5. Di Penghujung Senja, Bersamanya

665 68 7
                                    

Di penghujung senja hari ini, usai melaksanakan ibadah shalat di masjid yang kebetulan letaknya berseberangan dengan alun-alun, Dara memutuskan untuk jalan-jalan sebentar, ingin berbaur dengan indahnya kota Jember ketika malam. Ditemani Sena tentunya.

Sepanjang perjalanan menaiki angkutan umum, Dara hanya sibuk bergeming, membuat Sena bingung dan pening memikirkan di mana tempat biasanya Dara membeli ketan. Lagi pula, Sena juga tidak berani bertanya dan mengajak gadis itu berbicara, takut Dara akan bertambah murka nantinya.

Walau akhir Sena memilih masjid Jami' sebagai tempat berlabuh, Dara masih juga tidak berbicara. Dan perasaan lega terurai dalam benak Sena kala Dara berkata, aku nggak mau pulang dulu, ingin jalan-jalan ke alun-alun.

Sena pikir, Dara akan terus mendiamkannya. Jika benar begitu, entah kata apa yang tepat untuk menegur Dara kali pertama.

"Kamu ingin makan apa, Ra?" Tanya Sena lembut, namun Dara hanya menatapnya sekejap sebelum menghentikan langkah tepat di samping penjual jagung bakar. "Oh, ingin jagung bakar ternyata," Sena bermonolog.

"Mas, jagung bakarnya dua, ya. Satu pedas, satu enggak," pesan Sena kepada si mas yang tengah mengipas jagung.

Sena mengambil kursi dan duduk di sebelah Dara.

"Kamu kenapa langsung pesan? Kenapa nggak tanya aku dulu?" Dara menegur begitu Sena duduk.

"Saya pikir kamu tidak akan menjawab, jadi percuma saja bukan jika saya bertanya?" Balas Sena, "lagi pula saya pesan dua rasa berbeda, nanti kamu tinggal pilih ingin yang mana."

Dara diam, lalu menatap ke depan. Hiruk pikuk di hadapannya terlihat begitu menyenangkan, malam basah sehabis hujan ini di penuhi banyak keceriaan, seolah bumi memberi apa yang mereka inginkan, seolah semesta menghapus segala kepedihan.

"Dara?" Sena menatap gadis itu dari samping, "kamu ingin tau tidak, alasan saya jatuh cinta kepadamu untuk kali pertama?"

Gelengan pelan Dara melenyapkan lengkung senyum yang telah Sena persiapkan. Meski begitu, Sena tetaplah Sena, yang akan selalu berkata iya walau Dara memilih tidak. "Waktu itu, saya tidak sengaja lihat kamu sendirian di kantin-"

"Sena..."

"Dara, tugasmu hanya mendengar, bukan menyela." Peringat Sena, "saya amati wajah kamu baik-baik, di setiap sudutnya nampak biasa saja, kamu tidak terlihat senang, kamu tidak tersenyum, tapi anehnya kamu membuat saya tertarik."

"Kamu ingin tau bagian yang lebih menarik?" Tanya Sena, "saat itu juga, adalah kali pertama di mana saya percaya bahwa cinta pandangan pertama memanglah ada."

"Aku nggak percaya," Dara menyangkal dengan air muka remeh.

"Saya hanya ingin kamu mendengar, agar kamu bisa percaya."

"Sama saja Sena..."

Sena tertawa, "kamu ingin saya semakin mencintaimu, tidak?"

Sesegera mungkin, Dara menggeleng tegas.

"Maka dari itu tertawalah. Saya jatuh cinta kali pertama hanya dengan menatap wajah tanpa tawa, seperti saat ini contohnya."

"Jadi, kalau aku tertawa bahagia, kamu akan berhenti mencintaiku saat ini juga?"

"Tergantung kamu," jawab Sena.

Dara mengernyitkan dahi bingung, "kok jadi ke aku, sih?"

"Ya iya, kamu ingin saya pergi atau tetap mencintai?"

"Menanyakan hal yang sudah jelas kamu tau jawabannya, itu sama saja membuang waktu, Sena."

Seketika, lelaki itu tersenyum lebar, "berarti saya boleh mencintaimu saat kamu sedih maupun senang."

Dari Semesta untuk Dara [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang