Lima

45 12 3
                                    

"Elang, bangun!". Panggil seseorang membangunkanku. Ternyata yang membangunkanku adalah paman.

"Cepat kamu mandi Lang".

Aku segera beranjak dari tempat tidur, menyambar handukku sambil berlari ke kamar mandi.

Aku tercengang melihat baju yang sudah di siapkan diatas tempat tidurku setelah aku keluar kamar mandi, sungguh seperti seorang raja. Aku segera mengenakannya dan pergi ke ruang makan setelah di panggil oleh pak Tono.

Waahh, sungguh menakjubkan, ruang makan yang sangat indah, megah. Ratusan orang berada disini.

"Elang, cepat, kami sudah menunggumu". Aku di ajak pak Tono untuk duduk di deretan paling depan. Ternyata, sudah menjadi tradisi disini untuk sarapan serempak setiap harinya tanpa terkecuali. Aku segera menghabiskan makananku, rasanya lezat sekali, aku boleh mengambil menu apa saja dan sebanyak apapun.

Setelah makan selesai, salah seorang Pakde yang waktu di rumahku terlihat paling dekat dengan Umakku dan sewaktu di mobil berada di sampingku, maju.

" Salam sejahtera semuanya".

"Elang kemari!". Aku tercengang mendengar aku dipanggil. Aku hanya bisa menurutinya.

"Ini adalah anggota keluarga baru kita, namanya Elang, anak dari Warseto".

Suara anggota yang lain mulai berbisik-bisik mendengarnya.

"Elang, pasti sebenarnya kamu bingung kan siapa kami, bahkan kamu tidak tau namaku?".
Aku mengangguk mengiyakan pembicaraannya.

"Namaku adalah Laksa, pemimpin dari semua orang-orang disini. Dahulu, bapakmu juga adalah anggota dari kami, tetapi setelah bertemu dengan ibumu ia memutuskan untuk pergi ke pedalaman kampungmu itu".

"Kenalilah paman-pamanmu yang lain yah!". Perintahnya.

"Kalian semua, jagalah Elang. Kalau bukan karena bapaknya dahulu, kita mungkin sudah kalah dari keluarga Kuza". Pakde Laksa berbicara panjang sekali kepada para anggotanya sampai akhirnya membubarkannya.

"Elang, kamu mau kemana?". Tanya Pakde Laksa kepadaku.

"Paling aku kekamar Pakde".

"Jangan panggil aku Pakde Elang, kau sudah tau namaku".

"Masa aku harus memanggil Laksa Pakde, itukan tidak sopan". Bantahku.

"Kami disini sudah terbiasa, mau muda atau tua tetap dipanggil namanya saja, tidak ada kata pakde, paman, bapak, ibu, panggil saja namanya".

Aku memang masih merasa aneh tapi aku menyetujui nya saja. Aku dibawa kesebuah taman oleh Laksa.

"Sepertinya kamu belum mempunyai teman yang Lang?".

Memang sampai hari kedua aku baru mengenal Laksa dan Tono.

"Sebenarnya dirumah ini ada yang usianya sepantaran dengan mu. Tapi dia sedang pergi, namanya Kenzo, nanti aku kenalkan".

Laksa membawaku ke taman, indah sekali. Banyak berbagai macam bunga disana. Laksa mulai memberi pupuk bunganya satu persatu.

"Keluarga ini namanya keluarga Kriss, karena yang mendirikan adalah ayahku dahulu bernama Kriss mempunyai lambang huruf K".

"Ayahmu sangat berjasa bagi kami, apa lagi bagi ayahku Kriss".

"Memang berjasa apa?". Tanyaku.

"Kenzo dan Kriss sebenarnya bersaudara, mereka sering menghabiskan waktu bersama, mereka saling menyayangi. Hingga pada akhirnya, Karna ayah mereka meninggal. Karna mewariskan hartanya untuk Kriss. Kenzo yang tidak terima dengan apa yang dilakukan Karna membuat pemberontakan, hingga pada akhirnya ia yang memenangkannya. Namun, Kenzo tidak melepaskan Kriss dan para pengikutnya yang setia, Kenzo mengurung bahkan memperlakukan Kriss dan para anggotanya sebagai budak. Berkali-kali Kriss dan yang lainnya mencoba kabur dari markasnya, namun selalu gagal. Hingga pada suatu saat, ada seorang pemuda yang membantunya untuk kabur, dan berhasil. Pemuda itu adalah ayahmu, Warseto. Hingga ayahku mampu mendirikan markas yang seluas ini, ayahmu senantiasa setia padanya. Dahulu aku menganggap ayahmu seperti kakakku sendiri, hingga ayahku bertemu dengan ibumu dan jatuh cinta padanya, ia memutuskan untuk meninggalkan kami dan menjalani hidup di pedalaman. Awalnya kami tidak mengijinkan, karena sudah menjadi keputusan bersama tidak ada yang boleh meninggalkan keluarga ini. Karena ayahmu berjasa bagi kami, maka kami memperlakukannya istimewa, Kriss mengijinkannya untuk mengejar cintanya. Setelah ayahmu pergi dari sini, kami sering bertukar surat, pada surat terakhirnya berisi ia meminta tolong pada kami jika keluarganya kekurangan, tidak mampu untuk menyekolahkan anak-anaknya, Warseto menyuruh kami membawamu kesini, Kriss sangat senang mendengar kabar itu, Kriss bilang kepadaku untuk membantu keluarga Warseto apapun yang ia minta. Setelah beberapa hari kami mengirim surat balasan untuk ayahmu, Kriss meninggal dan berwasiat bawa anak Warseto kemari,  jadikan sebagai pemimpin selanjutnya, yaitu setelah aku".

Para Penguasa NegeriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang