Setelah meninggalkan Venus seorang diri di rumah pohon, Alex langsung pulang ke rumah, namun tak berniat masuk dan memilih duduk di teras rumahnya. Alex benar-benar tak mengerti dengan kekecewaan yang ia rasakan ini. Benar-benar sakit, padahal tahun sebelumnya pun juga sama saja. Namun bedanya, entah mengapa sekarang jauh lebih sakit.
"Kekecewaan yang berat akan datang ketika kita terlalu berharap pada manusia yang bahkan tidak seharusnya bisa dijadikan harapan."
Jessi muncul dengan menggenggam sebuah kue tart yang sudah seharian penuh ia buat sendiri di dapur, ya walaupun sedikit gosong di ujungnya.
Untuk menghilangkan kesedihan Alex, Jessi mencoba tersenyum dan menjunjung tinggi-tinggi kue yang dibawanya, seraya berucap, "Selamat ulang tahun Alex!!"
Namun senyuman Jessi tersebut kembali luntur kala melihat tak ada setitik raut bahagia di wajah Alex.
Jessi akhirnya ikut duduk di samping Alex dan sebelumnya menaruh kue yang dibawanya ke meja yang ada di teras tersebut.
"Kenapa Lex? Kuenya jelek ya? Atau surprise dariku udah terlalu ngebosenin ya? Atau aku telat ngasih surprisenya? Maaf deh, tadi aku---"
"Nggak kok Jes," sela Alex yang membuat Jessi terdiam dari ocehannya yang mungkin tidak akan berhenti.
Jessi kembali tersenyum dan mengambil kue tart itu, menyanyikan lagu selamat ulang tahun dan kemudian Alex meniup lilin tersebut. Namun raut wajah Alex tak berubah sama sekali, tetap datar dan murung seperti tadi.
"Selamat ulang tahun yang ke 18 Alex..." ucap Jessi riang seolah melupakan sesuatu yang terjadi barusan. Namun senyuman itu kembali luntur, Alex tak mau tersenyum barang sedetik pun.
"Kamu ini kenapa? harusnya kamu itu seneng karena hari ini hari paling berarti buat kamu, jangan murung gitu dong," dengus Jessi. Walau sebenarnya ia tahu darimana kesedihan di wajah Alex itu muncul.
Alex tersenyum miris, seperti sebelumnya, di hari ulang tahunnya, hanya Jessi saja yang selalu membawakan kue dan mengucapkan selamat. Papa dan mama tirinya sama sekali tak peduli, bahkan Venus yang diharap-harapkan Alex saja tidak mengetahuinya. Alex mencoba tersenyum dan berusaha menghargai Jessi.
"Makasih ya Jes."
"Maaf ya baru ngucapin sekarang."
"Nggak apa-apa kok Jes. Kamu tetap yang selalu pertama ngucapin selamat ulang tahun ke aku."
Alex memotong kue tersebut dan memakannya, seperti yang dulu-dulu, seumur hidupnya memang hanya Jessi yang peduli dengan hari ulang tahunnya. Alex menghembuskan nafas, mungkin entah sampai kapan ulang tahunnya selalu monoton, seperti ini-ini saja.
"Ada apa? Cerita ke aku."
Alex menoleh ke arah Jessi dan segera bersandar di pundak gadis itu, namun mulutnya tak kunjung terbuka, matanya menyorot ke aspal depan rumahnya.
"Kenapa ya rasanya harus seperti ini? Mencintai seseorang yang nggak pernah peduli sama kita," ucap Alex lirih. Jessi yang sejak tadi menjadi sandarannya itu tersenyum miring.
"Sakit kan Lex? Setidaknya kamu juga bisa merasakan yang aku rasakan sekarang. Kamu berkata seperri tadi seolah-olah nggak tahu kalau aku juga sedang berada di posisi kayak kamu," ucap Jessi dengan nada yang bergetar, menandakan gadis itu akan menangis sebentar lagi.
"Sekarang kamu bisa bersandar di bahu aku Lex, tapi aku? Aku harus bersandar di bahu siapa? Dulu aku cuma punya kamu untuk bisa aku jadikan tempat berkeluh kesah..."
"Dan sekarang, aku nggak punya siapa-siapa. Kamu seperti menghilang secara perlahan-lahan."
"Akuu, akuu...." Jessi tak kuasa meneruskan ucapannya dan memilih menangis sesegukan, Alex yang mengetahui itu segera menegakkan kepala dan membawa Jessi ke dalam pelukannya. Mencoba menenangkan gadis itu.
"Maaf, maaf Jes. Maaf karena aku tidak bisa membalas perasaanmu."
Tanpa mereka sadari jauh di depan pagar sana, ada seorang gadis yang baru saja datang dengan sebuah bingkisan sederhana di tangannya. Tubuh gadis itu menegang kala melihat dua orang saling merangkul satu sama lain. Bingkisan yang ada di tangannya kini terjatuh, melihat kedua orang itu yang sama sekali tak berniat melepas pelukan mereka.
Nafas Venus memburu, berusaha menahan sesuatu yang ada di dadanya, entah mengapa hatinya merasa sakit melihat Alex begitu dekat dengan orang lain. Ia tertunduk, menatap kedua kakinya dengan sendu, mendongak untuk melihat kedua orang itu lagi. Dengan gontai, Venus segera berbalik, meninggalkan bingkisan kecil tadi di atas tanah, depan gerbang rumah Alex. Tadi, saat Alex pergi meninggalkannya sendiri di rumah pohon, Venus merasa sangat terpukul karena membuat Alex kecewa. Gadis itu berniat untuk menebus perasaan bersalahnya dengan membuat sebuah hadiah kepada Alex dan juga berniat untuk datang ke rumahnya. Ia berharap Alex suka dengan hadiah buatannya, namun belum sempat ia memberikan hadiah tersebut, ia dikejutkan dengan pemandangan yang baginya sangat mengerikan. Karena tak kuasa menahan rasa sakit di dadanya, Venus segera meninggalkan pekarangan rumah tersebut. Mengapa sesakit ini? Mengapa rasanya ia ingin ke rumah Alex dan dengan kasar memisahkan pelukan tersebut. Rasanya ia ingin membuang gadis yang tadi dipeluk Alex jauh-jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
AlVen [Possessive Boy]✔ [TERBIT]
Teen FictionToxic relationship By : Nur Nailis S Instagram : @nailissaa___