"Masih hidup kamu?" Pertanyaan tersebut membuat Alex dan Eva dengan cepat menatap orang yang baru datang, gadis itu menyedekapkan tangannya di depan dada dan tubuhnya bertengger di dinding dekat pintu rumah dengan tatapan melihat Eva. Meremehkan.
"Kok nggak mati sekalian aja."
"Jessi!" bentak Alex marah karena ucapan Jessi yang tak ada sopan-sopannya.
"Kak Jessi.."
"Apa?!" tanya Jessi sengit menatap.
"Ng-nggak.." lirih Eva. Kini tatapan Jessi beralih kepada Alex. Gadis itu menatapnya dengan tajam, membuat Alex mengerutkan kedua alisnya hingga menyatu.
"Apa?" tanya Alex dingin.
"Masih berhubungan sama perempuan tak tau diri ini Lex?"
"Maksud kamu apa!!"
"Ya maksud aku-"
"Lex-kak Jessi, Aku pamit dulu. Mama mungkin sudah menungguku di rumah," ucap Eva lirih dengan menundukkan kepalanya sedalam mungkin. Tidak ingin ikut campur dalam perdebatan mereka berdua.
"Baguslah, pulang sana!"
Terlihat gadis itu menitikkan air matanya dan kemudian pergi secepat mungkin dari kamar Alex. Ia benci dibentak. Alex yang melihat itu, sangat merasa bersalah karena ucapan menyakitkan dari Jessi. "Kenapa sih, kamu benci banget sama dia?!??!" bentak Alex dengan amarah yang meletup-letup. "Dia nggak pernah buat salah sama kamu!!"
"Lex--"
"Apa!! Mau bilang dia cewek nggak tau diri?!?!"
"Bukan gitu--"
"Lo tau nggak sih!! Dia sakit hati dengan semua ucapan kamu tadi!"
"Yang sebenarnya nggak tau diri itu kamu! Bukan Eva!" lanjut Alex.
"KAMU SENDIRI YANG NGGAK TAU DIRI! SEBENARNYA SIAPA CEWEK KAMU?!" bentak Jessi karena saking kesalnya ia pada Alex yang selalu membela gadis tadi. Kemudian, Jessi mencoba metralkan amarahnya. Ia menghembuskan nafas pelan.
"Iya, aku benci sama dia, aku benci sama setiap cewek yang kamu jadikan pacar. Karena apa?"
"Karena aku iri sama mereka yang bisa dapetin perhatian kamu, sedangkan aku enggak!"
Alex mengehembuskan nafasnya kasar, mengusap wajahnya dengan keras, matanya tak henti-hentinya menatap Jessi nyalang. Tak lupa juga dengan giginya yang sejak tadi bergemelatuk menahan amarah.
"Kamu. Sama. Aku . Itu. Cuma. Temen. nggak lebih!" ucap Alex dengan penuh penekanan.
"Sekarang kamu keluar dari sini!!"
Tubuh Jessi menegang, Alex sangat marah kali ini. Ia memang sangat sensitive jika ada orang yang menghina Eva. Jessi tau itu.
"Lex, maafin aku, maaf," sesal Jessi dengan nada khawatir mengetahui sekarang bukan saatnya berdebat.
"Keluar!!!"
"Lex--"
"Keluar!!!"
"Maaf--"
"Aku bilang keluar ya keluar!!!"
"Tapi--"
"Kamu tuli atau gimana sih!!!"
Nafas Alex memburu, rasanya ia ingin pingsan karena tenaganya terkuras habis karena membentak Jessi. Sedangkan Jessi, gadis itu tak berkata lagi, ia menatap Alex sebentar dan memutuskan untuk pergi dari sana.
"Aaaaaaaargh"
Perasaan Alex campur aduk, ia mengacak rambutnya frustasi, tangannya meraba-raba mencari ponselnya berada. Dan ketika sudah menemukan ponselnya, dengan segera ia mengetik sebuah nomor yang sudah ia hafal di luar kepala.
"Hallo," lirih orang di seberang. "Sayang, jangan pikirin ucapannya Jessi ya. Kamu jangan nangis lagi."
"Aku takut Lex. Kak Jessi nggak suka sama aku, hiks hiks." Eva memanglah gadis cengeng, pendiam, penakut, dia sangat takut ketika dibentak ataupun dikasari. Jika sekali saja ia dibentak, maka gadis itu tak akan pernah berani menatap orang yang pernah membentaknya barang sedetik pun. Ia akan berusaha menghindar dari orang seperti itu. Entah mengapa, itu yang membuat Alex merasa bahwa ia harus melindungi gadis polos nan penakut itu.
"Kenapa sih kak Jessi benci banget sama aku, salah aku apa sih?" tanyanya lagi dengan sesegukan yang masih terdengar.
"Sshhh... sudah ya jangan nangis lagi, jangan pikirin lagi ucapan Jessi, sekarang kamu tidur ya, sayang. Kamu harus banyak istirahat. Anggap saja tadi itu nggak pernah terjadi."
"Tapi Lex, aku....."
"Nggak usah takut, ada aku. Aku nggak akan biarin ada orang yang nyakitin kamu."
"Termasuk aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
AlVen [Possessive Boy]✔ [TERBIT]
Fiksi RemajaToxic relationship By : Nur Nailis S Instagram : @nailissaa___