masih memikirkan nasib keluarga Kriss, tidak mungkin aku bisa tertidur untuk saat ini.

Setelah pesawat melandas, aku segera memasuki mobil yang memang sudah terparkir di parkiran mobil sejak kepergian ku ke Bali diikuti Key Ra dan Thomas.

Ku injak pedal gas mobil berusaha untuk segera sampai di markas. Sampai-sampai Key Ra yang duduk di belakang berusaha mencari pegangan karena merasa tubuhnya terombang-ambing.

Sesampainya di markas, terlihat beberapa orang bergelimang di halaman dengan bau amis darah yang menyeruak ke rongga hidungku. Aku segera berlari mencari Laksa, bagaimana kabar orang itu? Hanya orang itu yang ku punya.

"Elang". Ujar Gatot yang melihatku.

"Dimana Laksa?". Tanyaku kalap sambil berlari.

"Keadaan Laksa tidak baik Lang". Jawabnya sambil menunjukan arah padaku.

Ketika kulihat Laksa yang telah berlumur darah, aku segera memeluknya.

"Laksa, bertahanlah". Ucapku sambil meneteskan air mata.

"Lang, kau jaga keluargamu ini". Ucap Laksa susah payah.

"Sudah Laksa, jangan banyak bicara dulu". Kataku menghentikan ucapan Laksa karena tak tega melihatnya berbicara terengah-engah.

Tangan Laksa yang memegang ku erat kini mulai mengendur. Matanya perlahan mulai tertutup.

"Laksa". Panggilku berusaha mengembalikan kesadarannya.

Dengan mata yang belum tertutup rapat ia berusaha menyunggingkan senyumnya pada ku. Senyum untuk terakhir kali aku melihatnya, senyum yang tidak akan pernah kulihat lagi.

"Laksa bangun". Teriak ku sambil mengguncang tubuh Laksa berusaha untuk membangunkannya. Namun sang pemilik diam, tak ada gerakan sedikitpun darinya.

Air mata sudah membanjiri pipiku sedari tadi, semua orang yang berada di ruangan itu menangis, merasa kehilangan.

Aku menangis memeluk tubuh Laksa yang telah membeku. Untuk kesekian kalinya aku ditinggalkan oleh orang yang ku sayangi.

Aku berusaha mengikhlaskan semua yang terjadi. Aku segera mengebumikan jasad Laksa beserta keluarga Kriss yang lain sebagai penghormatan terakhir kalinya.

"Sudahlah Lang, masih banyak hal yang harus kamu lakukan untuk keluarga Kriss". Ucap Key Ra sambil menepuk bahuku yang belum ingin meninggalkan tempat peristirahatan terakhir Laksa

Aku berusaha bangkit meninggalkan pemakaman, berlari kecil berusaha mengejar Key Ra yang sudah berada di depan.

"Malam ini akan ku antar kamu ke Hongkong". Ucapku setelah menyejajarkan langkah ku dengannya.

"Tidak perlu Lang, terimakasih atas semua bantuan mu, aku bisa pulang sendiri, kamu butuh istirahat". Ucap Key Ra sambil menyelipkan beberapa helai rambutnya ke belakang daun telinga.

"Tidak, itu sudah menjadi tugasku untuk menyelamatkanku. Lagi pula, tugas itu adalah tugas terakhir dari Laksa, aku harus menyelesaikannya dengan sempurna". Ucapku yang membuat diriku mengingat Laksa kembali.

Key Ra mengehentikan sebuah taksi yang melintas.

"Terimakasih atas semuanya Lang, jaga dirimu baik-baik, jangan sampai lupa untuk istirahat. Aku ingin melihat mu tersenyum Lang, tersenyumlah Untukku, ku harap kita bisa bertemu kembali dengan keadaan yang lebih indah". Ujar Key Ra sambil memasuki Taksi.

Taksi itu melaju. Aku masih melihat kepergian taksi itu. Baru ku sadari, kepergian taksi itu seperti kepergian Laksa yang meninggalkanku. Mungkin aku tidak akan pernah bertemu Key Ra lagi.

"Semangat Elang". Teriak Key Ra melewati jendela taksi yang melaju.

Para Penguasa NegeriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang