"T-tolong, ampun.. a-ampun.. bukan maksudku meㅡ"
CRAK
Pria itu tergeletak lemas dengan kedua mata terbuka. Perlahan tubuhnya menghitam, sebagaimana bara berubah menjadi abu, lalu menguap bersama angin.
Tulangnya hancur.
Organ vitalnya berhenti seketika.
"Tsk, lemah."
Pria dengan sepatu boots hitam itu tersenyum miring memandang jasad tak berdaya di hadapannya.
"Siapa juga yang menyuruhmu berhadapan denganku, hm?" Ujarnya sambil menendang kepala yang mulai mengeluarkan asap, lalu berubah menjadi abu.
"Manusia tidak berguna."
Kedua matanya mengilap, menampakkan cahaya yang tidak biasa. Kilatan bak netra kucing yang tajam, berubah menjadi sinar kelam.
Tangan kirinya menarik kain baju yang terkena noda, lalu membersihkannya dengan sapu tangan yang selalu berada dalam kantong celana sebelah kanan.
Pria itu berjalan santai tanpa dosa ke arah mobil hitam yang terparkir tidak jauh, sambil kembali memasukkan sapu tangan pada kantong celananya.
Angin malam bertiup menerpa rambut kecokelatannya, menampakkan dahi dan wajahnya yang tampan tanpa cacat.
Senyumnya memudar tatkala ia merasakan hawa dingin di sekitarnya. Langkah kakinya terhenti. Kedua kelopak matanya terpejam, mencoba mengenali suasana familiar yang sudah lama tidak ia rasakan.
"Tidak usah malu, keluarlah." Ucapnya santai, lalu membuka matanya.
Setelah ucapan itu keluar dari bibirnya, perlahan aspal yang dipijaknya berubah menjadi putih seperti danau yang membeku. Butiran salju tiba-tiba mengenai ujung hidungnya yang runcing.
"Kau kembali berbuat seenak jidatmu, huh?" Ucap pria yang baru saja datang.
Penampilannya luar biasa.
Jack Frost.
Hanya itu yang bisa menggambarkan bagaimana rupanya.
"Ia menumpahkan kopi pada setelan jas mahalku!"
Si Jack Frost tertawa kecil.
"Kau benar-benar harus belajar mengendalikan tempramenmu."
"Diam, Lee Taeyong. Kau hanya Omega. Tidak pantas memberiku perintah seperti itu."
"Ouch, sangat otoriter."
Seseorang yang bernama Lee Taeyong tersenyum penuh arti menatap pria di hadapannya yang sudah lama tidak ia temui.
"Jangan menatapku seperti itu, Hyung. Kau menakutkan." Ujar Taeyong sambil berjalan mendekat dan merentangkan tangan, siap memeluk lawan bicaranya.
"Diam di tempatmu."
Taeyong bergidik. Nada bicara lawannya mendingin, tatapannya mengarah pada sosok yang berdiri di belakangnya.
Dengan satu kedipan mata, sosok yang berdiri di belakang Taeyong membelalak, merasakan tubuhnya dililit sesuatu yang besar dan tidak kasat mata. Tubuhnya memanas, dan ia tidak bisa merasakan tulangnya sendiri.
Kemudian dengan hitungan detik saja, tubuh itu tergeletak lemah seperti pria yang tadi ia hancurkan tanpa sisa. Perlahan tubuhnya menghitam, lalu terbang terbawa oleh angin.
"Taeil Hyung! Apa yang kau lakukan? Manusia itu tidak melakukan apapun!"
"Sst, jangan berteriak." Ucapnya dengan jari telunjuk yang sudah berada di depan bibirnya.
Taeyong diam. Alpha di hadapannya terlalu menakutkan untuk dilawan. Ia tau betul sifat dan tempramennya, meski mereka berasal dari golongan yang berbeda.
"Kemari. Kau ingin memelukku, bukan?" Taeil merentangkan tangannya, siap menerima pelukan.
Dengan senang hati Taeyong melingkarkan tangannya pada tubuh Taeil, melepas rindu.
Setelah beberapa detik keduanya terdiam, terdengar suara pintu mobil yang terbuka. Arah pandang Taeyong bergerak melihat sepasang kaki mungil dengan sepatu berwarna putih gading yang turun dari mobil hitam milik lawan bicaranya.
"Papa!"
...
Awaken, coming soon..
KAMU SEDANG MEMBACA
Awaken [ON HOLD]
FanfictionTaeil cannot control himself, unless when he met his faith, Kim Doyoung. A story with ABOverse