Ferdi memandang lantai ubin dengan perasaan khawatir. Venus yang melihat itu hanya mampu diam dengan perasaan tak enak. Tangannya dengan ragu terulur ke atas bahu Ferdi dan mengusapnya pelan. Karena mendapat usapan lembut tersebut, Ferdi menolehkan wajahnya kepada Venus dengan raut datar.
"Kamu, marah sama aku?" Tanya Venus takut.
"Aku minta maaf, gara-gara semua ini, Eva kambuh lagi penyakitnya," lanjutnya.
Ferdi tersenyum tipis, ia mendekatkan tubuh Venus ke arahnya dan memeluk Venus dari samping dengan erat. Venus yang diperlakukan sedemikian rupa berlagak kikuk. Venus merasa sangat canggung dengan Ferdi.
"Bukan salah kamu."
"Aku takut Eva kenapa-napa, Di," lirih Venus. Alex mengusap-usap lengan Venus pelan. Ia taruh kepala Venus dipundaknya.
"Maksud dari ucapan Alex tadi apa?"
Hening. Venus tertunduk. Ia ingin menangis rasanya jika mengingat hal itu.
"Kalau kamu nggak mau cerita sekarang juga nggak apa-apa. Aku akan tunggu sampai kamu siap untuk cerita."
"Harus cerita ya?"
"Iya Venus, semuanya harus jelas."
Hembusan kecil keluar dari mulut Venus, bahunya naik dan kemudian turun kembali. Wajahnya sangat keruh, seperti kehilangan semangat hidup. Venus menegakkan kepalanya yang tadi bersender di pundak Ferdi. Ferdi pun juga melepaskan pelukannya, laki-laki itu kini tubuhnya menghadap ke arah Venus.
"Kamu sudah makan? Dari tadi aku nggak lihat kamu makan."
"Aku nggak laper, Di."
Ternyata gadis ini masih sama, tidak suka makan. Ferdi menggeleng-geleng kecil, perasaan khawatir tadi lenyap ketika melihat wajah menggemaskan Venus, Ferdi berdiri dan menarik tangan Venus.
"Kemana?"
"Makan."
"Eva bagaimana?"
"Masih ditangani Dokter. Ayo, makan."
"Kan aku sudah bilang, aku nggak lapar, Di."
"Venuuus, kamu harus makan," ucap Ferdi layaknya memerintah.
Tanpa menunggu jawaban dari Venus, Ferdi segera menarik Venus lembut dan membawa Venus ke kantin rumah sakit. Alex menghembuskan nafas pasrah. Ferdi dan Alex sebenarnya sama, perintah mereka tak bisa terbantahkan. Namun bedanya, Ferdi lebih lembut daripada Alex.
Setelah sampai di kantin, Venus disuruh Ferdi untuk duduk. Ia hanya mengangguk dan menurut, Ferdi memesankan makanan untuk Venus. Gadis itu termenung menatap meja yang ada dihadapannya. Mengabaikan Ferdi yang sejak tadi memandangnya.
Setelah makanan yang dipesan Ferdi sudah datang, dengan segera Ferdi angsurkan ke arah Venus. Venus memandang makanan tersebut tak minat. Ferdi berdehem, membuat Venus mendongak. Ferdi memberikan tatapan pada Venus seolah berkata 'makan'.
"Makan sendiri atau aku suapin?"
Venus gelagapan, dengan cekatan ia mengambil garpu dan juga sendok, menyendokkan makanan namun tak kunjung ia makan. Venus lebih suka menatap makanan tersebut dari pada memakannya. Tatapan tajam dari Ferdi membuatnya mau tak mau memakan makanan tersebut. Ferdi memang begitu. Dulu, waktu kecil, Ferdi pernah marah dan mendiamkan Venus karena gadis itu tak mau makan. Memang dulu Ferdi lah yang selalu memperhatikan pola makan Venus. Sampai ketika mereka berpisah karena Ferdi harus ikut dengan kedua orang tuanya, tak ada lagi yang memperhatikan pola makannya. Bahkan Venus sendiri tak pernah peduli dengan kesehatannya.
"Cukup Eva saja yang masuk rumah sakit, kamu jangan. Jangan sampai karena kamu males makan, kamu masuk rumah sakit."
"Hmmm," gumam Venus dengan makanan dimulutnya yang sejak tadi belum ia telan.
"Makan yang bener."
"Iya."
Hening terjadi di antara keduanya. Venus memutar-mutarkan sendok di atas piring, Ferdi berdecak melihat kelakuan Venus yang belum juga berubah.
"Jangan sampai aku marah karena lihat kamu yang sulit banget untuk makan."
Venus meluruhkan tubuhnya, ia memandang Ferdi kesal. Bibirnya mengerucut, membiarkan makanan dihadapannya begitu saja.
"Ferdiiii, ayolah, aku nggak lapar."
"Kamu itu harus makan." Setelah berucap seperti itu, Ferdi menarik piring yang dihadapan venus, menyendokkan nasi dan mengarahkan sendok tersebut ke mulut Venus. Venus menggeleng dan mengunci mulutnya rapat-rapat.
"Venus." Tatapan tajam itu berubah mengerikkan, Venus membuka mulutnya dengan enggan dan memakan makanan tersebut. Ferdi tersenyum senang, kembali ia sendokkan nasi dan ia arahkan lagi ke arah Venus. Namun Venus menggeleng lagi. "Kenapa?"
"Aku bisa makan sendiri, aku udah gede." Ferdi terkekeh, mengacak rambut Venus pelan.
"Kamu tetap terlihat masih kecil bagiku."
"Hmmm." Karena tak ingin membuat Ferdi marah, Venus mengunyah dan berniat menghabiskan makanan itu. Sebenarnya sih dia lapar, tapi ia sangat malas menyentuh makanan tersebut barang sebentar. Rasa malasnya menguasai dirinya.
"Venus.." panggil Ferdi.
"Hmm?"
"Ven.."
"Hmm."
"Venus..."
"Apa?"
"Ayo kita menikah." Seketika Venus tersedak, matanya melebar mendengar penuturan ngawur dari mulut Ferdi. Ferdi hanya terkekeh dan memberikan Venus minuman. Ia senang sekali menggoda Venus.
"Kamu lucu sekali."
"Isshhh" dengus Venus dan berhenti memakan makanannya.
"Kenapa nggak diterusin makannya?"
"Sudah kenyang."
"Beneran?"
Venus mengangguk setelah meminum minuman yang diberikan Ferdi. Ferdi meraih tangan Venus dan membawanya kembali pergi ke depan kamar dimana Eva dirawat. Langkah Ferdi terhenti, Venus juga ikut berhenti. Tangan mereka saling bergandengan, seketika terlepas. Karena Venus yang melepasnya.
"Kenapa dilepas?" Tak ada jawaban yang terdengar, Ferdi tersenyum dan kembali menarik tangan Venus. Mereka melanjutkan langkahnya dan kembali terhenti ketika melihat kehadiran seseorang yang tak diinginkan. Mata tajam Ferdi muncul lagi, mengisyaratkan kemarahan. Venus mengeratkan genggaman seolah memberikan kekuatan supaya Ferdi bersikap tenang. Ferdi mengangguk setelah menatap Venus. Laki-laki itu melangkahkan kakinya mendekat pada orang yang baru datang. "Ngapain kamu kesini?"
Ferdi menatap Alex setajam mungkin. Menatap Alex seolah Alex adalah mangsanya. Alex yang di tatap seperti itu hanya memberikan tampang datar.
"Aku kesini cuma mau jenguk Eva. Aku nggak mau ribut." Seperti ada denyutan menyakitkan dalam hati Venus, ia merasa sedikit sakit mendengar bahwa Alex kesini hanya untuk Eva. Bukan untuknya. Ia menggeleng, pikiran gila macam apa itu? Untuk apa ia mengurusi laki-laki tak tau diri itu? Namun tak bisa dipungkiri, bahwa ia memang merasa telah kehilangan laki-laki itu. "Maaf, tapi Eva tidak ingin dijenguk oleh laki-laki bejat sepertimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
AlVen [Possessive Boy]✔ [TERBIT]
Teen FictionToxic relationship By : Nur Nailis S Instagram : @nailissaa___