O2 || Takdir?

32.5K 1.6K 47
                                    

Ayo divote dulu, jangan jadi silent readers ga baik, bikin penulis gak semangat:(

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayo divote dulu, jangan jadi silent readers ga baik, bikin penulis gak semangat:(

Asiyah menggeliat di atas kasur, dengan bibir meringis memegang perutnya, malam ini ia tidak diizinkan untuk makan, sesuai dengan yang dikatakan Pamannya, karena Asiyah melakukan sedikit kesalahan sehingga ia tidak diberikan sedikitpun makanan.

Asiyah beranjak dari kasur, keluar dari kamarnya. Pandangan Asiyah tertuju pada ruang makan yang sudah terkumpul keluarga bahagia di sana. Paman, bunda, dan Sabilla, mereka tampak bercengkrama bercanda ria. Asyiah mengembuskan napasnya.

Asiyah melirik ke arah pintu Sabbilla yang terletak disamping kamarnya. Apa niatnya ini benar? Ia ingin mencari makanan didalam kamar itu. Konyol memang, tapi hanya kamar itu yang bisa ia masuki tanpa dilihat oleh mereka.

Asiyah berjalan pelan kearah pintu, membuka pintu itu dengan sepelan mungkin, lalu menutupnya dengan hati-hati.

Pandangannya tertuju pada makanan diatas meja, terletak beberapa snack diatas meja itu. Asiyah berucap syukur dalam hati.

Asiyah berjalan kearah meja, lalu mengambil satu snack dan meletakan beberapa lembar uang.

Ia memilih duduk di atas sofa, sebagaimana kita makan dan minum seperti Rasulullah ajarkan.

Pandangan Asiyah terhenti pada beberapa buku kuliah Sabilla. Sebenarnya sudah beberapa hari ini ia penasaran dengan buku-buku itu. Ia hanya memilih buku Sabilla jika Sabilla akan berangkat kuliah tentu tanpa membukanya. Jika Sabilla tahu ia membuka buku itu, pasti Sabilla akan memarahinya.

Asiyah melirik ke arah pintu, semoga saja pintu itu tidak terbuka, sampai ia selesai dan keluar dari kamar ini.

Asiyah bangkit, lalu melangkahkan kakinya ke arah meja. Tangannya mengambil salah satu buku yang berjudul Matematika Diskrit, terbit senyum bahagia di bibirnya.

Bagaimana yah rasanya jika ia kuliah, pasti akan sangat menyenangkan. Bercanda ria bersama sahabat sampai kelulusan tiba. Dirinya sangat menginginkan itu. Tapi kapan? Ia hanyalah gadis tamatan SMA.

Air matanya menetes, kenapa hati ini terasa begitu ingin untuk melanjutkan kuliah? Apa ia memang tidak pantas untuk sekolah lagi?

Asiyah mengusap air matanya, ia tidak boleh cengeng, dirinya adalah gadis yang kuat. Asiyah membuka lembaran-lembaran buku itu. Matanya mendelik begitu serius untuk menjawab berbagai soal Matematika, dirinya termasuk gadis pinter, sering sekali dirinya mendapatkan rangking 1 berturut-turut dari SMP sampai dengan SMA. Jika mengingat itu ia kembali rindu kepada Uminya. Beliau dulu sungguh bahagia dengan kejuaraan dirinya. Asiyah saat itu merasa bangga karena telah membahagiakan kedua orangtuanya. Tapi kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, Uminya meninggal karena penyakit yang menyerang tubuh Uminya. Selang beberapa bulan, Abinya mengikuti jejak Uminya, beliau meninggal disaat perjalanan menuju ke sekolahnya, hari dimana ia akan kenaikan kelas. Sungguh dirinya sangat hancur saat itu.

Ikhlas Bersamamu |END|✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang