Sudah satu bulan dari aksi perluasan menguasai pasar bagian selatan. Fatir, bocah kecil yang aku bawa dari pasar sudah akrab dengan para tukang pukul.
Hari-hariku dipenuhi dengan pelajaran dari Alice, mulai dari rumus-rumus matematika hingga pelajaran bahasa Indonesia, bahasa Mandarin dan korea.
"Ini nilaimu, sangat bagus sekali Lang". Ucap Alice memberikan selembar kertas seperti ijazah.
"Kamu sudah menyelesaikan sekolah dasarmu Lang". Lanjut Alice.
Aku tercengang mendengarnya, "Mana mungkin, aku masih kelas lima Alice". Protesku yang tidak percaya.
"Tapi otakmu melebihi anak yang lainnya". Jelas Alice.
Sungguh aku tak bisa mempercayainya, kulihat lagi ijazah ditanganku. Mana mungkin dalam waktu satu bulan aku sudah lulus SD.
"Belajarlah lebih giat lagi, barang kali dalam waktu tiga bulan kamu bisa menyelesaikan SMP mu Lang".
"Memang bisa?". Tanya ku pada Alice.
"Tentu bisa, jika kau mau". Jawab Alice sambil membenarkan kaca matanya.
"Tapi..". Kataku sambil berfikir.
"Tentu kau akan lebih cepat menyelesaikan pendidikan dibanding anak seumuranmu". Potong Alice.
"Tapi untuk apa aku lulus lebih cepat dari anak yang lainnya, apa karena Laksa mempunyai banyak uang sampai-sampai pendidikan bisa ia beli".
"Tidak Lang". Kata Alice sambil menggelengkan kepalanya.
Aku pergi meninggalkan Alice yang masih berdiri di dekat tralis jendela.
"Laksa, untuk apa engkau meluluskan aku, padahal belum waktunya?". Protesku ketika sampai di ruang kerja Laksa.
"Aku tidak mau mendapatkan ijazah dengan uang Laksa". Lanjutku.
"Terus apa yang kamu mau Lang, kamu mau belajar setiap hari bertahun-tahun dengan Alice? Kamu mau menghabiskan waktumu bertahun-tahun dengan buku tebal yang menumpuk di ruang belajarmu?". Bentak Laksa.
"Lebih baik aku belajar bertahun-tahun dari pada aku membohongi diriku sendiri, mempunyai ijazah tapi tak berotak". Bentakku tidak mau kalah.
"Jangan mentang-mentang kamu mempunyai banyak uang bisa seenaknya saja membeli pendidikanku". Lanjutku lagi dengan menurunkan suaraku.
Laksa tersenyum, "Kamu memang berbeda Lang". Ucapnya yang hampir tak terdengar olehku.
"Apa maksudmu Laksa?".
"Kita memang membeli ijazahmu, tapi kita tidak membeli pendidikanmu, kita memang mempunyai banyak uang, tapi sebanyak apapun uang kita tidak akan mampu untuk membeli pendidikanmu".
"Uang tidak akan bisa mengisi otakmu Lang". Kata Laksa yang langsung membuatku terdiam.
"Memang kita membeli ijazah Lang, tapi tidak dengan membeli pendidikan, otakmu sudah mampu melebihi anak lain seusiamu. Maka dari itu, untuk apa kamu mempelajari hal yang sudah kamu bisa, lebih baik kamu melanjutkan pelajaran anak SMP Lang, agar kamu lebih cepat menyelesaikan S1, S2 bahkan S3 mu Lang. Dengan begitu, kamu manfaatkan ilmumu, kamu aplikasikan, bukan hanya belajar lalu di pendam. Dengan mengaplikasikannya, kamu akan mendapatkan lebih banyak lagi ilmu. Pada intinya, umurmu memang masih kecil Lang, tapi kamu sudah mampu mendapatkan ijazahmu Lang, bukan dengan membeli dengan uang, tapi membeli dengan otakmu".
Aku terdiam mendengar Laksa bicara. Apa benar otakku melebihi anak seusiaku.
Laksa menyuruhku pergi dari ruangannya. Aku segera pergi ke kamar. Aku memang masih tidak percaya. Di sini, dengan mudahnya aku mendapatkan ijazah sekolah dasarku. Padahal ketika di kampung, begitu sulit ku bayangkan untuk mendapatkan ijazah, bahkan untuk sampai ke kelas enam saja rasanya tidak mungkin karena aku tidak mempunyai uang. Ya sudahlah, lebih baik ku tulis surat untuk Umakku saja, memberi kabar gembira ini.
Untuk Umakku yang jauh di kampung sana.
Ma, sekarang Elang sudah lulus SD Mak, di sini begitu mudah yah Mak, sampai-sampai Elang saja tidak percaya Elang sudah lulus, padahal belum waktunya.
Kata Laksa, untuk apa aku belajar sesuatu yang sudah aku ketahui, makanya aku mendapatkan ijazah Mak.
Gimana kabar Mamak disana? Sehat?
Bagaimana kabar Nay?
Aku rindu kalian?
Mak, apa aku tidak bisa pulang untuk jumpa dengan kalian?
Nanti Mak, tiga bulan lagi, aku akan lulus SMP kalau aku mampu menjawab soal-soal yang di berikan Alice. Alice adalah guruku Mak, dia orang London. Bule Mak.
Mak, di sini aku mendapatkan banyak pengalaman Mak, bukan hanya ilmu, tapi aku sedikit aneh Ma, mengapa keluarga Kris begitu kejam terhadap orang yang tidak mau menuruti perintah mereka, aku takut Mak, aku takut jika aku tak sependapat dengan keluarga ini.
Kusudahi suratku Mak, sehatlah selalu Mak!
Dari anakmu Elang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Para Penguasa Negeri
Ficción General😊Follow and vote sebelum baca, terus komment setelah baca🙏 Cerita Ini Hanya Fiktif Belaka. Jika Ada Kesamaan Nama Tokoh, Tempat Kejadian Ataupun Cerita, Itu Adalah Kebetulan Semata Dan Tidak Ada Unsur Kesengajaan Elang, seorang anak dari kampung...